Pengertian dan Teologi Allah Mati

Sebelum membaca Artikel ini Alangkah lebih baik memuali membaca Teologi Allah Yang Mati (F.W. Nietzche)


 Pengertian Teologi Allah Yang Mati? Allah yang mati dapat dimaksudkan bahwa manusia dapat hidup sendiri dengan menentukan hidupnya serta yang baik dan yang jahat.Otoritas berada di tangan manusia itu sendiri.[3]

Dalam hal ini juga Allah tidak berkarya lagi dalam kehidupan manusia karena ada anggapan manusia itu adalah mesin yang dapat bekerja juga menghasilkan serta mengembangkan ilmu pengetahuan.[4]

Latar Belakang Teologi Allah Yang Mati
Pada abad yang ke-19 Ilmu Teologi berada di bawah pengaruh Idealisme[5] dan Romantik[6].Hal ini disebabkan karena pada abad 19 pencerahan didesak oleh Idealisme dan Romantik.

Namun pengaruh ini mempengaruhi Teologi bukan kembali pada Alkitab namun gerakan-gerakan di luar gereja.[7] Selanjutnya timbullah perang dunia pertama yang menggoyahkan cita-cita dan itu semua runtuh pada perang dunia kedua.

Melalui hal itu para teolog memunculkan pemikiran teologi yang menjawab semua tantangan dan pergumulan hidup manusia dalam abad 19-20, dan salah satunya ialah teologi Allah mati.[8]

lihat juga: Konfresi Kristen dalam UUD 1945

Pernyataan pertama mengenai kematian Tuhan dikumandangkan oleh F.W. Nietzsche dalam bagian bukunya Die Frohliche Wissenschaft (Ilmu pengetahuan yang menggirangkan) yang ditulis pada tahun 1882.

Bagian dalam tulisannnya ini mengenai “Orang Gila” yang menceritakan seoarang gila yang pada pagi hari cerah lari ke pasar dengan membawa dian yang dinyalakan sambil terus menerus berteriak, “Aku mencari Tuhan! Aku mencari Tuhan!”.

Orang-orang yang tidak percaya akan adanya Tuhan menyaksikan hal tersebut menertawakannya dengan bertanya: “Hilangkah dia? Apakah Ia tersesat seperti anak kecil? Apakah ia bepergian atau berimigrasi?” Orang gila itu melompat ke tengah-tengah mereka sambil berteriak: “Tuhan binasa. Aku berkata kepadamu kita telah membunuh-Nya.Kamu dan aku.”

Lihat Juga: 25 Pokok Kepercayaan Metodst

Oleh karena orang-orang itu tidak mengerti apa yang dimaksudkan orang gila itu maka orang gila itu mengambil kesimpulan bahwa ia terlalu dini membawa kabar baik itu.

Lalu pergilah ia mengembara melewati gedung-gedung gereja di kotanya dan berteriak: “Apa gedung-gedung gereja ini, jika bukan makam dan nisan-nisan Tuhan?.Demikianlah gagasan yang terdapat dalam cerita Nietzsche mengenai Tuhan yang mati.[9]

Nietzsche juga menulis bahwa Allah sudah mati karena dunia metafisik sudah mati.Ketika di Barat dunia tampak kehilangan daya geraknya, bersamaan dengan itu Allah “meninggal”.[10]


Biografi F.W. Nietzsche
Friedrich Nietzsche dilahirkan pada tahun 1844 di Saxony, Prussia. Ia adalah seorang anak pendeta Lutheran. Anak ini menderita dalam hidupnya bersana dengan penyakit sehingga dia berpikir mungkin dia ditakdirkan untuk meninggal dalam usia 36 tahun.

Nietzsche dibesarkan oleh ibunya dalam lingkungan yang sebagian besar dihuni oleh wanita. Nietzsche belajar di Universitas Bonn bidang teologi dal filologi klasik.

Setelah berbagai perpindahan ia dipanggil di Universitas Basel untuk menduduki jabatan di bidang filologi klasik.

Dari tahun 1872 sampai 1888 ia menerbitkan Sembilan buah buku. Pemikiran Nietzsche  beraliran anti idealisme artinya dia berpikir menggunakan kuasa diri untuk mengusasi sesuatu hal dalam kehidupan hingga Nietzsche dapat juga dikatakan sebagai penolak hidup karene pemikirannya yang radikal dalam mempertahankan satu pandangan dalam hidup.

Teologi Allah yang Mati Menurut para tokoh
Dalam memaknai pandangan teologi Allah mati memiliki beberapa pendapat para tokoh, ialah

1.      F.W. Nietzsche
Nietzsche berpendapat karena agama Kristen ialah kelanjutan agama Yahudi maka agama Kristen menjadi lambang pemutarbalikan nilai-nilai, sebab yang dipandang sebagai jiwa Kristiani ialah penolakan terhadap segala yang dialami karena semua itu dianggap tidak layak.

Tuhan yang mengira telah menciptakan manusia kembali menjadi gambar-Nya, sehingga manusia yang telah diperbudak oleh Tuhan itu harus membalas dendam dan membunuh-Nya.Tuhan itu harus mati supaya manusia dapat mencapai batas sebagai pencipta kebudayaan yang tanpa batas.

2.      William Hamilton
Hamilton berpendapat bahwa zaman “Allah mati” ialah suatu zaman yang orang-orangnya menganggap bahwa Tuhan telah mengundurkan diri dari dunia ini, dan Tuhan tidak hadir lagi dalam dunia ini.

Hamilton menjabarkan bahwa Tuhan tetaplah ada, tetapi gambaran tentang Tuhan yang diciptakan oleh Agustinus dan para reformator makin lama makin sukar dipahami sehngga berdampak kurang berarti bagi orang-orang zaman modern. Namun dari menghilangnya Tuhan, orang-orang masih merasa mungkin untuk berdoa  untuk mohon agar Tuhan kembali dan menanti-nantikan kembali pada waktu-Nya.

3.      Gabriel Vahanian
Menurut Vahanian, Tuhan mati memiliki arti Tuhan tidak berguna lagi, sehingga segera akan dijadikan barang tambahan bagi cita-cita umat manusia

Menurutnya kebudayaan modern bersandar pada imanentisme yang radikal. Orang tidak menentang Tuhan dan tidak menentang kekristenan namun secara praktis orang hidup seolah-olah tidak ada Tuhan.

Manusia dituntut berusaha menemukan dirinya sendiri sehingga muncul pemikiran tidak memerlukan Tuhan..


next to:kaitan Hukum II Decalog dengan Teologi Allah Mati