Dogma: Ajaran Keselamatan Agustinus Vs Pelagius (Anugerah VS Perbuatan)
Kontroversi Ajaran Keselamatan (=manusia-dosa-Allah-keselamatan)
Kontroversi Augustinus vs Pelagianisme
Augustinus vs
Semi-Pelagianisme
Dekrit Orange 529; dan implementasinya ke dalam
pembentukan doktrin Gereja abad pertengahan
Ajaran Keselamatan pada abad pertengahan (apa yang
harus dilakukan untukberoleh keselamatan?)
Augustinus
Augustinus dilahirkan di Tagaste, Afrika Utara,
tidak jauh dari Hippo Regius pada tanggal 13 November 354. Ayahnya bernama
Patricius, seorang kafir dan ibunya bernama Monnica, seorang ibu yang saleh dan
penuh kasih.
Ia memulai pendidikannya di kota kelahirannya, Tagaste, dan
kemudian belajar retorika dan filsafat di Kartago, ibu kota provinsi Afrika
Utara. Setelah belajar di Kartago, Augustinus kembali ke kota kelahirannya,
Tagaste, dan kemudian belajar retorika dan filsafat di Kartago, ibu kota
provinsi Afrika Utara.
Setelah belajar di Kartago, Augustinus kembali ke kota
kelahirannya dan disana ia menjadi guru retorika. Pada tahun 372 ia pindah ke
Kartago dan menjadi guru retorika di sana.
Pandangannya tentang manusia mengatakan bahwa
menurut badannya manusia itu termasuk alam jasmani, tetapi karena jiwanya ia
termasuk rohani. Oleh karena ia jasmani, terikatlah ia, harus mengalami
perubahan, sengsara dan terlibat dalam waktu.
Sebaliknya oleh karena ia
termasuk alam rohani, maka dengan budinya ia mencari kebenaran yang baka, dan
dengan kehendaknya mencari kebaikan yang sempurna. Itulah sebabnya, pada
manusia ada pertentangan antara jasmani dan rohani.
Hal yang menjadi tugas
manusia ia harus menaklukkan yang jasmani itu kepada yang rohani dengan
mempergunakan kehendaknya yang merdeka, tetapi janganlah mengira bahwa sisi
yang jasmani itu jahat. Kejahatan atau dosa itu terletak pada kehendak bebas.
Jika kehendak itu memilih yang jasmani sehingga memustahilkan jalannya kepada
Tuhan, berdosalah ia. Jadi, dosa itu berdasarkan atas ketiadaan yang baik.
Perjuangan Augustinus dalam bidang theologi di antaranya adalah melawan
Pelagianisme.[2]Dalam perlawanannya dengan ajaran Pelagius, lahirlah pandangan
teologinya tentang kehendak bebas, dosa turunan dan rahmat. Augustinus
mengajarkan bahwa manusia diciptakan Tuhan Allah dengan karunia-karunia
adikodrati.
Karunia-karunia ini hilang pada waktu Adam jatuh ke dalam dosa.
Kehendak bebas hilang dan Adam serta keturunannya takluk di bawah dosa. Manusia
tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Manusia hanya dapat diselamatkan
karena rahmat Allah semata-mata. Sesudah Adam jatuh ke dalam dosa, seluruh
manusia berada dalam keadaan tidak mungkin tidak berdosa.
Allah akan memilih
orang-orang yang akan menerima karuniaNya. Sejak Augustinus, paham “rahmat” di
persempit cakupannya menjadi daya kekuatan Allah dalam jiwa individual manusia
berdosa supaya manusia perseorangan dapat melaksanakan diri dengan bebas. Jadi,
mulai dengan Augustinus, dalam teologi dipersoalkan keselamatan pribadi manusia
individual.
Tiap-tiap orang berada dalam situasi dosa yang baginya tak
teratasi. Dan, dipandang dari sudut kebutuhan manusia akan keselamatan, rahmat
diartikannya sebagai bantuan Allah untuk memperoleh keselamatan itu. Pengajarannya
yang khas adalah predestinasi, dosa warisan, dan de civitate dei (Kota Allah).
Dalam buku yang ditulisnya “Confessiones” ada ungkapannya yang terkenal
:
”Engkau telah menjadikan kami untukMu, dan hati kami tidak tenteram sebelum
mendapat ketenteraman di dalam Mu.”