Meneliti dan menggali arti dan makna kerajaan Allah dalam Injil Yohanes
Meneliti dan menggali arti dan makna kerajaan
Allah dalam Injil Yohanes
I.
Pendahuluan
Berbicara mengenai topik kerajaan Allah merupakan
sesuatu yang selalu menarik untuk membicarakan hal ini, oleh karena orang-orang
Kristen bergumul dengan tema ini dalam kehidupan. Disebut menarik karena tidak
mudah untuk memahami tentang tulisan-tulisan Perjanjian Baru mengenai topik tersebut. Dengan
demikian, maka pemahaman tentang kerajaan Allah merupakan sesuatu yang
sunguh-sungguh diperlukan. Dan saat ini kita akan membahas lebih dalam lagi
mengenai judul topik di atas.
II.
Pembahasan
2.1. Sekilas Mengenai Injil
Yohannes
Injil
Yohanes merupakan injil keempat dari Perjanjian Baru setelah injil Sinoptik.
Injil Yohanes ditulis oleh Rasul Yohanes. Kitab ini ditulis sebelum Bait Allah
dimusnahkan, yang ditulis sebelum tahun 100 M. Mengingat bahwasanya naskah
tersebut harus disalin dan dibawa ke Mesir. Karena tulisan-tulisan ini pada
masa itu dalam berbentuk naskah, sehingga kemungkinan besar adalah tahun 70 M.
kitab ini ditulis dan ditujukan untuk orang Yahudi, tetapi Yohanes
menerjemahkan istilah “Rabi” dan “Mesias”. Supaya pembaca yang lain yang bukan
sasaran utama tidak menjadi bingung, tetapi kita harus ingat bahwasanya pertama
sekali injil ini adalah untuk menginjili orang Yahudi. Tema utama dalam Injil
Yohannes adalah Yesus, sebagai Wujud kasih Allah untuk menebus dosa manusia,
supaya manusia memperoleh keselamatan dan Kehidupan yang kekal.[1]
2.2.
Pengertian Kerajaan Allah Secara Umum
Kata “Kerajaan” dalam bahasa Yunani adalah
“basilea”,
yang ditunjukkan pertama kali untuk menandakan suatu kepunyaan
dan pemerintahan yang dimiliki raja yang mempunyai kuasa atau martabat
yang tertinggi. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia istilah kerajaan berasal dari kata “raja”, yang berarti orang yang mengepalai dan memerintah suatu
bangsa atau negara.[2]
Sedangkan kerajaan
berarti tanah atau negeri dan atau juga wilayah yang dikepalai oleh raja atau suatu bentuk
pemerintahan yang dikepalai oleh raja, artinya kerajaan juga berarti suatu tanda-tanda kebesaran raja,
martabat atau kedudukan dan wilayah kekuasaan seorang raja.[3]
Kerajaan Allah adalah istilah pokok pemberitaan Yesus
Krisrus. Kerajaan Allah
ini sebagai berita gembira dan sukacita. Kenyataan ini menjelaskan bahwa kerajaan Allah bukanlah hasil usaha manusia tetapi
sekalipun demikian, bukankah manusia tidak bisa atau tidak berusaha untuk masuk
kedalamnya atau memilikinya, karena kehadiran kerajaan Allah adalah penyelamatan atas ciptaan termasuk
manusia.[4]
Kerajaan Allah adalah pemerintahan tertinggi Allah, namun pemerintahan Allah
terwujud dalam tahap-tahap yang berbeda-beda sepanjang sejarah penebusan. Oleh
karena itu, manusia masuk ke dalam wilayah pemerintahan Allah dengan mengalami berkat-berkat
pemerintahan-Nya
dalam kadar yang berbeda-beda. Kerajaan Allah adalah zaman yang akan datang
yang biasa
