Tokoh-Tokoh Kristen pada masa Indonesia Merdeka

sebelum membaca artikel ini alangkah baiknya membaca di mulai dari Kiprah orang Kristen pada Kemeerdekaan Indonesia
Kiprah Tokoh-Tokoh Kristen pada masa Indonesia Merdeka

Tokoh-Tokoh  Kristen Pada Masa Indonesia Merdeka yaitu:
1. J. Leimena (1907-1948)
Johannes Leimena berasal dari Ambon, tetapi ia tinggal di jakarta sejak usia mudanya, dikota itu ia bersekolah di STOVIA. Kemudian pada tahun 1930-1941 ia bekerja sebagai dokter di RS Zending di Bandung, dan setelah itu di tempat yang lain lagi. Tahun 1939 ia mencapai gelar Doktor di Jakarta dengan tesis yang membahas uji coba hati pada kaum pribumi.

lihat juga: Etika: Iptek Menjadi Berhala Modern
Beberapa publikasinya sesudah perang berisi juga berbagai pokok mengenai hal yang sama. Amir Sjarifoeddin bertindak sebagai salah seorang pendampingnya dalam upacara pengukuhannya sebagai doktor. Ia ditahan oleh kempetai Jepang selama setengah tahun, setelah itu ia mengambil bagian dalam perjuangan dibawah tanah. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan mulai tahun 1946 sampai tahun 1966 ia memegang jabatan dalam hampir semua kabinet Indonesia sebagai menteri kesehatan, menteri sosial, dan akhirnya sebagai wakil perdana menteri.

Beberapa kali ia sebentar-sebentar memegang jabatan sementara presiden. Leimena mendapat kepercayaan khusus dari pihak Presiden Soekarno. Dalam tahun-tahun pertama pasca perang ia menghadiri konferensi Meja Bundar di Hoge Veluwe dan di Linggajati selaku wakil Republik. Di Indonesia yang merdeka ia melayani gereja antara lain sebagai Kurator STT, sebagai wakil ketua DGI dan sebagai ketua partai Kristen (Parkindo).

2. Amir Sjaruddin (1907-1948)
Amir Sjaruddin berasal dari lingkungan Islam “liberal”, walaupun banyak kerabatnya yang beragama Kristen (misal pamannya, Todung Sutan Gunung Mulia), dan dia baru dibabtis dan menjadi anggota HKBP pada tahun 1931. Amir berdasarkan pendidikan pada Gymnasius di negeri Belanda justru menentang paham politik dan ansionalisme yang berkaitan dengan agama tertentu, seraya menekankan nasionalisme Indonesia yang mencakup semua suku dan agama.

Pada pertengahan tahun 1940 Amir memisahkan diri dari Gerindo dan menjadi aktif dalam kehidupan gereja, ia antara lain menghadiri konfrensi Netherlands Indische Zending Bond (NIZB) di Karang Pandan, Solo (21-24 Oktober 1941) yang membicarakan tanggung jawab serta partisipasi Gereja dan umat Kristen dalam bidang politik. Di situ Amir menegaskan bahwa pada satu pihak umat Kristen merupakan bagian integral dari bangsanya. Karena itu seharusnya mereka berjuang bahu-membahu dengan kaum Muslim dan Nasionalis untuk mencapai kemerdekaan.

lihat juga: Spiritualitas Injil Yohanes
3. A. A. Maramis
Maramis adalah salah seorang dari anggota panitia sembilan. 28dalam pertemuan di keramat 65 setelah pertemuan antara Mr. Sartono dan Mr. Maramis yang datang khusus meminta pandangan pemuka-pemuka Kristen Indonesia, terhadap rancangan UUD yang telah dipersiapkan PPKI.

Menurut keterangan Abednego dalam pertemuan itu disarankan pemuka Kristen agar kalimat dalam rancangan UUD pada sila pertama dan presiden Indonesia harus beragama Islam dihapuskan.29

4. Mr. Latuharhary 
Mr. Latuharhary adalah salah seorang tokoh Kristen yang ikut berkiprah dalam pembentukan Piagam Jakarta. Menyangkut dasar negara yang akan dicantumkan dalam pembukaan UUD, Latuharhary menyampaikan keberatan atas nama Kristen khususnya menyangkut kalimat dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya, yang terdapat pada sila pertama Pancasila versi Piagam Jakarta.

Menurut Latuharhary, kalimat tersebut akan mendatangkan akibat yang besar sekali terhadap agama-agama lain dan juga bisa menimbulka kekacauan terhadap adat-istiadat seperti di Minang Kabau dan di Maluku.29Menanggapi hal itu, M. Hatta menghubungi tokoh Islam sebelum sidang PPKI untuk merundingkan hal itu demi mencegah perpecahan Nasional. Akhirnya disepakati mengganti tujuh kata tersebut dengan tiga kata yaitu: “yang Maha Esa”.

 Selanjutnya sidang juga sepakat menghilangkan semua ketentuan dalam UUD yang mengandung hak khusus pihak Islam, misalnya ketentuan bahwa presiden harus beragama Islam. Dalam rapat resmi PPKI itu juga diterima keberatan Latuharhary atas usul pembentukan Kementrian Agama tersendiri, sehingga pada waktu itu urusan agama digabungkan dengan Kementrian Pendidikan.

IV. Daftar Pustaka
......, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991.
Antonius Simanjuntak, Bungaran, Pikiran Kritis Untuk Rakyat Indonesia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2009.
F. Ukur & F.L. Cooley, Jerih dan Juang, Jakarta: Lembaga Pendidikan Studi DGI, 1979.
Hamonangan Sirait, Saut, Politik Kristen di Indonesia, Jakata: BPK-GM, 2005.
Hoekema, A.G.,Berpikir dalam Keseimbangan yang Dinamis, Jakarta: BPK-GM, 1997.
J. Ngelow, Zakaria, Kekristenan dan Nasionalisme, Jakarta: BPK-GM, 1994.
J. Ngelow, Zakaria, Meretas Jalan Teologi Agama-Agama di Indonesia, Jakarta: BPK-GM, 2000.
Jimmy Asshiddiqie, Jimmy, Kemerdekaan Berserikat, Jakarta: Konstitusi Pers, 2005
Ricklefs, M.C., Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1993.
S. Aritonang,Jan,Sejarah Perjumpaan Kristen Dan Islam Di Indonesia, Jakarta: BPK-GM, 2004.
Van den End, Th.  & Weitjens, J., Ragi Cerita 2, Jakarta: BPK-GM, 2015.
W.B. Sijabat, Partisipasi Krissten Dalam Nation Bulding Di Indonesia, Jakarta: BPK GM, 1968.