Kontrafersi Orang Kristen dalam Undang-Undang Dasar 1945

Sebelum membaca blog ini lebih baik memulai dari artikel Kiprah orang Kristen pada kemerdekaan
Undang-Undang Dasar 1945

Permasalahan lain timbul saat batang tubuh UUD dibahas. Permasalahan itu muncul setelah Wachid Hasjim mengajukan dua usul yaitu: pertama, agar pasal 4 ayat 2 dicantumkan bahwa yang dapat menjadi presiden hanya orang Indonesia “Asli” yang beragama Islam dan yang kedua, agar isi pasal 28 (yang kemudian menjadi pasal 29) diubah bunyinya menjadi “agama negara adalah agama Islam” dengan menjamin kemerdekaan orang-orang yang beragama lain. Kemudian usulan itu didukung oleh Sukiman tetapi di tentang oleh Agus Salim. Usulan Wachid Hasjim ini juga ditentang oleh Djajadiningrat yang meminta agar pasal 4 ayat 2 dihapus sama sekali, karena dalam praktiknya sudah tentu ang menjadi presiden adalah orang Indonesia asli yang beragama Islam. Pendapat Djajadiningrat ini didukung oleh Otto Iskadardinata dan Wongsonegoro, juga dari golongan kebangsaan, Otto Iskandardinata juga mengusulkan agar pasal 29 dibagi kedalam dia ayat yaitu: 1. Diambil dari kalimat Preambule (pembukaan UUD) dan yang ke-2 “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadah menurut agamanya masing-masing”. Sedangkan Wongsonegoro mengusulkan agar didalam pasal 29 ayat 2 ditambah kata-kata dan kepercayaannya diantara kata-kata agamanya dan masing-masing, untuk menghindarkan kesan bahwa negara boleh memaksa orang Islam untuk menjalankan syariat agama. ketiga usul itu itu diterima oleh Soekarno selaku ketua panitia khusus.
lihat juga: Sejarah Reformasi Jesman oleh Philip Melancton

Dalam lanjutan sidang pleno kedua BPUPKI pada tanggal 14-16 Juni 1945, muncul berbagai tanggapan terhadap rancangan UUD, dan meliputi 12 permasalahan. Tiga diantaranya adalah:

  • tentang kata-kata “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
  • tentang kemerdekaan beragama
  • tentang kepala negara yang harus Bergama Islam
lihat juga: Reformasi Gereja oleh Calvin
Ketiga hal ini dipermasalahkan oleh golongan Islam, karena menurut mereka jika ketiga hal ini diubah akan menimbulkan kesan bahwa negara mengijinkan kaum muslim meninggalkan Islam atau pindah ke agama lain. Sehingga setelah melewati perdebatan yang panjang, diputuskanlah bahwa dari panitia menerima dengan bulat pasal 28 BAB X tentang agama, demikian:

  1. negara berdasarkan ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan untuk beribadat menurut agamanya masing-masing.


Kepada tokoh Kristen, Soekarno berkata: “Saya minta supaya apa yang saya usulkan itu diterima dengan bulat-bulat oleh anggota sekalian, walapun saya mengetahui bahwa ini berarti pengorbanan yang sehebat-hebatnya dari pihak saudara-saudara kaum patriot Latuharhary dan Maramis yang tidak beragama Islam. Saya minta dengan rasa menagnis supaya sukalah saudara-saudara menjalankan offer ini kepada tanah air dan bangsa kita, pengorbanan untuk keinginan kita, supaya kita bisa lekas menyelesaikan supaya Indonesia merdeka.

Pembentukan PPKI Hingga Kemerdekaan Indonesia
Pada bulan Juli 1945 semua unsur dalam kelompok Jepang sepakat bahwa kemerdekaan Indonesia harus diberikan dalam kurun beberapa bulan. Mereka memutuskan bahwa Jawa akan diberi kemerdekaan pada awal bulan September, sedangkan daerah-daerah lainnya di Indonesia segera menyusul. Pada tanggal 6 Agustus 1945 Amerika menjatuhkan bom atom pertama di Hirosima yang menewaskan sedikit 78.000 orang.

Keesokan harunya keanggotaan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) diumumkan di Jakarta dan disiarkan keseluruh Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di Nagasaki. Pada hari yang sama Soekarno Hatta dan Radjiman terbang ke Saigon untuk menemui Panglima Wilayah Selatan, Panglima tertinggi Hasaichi Terauchi yang baru bisa mereka temui di Dalat Saigon, pada tanggal 11 Agustus 1945. Kepada mereka, Terauchi menjanjikan kemerdekaan bagi seluruh wilayah Hindia-Belanda, namun menolak penggabungan Malaya dan wilayah-wilayah Inggris di Kalimantan. Pada tanggal 14 Agustus 1945 mereka tiba kembali di Indonesia.

Kemudian pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat, dan pada tanggal 17 Agustus 1945 pagi, Soekarno membacakan Proklamasi kemerdekaan itu dihadapan sekelompok orang yang relative sedikit jumlahnya di halaman rumahnya sendiri di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Disaat itu pula bendera Merah Putih dikibarkan dan diiringi lagu “Indonesia Raya”. Dengan demiian sebuah negara Republik Indonesia telah lahir.