disebut dengan sorga. Kita akan mengalami suatu berkat-berkat pemerintahan-Nya dalam kepenuhan yang sempurna. Akan tetapi kerajaan itu ada di sini dan dapat kita nikmati sebagian
berkat-berkat pemerintahan-Nya secara nyata. Kerajaan Allah sama sekali bukanlah
suatu kenyataan rohani atau kenyataan yang ada sekarang,
kerajaan Allah seluruhnya merupakan kenyataan masa
mendatang dan bersifat adikodrati. Dari pemaparan di
atas secara sederhana dapat membantu untuk menemukan
definisi kerajaan
Allah, yakni pemerintahan Allah tetapi pemerintahan Allah bukanlah tentang suatu daerah, melainkan
menyatakan bahwa dalam segala hal Allah adalah pemerintah tertinggi.[5]
Kerajaan Allah memilki substansi yang berbeda dengan
istilah kerajaan
politis manusia. Kerajaan Allah bukan berarti tempat, wilayah yang diperintahi
tetapi berlakunya kedaulatan Allah.[6]
2.3. Hakekat
Kerajaan Allah
Kerajaan Allah merupakan hal yang sangat penting dalam
Teologi Perjanjian Baru. Mengapa? Karena dalam PB dinyatakan janji Allah digenapi dalam
akhir zaman (1 Korintus 10:11), ciptaan baru telah datang, hidup
kekal telah tiba, dan Perjanjian Baru menjadi kenyataan. Secara khusus, Tuhan
menjanjikan negeri keturunan berkat universal kepada Abraham. Akan tetapi Allah
secara perlahan menggenapi janji-Nya sampai nantinya
Kristus Yesus datang ke dunia ini. Janji
Allah telah digenapi oleh bangsa Israel mewarisi negeri itu dan jumlah
keturunannya bertambah dengan cepat. Kerajaan Allah berfokus kepada kebenaran bahwa kerajaan Allah itu berasal dari Allah
sendiri. Kerajaan yang tidak bersifat duniawi tetapi lebih menggambarkan kedaulatan
dan kekuasaan-Nya
atas semua
Kerajaan-Nya
dalam pemerintahan-Nya.[7]
Jadi, pemberitaan Yesus Kristus itu berarti bahwa Allah mulai
berkuasa, dan melaksanakan pemerintahan-Nya
atas segala bangsa. Pemerintahan itu akan menjadi keadilan, keselamatan,
dan perlindungan bagi seluruh umat manusia. Karena kerajaan Allah itu adalah
pemerintahan Allah, maka setiap aspek kerajaan itu harus berasal dari karakter
dan tindakan Allah pada masa kini dan masa depan kerajaan itu adalah
manifestasi penebusan dari pemerintahan kerajaan-Nya pada akhir zaman.[8]
2.4.Beberapa Kajian Para Ahli
Teolog Terhadap Kerajaan Allah
1.
Donald Guthrie
Kerajaan Allah menunjuk kepada adanya hubungan antara masa sekarang
dan masa yang akan datang. Dalam artian bahwa perwujudan itu akan lengkap hanya
dalam kerajaan yang akan datang, tetapi sudah diwakili pada masa sekarang di
dalam umat manusia.[9]
2.
Menurut George Eldon Ladd
Kerajaan
Allah adalah pemerintahan tertinggi Allah, namun pemerintahan Allah itu terwujud
dalam tahap yang berbeda-beda sepanjang sejarah penebusan. Kerajaan Allah
adalah zaman yang akan datang, yang biasa disebut Sorga. Kita akan mengalami
berkat-berkat pemerintahan-Nya dalam kepenuhan yang sempurna. Akan tetapi,
kerajaan itu ada di sini saat ini dan dapat kita nikmati sebagian dari
berkat-berkat pemerintahan Allah itu secara nyata.[10]
3. Menurut Gordon Fee
Yang
dikutip oleh Glen dan David dalam buku Etika Kerajaan, Kerajaan Allah adalah suatu
peristiwa masa depan sekaligus suatu realitas masa kini.[11]
