HUkum II Decalog dan Teologi Allah Mati

Sebelum membaca Artikel ini Alangkah lebih baik memuali membaca Teologi Allah Yang Mati (F.W. Nietzche)


Hukum II Decalog

Pengertian Decalog
Dekalog berasal dari bahasa Yunani yaitu “Dasa Titah” atau sepuluh perintah Allah (Keluaran 34:28).Dekalog yang diberikan dalam dua bentuk itu (Keluaran 20 dan Ulangan 5), merupakan hukum Ibrani yang paling awal dan tradisi menganggapnya berasal dari Musa.Hukum itu diberikan Allah kepada Musa pada dua loh batu (Keluaran 31:28).[12].

 Dekalog atau dasr Titah tersebut juga mengajarkan manusia akan dosanya dan menjadi sumber pengajaran manusia untuk menaati perintah-perintah firman Tuhan.

Dengan mengikuti dekalog ini maka mampu menjadi ancaman bagi masyarakat untuk tetap mentaati perintah firman Allah dan menjauhi perbuatan jahat.[13] Dasa titah itu dirumuskan dengan cara sedemikian universal dan ringkas hingga bagi orang Israel menjadi uraian yang lengkap untuk mengetahui tentang seluruh kehendak Allah.[14]

Serta adanya dekalog dapat mengatur hidup umat-Nya, menguduskan, danm membebasakan serta sekaligus mempersatukan umat Allah.[15]

Pengertian Hukum II Decalog’
Hukum II dekalog yaitu hukum kedua hukum taurat yang berbunyi “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit diatas atau yang ada di bumi dibawah, atau yang ada di dalam air dibawah bumi.

Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya”[16] Pada Hukum II Dekalog ini memiliki makna bahwa Tuhan bertekad menjaga hubungan khas dengan umat-Nya, dikatakan bahwa Ia “cemburu”, yakni menolak orang-orang yang mengganggu persekutuan, istilah itu hanya dipakai untuk Tuhan dalam hubungan dengan ibadah kepada dewa asing (Kel. 34:14; Ul 4:24; dan Ul 6:15), mereka yang membenci Tuhan (Ul. 7:9-10), dan yang melukai hati Allah.

Hukum ke dua dari dasa titah ini melarang membuat gambar Allah berupa patung, bukan karena Allah adalah Roh yang tidak kelihatan, bukan pula karena Allah adalah Pencipta dan patung adalah ciptaan manusia, melainkan karena umat mengalami Allah yang datang.

Jika warga umat Allah menyembah dewa-dewi, menghrapakan penguatan.dari pihak mereka dan berbakti kepada mereka, maka persekutuan antara Tuhan dengan umat-Nya terganggu dan terancam.Hadirnya hukum ini bertekad untuk menjaga hubungan khas dengan umat-Nya.[17]

Hal ini artinya seakan-akan Allah berkata bahwa Dialah satu-satunya tempat kita berpegang, sehingga Dia tidak menerima kekuasaan-Nya dihina atau direndahkan dengan upacara-upacara ketakhayulan sehingga Allah mengemukakan ancaman melalui perintah hokum II Decalog ini.
Hubungan Teologi Allah Yang Mati dan Hukum II Decalog
Hubungan pemikiran Teologi Allah yang Mati menurut Nietzche karena munculnya Yahwe Israel maka semua Tuhan yang lain harus pergi karena Tuhan bangsa Israel inilah Tuhan yang cemburu.

Maka ketika berbakti kepada Tuhan bangsa Israel harus juga berani untuk meniadakan kebudayaannnya dan meninggalkan kebudayannya untuk berbakti penuh kepada Allah Yahwe.

Pemikiran Allah yang mati akibat dari kemajuan dan perkembangan pemikiran abad-19 dan 20 menyebabkan eksistensi Allah sudah dimatikan dalam pemikiran manusia pada masa itu.

Padahal hadirnya hukum II Decalog ini berisikan “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit diatas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi”.

Hukum ini mengingatkan bangsa Israel untuk hanya menyembah kepada Allah bukanlah kepada pemikiran mereka yang ingin memvisualisasikan Allah menurut patung , padahal kuasa dan rupa Allah tidak bisa turut digambarkan oleh manusia manapun.

Artinya di sini ada pemikiran yang sama pada masa perkembangan teologi sehingga munculnya teologi Allah yang mati dan pemikiranlah yang sebenarnya mematikan hal itu seturut dengan kondisi bangsa Israel yang mencoba untuk menggambarkan Allah sehingga muncullah hukum II Decalog untuk bisa menjadi batasan dan patokan iman agar kekuasaan Allah tidak bisa dibatasi oleh manusia. Karen apa yang dipikirkan oleh Allah tidak dapat dipikirkan oleh manusia.[18]

Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat saya simpulkan bahwa teologi Allah yang mati ini berarti manusia dapat hidup sendiri, menentukan sendiri apa yang baik dan yang jahat bagi mereka sendiri, bahkan manusia merasa dirinya dengan akal dan pikirannyya dapat menjawab segala tantangan hidupnya.

Karena sesungguhnya Allah itu hidup dan berkarya dalam hidup manusia Allah bukan mati tapi pikiran-pikiran manusia yang harus dimatikan karena Allah tidak terselami secara akal dan metafisik. Inilah berarti bahwa Allah memang tidak bisa dijangkau, tidak bisa dibatasi layaknya hadirnya hukum II decalog untuk mengingatkan bangsa Israel agar tidak mencoba menggambarkan kebesaran dan kekuasaan Allah.

Daftar Pustaka
Barth,Christoph, Teologi Perjanjian Lama I, Jakarta:BPK-GM,2012
Becker,Theol. Dieter Pedoman Dogmatika, Jakarta:BPK-GM,2001
Blommendaal,J., Pengantar kepada Perjanjian Lama, Jakarta:BPK-GM,1983
Browning,W.R.F., Kamus Alkitab, Jakarta:BPK-GM,2014
Collins,Gerald O. & Edward G, Kamus Teologia,Yogyakarta:Kanisius,1998
Hadiwijono,Harun, Teologi Reformatoris Abad Ke-20, Jakarta: BPK-GM,1999
Jonge,Chr. De, Apa itu Calvinisme?, Jakarta:BPK-GM,2014
Thiesen,Henry C., Teologi Sistematika, Malang: Gandum Mas,1993
Verkuyl, J., Etika Kristen Bagian Umum , Jakarta:BPK-GM,1986