2.5. Arti Kerajaan Allah
dalam Injil Yohanes
Baca juga: arti kerajaan Allah menurut Lukas dan Kisah Para Rasul
Yang paling utama dalam Injil Yohanes tentu saja adalah Yesus yang oleh-Nya janji Allah mencapai penggenapan-Nya. Injil Yohanes berbeda sekali dengan Injil-injil sinoptik, karena sifat eskhatologis Injil Yohanes tidak diungkapkan dengan istilah “Kerajaan Allah”, tetapi “Hidup yang Kekal”. Secara sederhana mencatat di sini bahwa kehidupan yang kekal menunjuk kepada kehidupan di masa yang akan datang. Yohanes menekankan bahwa kehidupan masa yang akan datang itu sudah menjadi milik orang yang percaya kepada Yesus (Yoh 5:24), sehingga Yohanes menekankan perwujudan janji akhir zaman pada masa kini.[12]
Yang paling utama dalam Injil Yohanes tentu saja adalah Yesus yang oleh-Nya janji Allah mencapai penggenapan-Nya. Injil Yohanes berbeda sekali dengan Injil-injil sinoptik, karena sifat eskhatologis Injil Yohanes tidak diungkapkan dengan istilah “Kerajaan Allah”, tetapi “Hidup yang Kekal”. Secara sederhana mencatat di sini bahwa kehidupan yang kekal menunjuk kepada kehidupan di masa yang akan datang. Yohanes menekankan bahwa kehidupan masa yang akan datang itu sudah menjadi milik orang yang percaya kepada Yesus (Yoh 5:24), sehingga Yohanes menekankan perwujudan janji akhir zaman pada masa kini.[12]
Arti kerajaan Allah menurut Yohannes adalah “lahir
baru” tetapi lebih condong kepada kehidupan. Peran Roh dalam kelahiran kembali
memperlihatkan dengan jelas bahwa ini adalah suatu pekerjaan Ilahi. Setiap umat
harus menyerahkan diri pada suatu perubahan yang radikal. Kelahiran baru secara
rohani nampaknya sangat diperlukan sebagai syarat masuk ke dalam kerajaan Allah
atau lebih tepatnya adalah kelahiran baru itu menjadi pintu masuk kerajaan
Allah (Yohanes 3:3,5). Yohanes memandang bahwa kerajaan
Allah itu hadir dalam pribadi Yesus Kristus. Kehidupan yang kekal adalah bagian
dari kerajaan Allah yang terwujud dalam Yesus Kristus.[13]
Dibandingkan dengan Kitab Injil Sinoptik lain, Injil
Yohanes sangat sedikit berbicara tentang kerajaan Allah. Hanya ada dua perikop
yang menyatakan gagasan kerajaan Allah. Perikop pertama ialah Yohanes 3:3, yang terdapat dalam
percakapan Yesus dengan Nikodemus. Kata-kata Yesus: “Sesungguhnya jika seorang
tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah”, kata-kata itu
sangat membingungkan Nikodemus. Gagasan kelahiran kembali dipahaminya secara
harafiah dan karena itu hanya diterima dengan ragu-ragu. Tetapi gagasan kerajaan
Allah itu tidaklah membingungkan, karena
ungkapan dilahirkan kembali dalam ucapan Yesus ini adalah kiasan yang bermakna
mendalam yang tidak selalu dapat diungkapkan dengan baik dalam bahasa tertentu.
Meski demikian, mungkin dapat diupayakan menegaskan makna itu, umpamanya dengan
menerjemahkannya dilahirkan sekali lagi atau dilahirkan kedua kalinya.[14]
Kita tidak dapat menebak apa yang dipikirkan oleh Nikodemus
tentang Kerajaan, tetapi jelas bahwa hal itu sudah biasa bagi dia. Sama seperti
dalam Injil-injil sinoptik lain bahwa gagasan itu dikemukakan tanpa penjelasan.
Tetapi ayat ini melangkah lebih jauh dari Kitab Injil Snoptik lain, dalam hal
dihubungkannya “keikutsertaan dalam Kerajaan” dengan “kelahiran kembali”. Perikop
yang kedua ialah ucapan Yesus dalam Yohanes 3:5 malah lebih khusus lagi ”Sesungguhnya
jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam
Kerajaan Allah”. Ucapan ini membicarakan lebih dari sekedar “melihat”, yang
dipersoalkan ialah syarat untuk masuk. Lagi pula peran Roh dalam kelahiran
memperlihatkan dengan jelas bahwa ini adalah suatu pekerjaan Ilahi. pernyataan
ini membuang gagasan kerajaan Allah sebagai pekerjaan manusia.[15]
Dalam Yohanes 18:33, Pilatus dalam percakapannya
dengan Yesus, bertanya: “Engkau inikah raja orang Yahudi?” Pertanyaan ini
menggairahkan Yesus untuk menegaskan bahwa kerajaan-Nya bukan dari dunia ini
(Yoh 18:36). Ia membedakan penafsiran kerajaan yang politis dan yang rohani,
suatu pembedaan yang selaras dengan yang terdapat dalam kitab-kitab Injil
sinoptik. Yesus lebih lanjut mengakui bahwa Ia adalah seorang Raja dan kemudian
menambahkan “Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia
ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran” (Yoh 18:37). Ini
betul-betul merupakan pandangan yang rohani tentang kerajaan Allah. Pertanyaan
itu bukan dimaksutkan untuk menyelubungi melainkan sebaliknya untuk memberi
kesaksian.[16]
Untuk melengkapi kedua perikop yang khusus itu, ada
beberapa ungkapan lain dalam Injil Yohanes yang dapat dicantumkan di sini.
Natanael menghubugkan gelar “Raja orang Israel” dengan “Anak Allah” (Yoh 1:49)
dan kedua gelar itu diterima Yesus tanpa protes. Apa pun yang dimaksud oleh
Natanael, Yesus menyadari bahwa diri-Nya adalah seorang Raja rohani dan Ia akan
memahami gelar itu dalam kerangka pengertian ini. Gelar yang sama diberikan
kepada Yesus ketika Ia memasuki Yerusalem (Yoh 12:13: “Hosanna! Diberkatlah Dia
yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!). Kitab-kitab Injil sinoptik yang
mencatat penggunaan gelar ini, namun mereka semua menceritakan peristiwa masuk
ke Yerusalem itu sebagai suatu peristiwa yang ada hubungannya dengan raja.[17]
2.6. Makna Kerajaan Allah dalam Injil
Yohanes
Dengan kedatangan Yesus
sebagai manusia, Kerajaan Allah ada di dunia ini, dimana kuasa Allah ada
mengalahkan kegelapan disitu ada kerajaan Allah. Kerajaan Allah datang dengan
orang-orang yang percaya kepada Yesus yang menerima dia sebagai Raja dalam
hidupnya, Yesus datang pertama-tama kepada orang Israel yang sudah lama
menantikan kerajaan itu, tetapi mereka tidak menerima dia (Yoh 1: 11-13)
kerajaan Allah bukan hanya untuk mereka. Kerajaan Allah terbuka untuk semua
Bangsa yang mau percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruslamat kita,
Yesus datang pada kemulianNya di kayu Salib . tidak ada jalan lain, karena
justru kayu Salib merupakan Kemulian-Nya, Disitu lah kemulian dan kasih
karuania Allah dinyatakan (Bnd Yoh 1:14, 12:32. 33, 37-41). Yohannes Menggarisbawahi
singnifikansi dari kerajaan Allah sejauh yang dilakukan oleh penulis Injil
lainnya, Yohannes memakai istilah “Kehidupan yang Kekal ” untuk
mengkomunikasikan hal yang sama. Yohannes mencoba menjelaskan istilah yang
berbeda namun memiliki pengertian yang sama . Hidup yang kekal merupakan apa
yang ada dalam kerajaan Allah, sehingga memperoleh hidup yang kekal berarti
masuk ke dalam kerajaan Allah.[18]
III.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat
disimpulan bahwa kerajaan Allah itu hanya dua kali dibahas dalam Injil Yohannes
tepatnya dalam Yohanes 3:3 dan pasal 3:5, yang membahas tentang percakapan
Yesus dengan Nikodemus. Percakapan Yesus dengan Nikodemus memberikan pengajaran
bahwa kerajaan Allah hanya dapat dimasuki ketika sudah lahir baru, artinya bahwa
ketika manusia menyerahkan diri pada suatu perubahan yang radikal akan membuatnya
menjadi ciptaan yang baru. Kelahiran baru secara rohani, sangat diperlukan
sebagai syarat untuk masuk kepada kerajaan Allah atau lebih tepatnya bahwa
kelahiran baru itu adalah pintu masuk ke dalam kerajaan Allah tersebut. Dalam Injil
Yohanes kembali menegaskan bahwa kerajaan Allah sama artinya dengan kehidupan
yang kekal, memang seakan kedua hal ini berbeda namun maknanya sama. Dalam
Yohannes 3:16 yang mengatakan “setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa,
melainkan beroleh hidupan yang kekal”.
Gereja harus memanggil keluar
orang-orang yang berada dalam kegelapan menuju terang Ilahi pemilik Kerajaan Allah
itu. Maka setiap orang akan mengalami kelahiran baru, memaknai tujuan hidup
adalah bukan hal yang dunia melainkan kehidupan yang kekal dalam kerjaan Allah
itu. Gereja bertugas memberitakan kerajaan Allah kepada setiap orang secara
prakteknya melalui persekutuan, kesaksian, pelayanan dalam kehidupan ini.
IV.
Daftar
Pustaka
Browning, W.R.F. Kamus Alkitab, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007.
Guthrie, Donald. Teologi
Perjanjian Baru 3, Jakarta: BPK, 1993.
Guthrie, Donald. Teologi
Perjanjian Baru I Keselamatan Dan Hidup
Baru, Jakarta: BPK-GM, 2002.
Gutrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru
2, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2001.
Hagelberg, Dave. Tafsiran Injil YohanesI, Yogyakarta
:Andi, 2009.
Hakh, Samuel
Benyamin. Perjanjian Baru: Sejarah dan Pokok-pokok Teologisnya, Bandung:
Bina Media Informasi, 2010.
Joel
B.Green, Memahami Injil-injil dan kisah Para rasul, Jakarta:
Persektuan Pembacaan Alkitab , 2005.
Ladd, George Eldon Injil
Kerajaan, Malang: Gandum Mas, 1994.
Ladd, George Eldon. Teologi Perjanjian Baru jilid 1, Bandung:
Kalam Hidup, 2002.
Newman, Barclay
M. Nida, Eugene A. Pedoman Penafsiran Alkitab: Injil Yohanes, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2019.
Poerwadarminta, W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996.
Schriner, Thomas R. New Testament Theology: Memuliakan Allah
dalam Kristus, Yogyakarta: Andi, 2015.
Stassen Glen H. & Gushee, David P. Etika Kerajaan: Mengikut Yesus Dalam Konteks Masa Kini, Surabaya:
Momentum, 2008.
Tenney, Merrill C. Survei Perjanjian Baru, Malang: Penerbit
Gandum Mas, 2013.
[1]Dave Hagelberg, Tafsiran Injil YohanesI, (Yogyakarta
:Andi, 2009), 20-23.
[7]Thomas R. Schriner, New
Testament Theology: Memuliakan Allah dalam Kristus, (Yogyakarta:
Andi, 2015), 15-19.
[8]George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru jilid 1, (Bandung:
Kalam Hidup, 2002), 105-106.
[9]Donald Guthrie, Teologi Perjanjian
Baru 3, (Jakarta: BPK, 1993), 26.
[10]George Eldon Ladd, Injil Kerajaan,
(Malang: Gandum Mas, 1994), 7.
[11]Glen H. Stassen & David P. Gushee, Etika Kerajaan: Mengikut Yesus Dalam Konteks Masa Kini, (Surabaya:
Momentum, 2008), 4.
[13]Donald Guthrie, Teologi Perjanjian
Baru I Keselamatan Dan Hidup Baru,
(Jakarta: BPK-GM, 2002), 30.
[14]Barclay M. Newman, Dr. Eugene A. Nida, Pedoman
Penafsiran Alkitab: Injil Yohanes,
(Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2019), 75.
[15]Samuel Benyamin
Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah dan Pokok-pokok Teologisnya, (Bandung:
Bina Media Informasi, 2010), 310.
[16]Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, (Malang:
Penerbit Gandum Mas, 2013), 242.
[17]Thomas R.
Schriner, New Testament Theology:
Memuliakan Allah dalam Kristus, (Yogyakarta: Andi, 2015), 40-41.
[18]Joel
B.Green, Memahami Injil-injil dan kisah Para rasul, (Jakarta:
Persektuan Pembacaan Alkitab , 2005), 205.