Teologi Spiritualitas Kitab Injil Lukas dan Kisah Rasul


Meneliti dan Menggali Teologi Spiritualitas Kitab Injil Lukas dan Kisah Rasul Serta Refleksinya di Era Revolusi Industri 4.0.

I. Pendahuluan
Kitab Lukas dan Kisah Para Rasul adalah dua kitab yang dimuat di dalam Perjanjian Baru. Kedua kitab ini memiliki kaitan yang erat mengenai spiritualitas yang dimuat di dalam keduanya. Spiritualitas yang akan digali dan yang pada akhirnya dapat direfleksikan di dalam Era Revolusi Industri 4.0 memiliki nilai yang penting untuk dibahas. Sehingga tujuan dari bahasan kali ini yaitu agar setiap pembaca dapat merefleksikan spiritualitas yang didapat di dalam kedua kitab tersebut dapat tercapai. Semoga bahasan kali ini dapat berguna bagi para pembaca.

II. Pembahasan
2.1.Arti dan Makna Spiritualitas Seacara Umum
Spiritual berasal dari kata spirit yang berarti “semangat, jiwa, roh, sukma, mental, batin, rohani dan keagamaan”.[1] Sedangkan Anshari dalam kamus psikologi mengatakan bahwa spiritual adalah asumsi mengenai nilai-nilai transcendental.[2]

Baca juga:
Teologi Spiritualitas Injil Yohanes
Teologi Spiritualitas Yesus dalam injil Matius 

2.2.Pengertian Spritualitas Kitab Injil Lukas dan Kisah para rasul 
Arti Dan Makna Spiritualitas Dalam Injil Lukas Bagaimana sebenarnya spiritualitas dalam Injil Lukas erat sekali dengan pemaknaan Spiritualias dalam Kisah Para Rasul. Dalam Injil Lukas sangat ditekankan sikap Allah/ karya Allah yang nyata di dalam Kristus. Adanya kesadaran manusia akan tindakan Allah yang diperlihatkan di dalam Kristus.

Mengapa Injil Lukas? Tentu saja Alkitab di berbagai tempat mengajarkan bagaimana sikap melayani Tuhan sebagai hamba (Yes. 49:5-6; Mzm. 101:6; Mat. 20:28; 25:44-45; Mrk. 10:45; Luk. 8:3; 10:40-42; Yoh. 12:26; Rm. 7:6; 16:18; 1Kor. 12:28; Ef. 6:7; 1Ptr 4:11; dll.). Meskipun demikian, Lukas memberikan kekhasan menarik ketika membahas pelayanan. Renungkan saja Luk. 10:38:42 tentang Marta dan Maria. Kisah ini memberikan arti kepada aktivitas melayani kita. Kita bisa bersimpati dengan semangat “melayani Tuhan” yang diperlihatkan Marta, namun apa kata Tuhan? Lukas mengajak kita melihat karakter seorang hamba dalam “keheningan” bukan hanya dalam semangat dan keaktifan dalam melayani. Hal ini menarik, bukan? Apalagi di saat orang-orang bisa terlena dengan kualitas pelayanan yang diukur dari kelihaian berkhotbah, keaktifan, kesibukan, dan “jam terbang” seorang hamba Tuhan.

Seorang sarjana Perjanjian Baru bernama John M. Creed pernah menyebutkan bahwa penulis Injil ketiga, Lukas, hanya mengimpor teologi atau gagasan yang ada dalam tradisi sumbernya[3]. Seirama dengan apa yang diyakini penulis lain semisal Thomas Brodie, tulisan pendek ini hendak menunjukkan kenyataan yang berbeda: Lukas adalah seorang penggagas yang kreatif. Melalui caranya menyusun bahan-bahan Injil, ternyata ia memiliki gagasan teologis yang otentik terutama seputar tema spiritualitas.

Dalam Injil Lukas ada dua tokoh yang dengan eksplisit menyebut dirinya sebagai hamba. Mereka adalah Maria bunda Tuhan Yesus dan Simeon, seorang saleh yang merindukan kedatangan Mesias. Maria dalam nyanyian pujiannya (Magnificat) berkata: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya” (Luk. 1:46-48). Maria juga pernah berkata, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan.” Adapun dalam pujian Simeon (Nunc Dimittis), dalam sukacita dan harunya, terungkap demikian: “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu” (Luk. 2:29-30).

Berikutnya, kisah Marta dan Maria memberikan kita perspektif untuk melihat pelayanan kita. Ada spiritualitas yang dapat kita pelajari dari semua tokoh tersebut di atas. Dalam cuplikan singkat kehidupan mereka, Maria dan Simeon, serta Marta dan Maria memberikan keteladanan sikap sebagai hamba. Tidak hanya menyebut dirinya hamba, mereka menunjukkan hidup hamba yang melayani yang tidak serta merta muncul karena motivasi diri atau semangat melainkan lahir dari kecintaan yang mendalam kepada Tuhan dan sabda-Nya[4]
Dalam Kisah Para Rasul,Roh Kudus memberi kuasa kepada murid-murid untuk bersaksi mulai dari kota Yerusalem sampai ke ujung bumi(Kisah Para Rasul 1:8). Roh Kudus memenuhi rasul-rasul untuk memberitakan nama Tuhan Yesus dengan berani hati kepada orang banyak dan menggerakkan orang-orang untuk bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 2-4). Roh Kudus menambahkan jumlah orang-orang percaya dengan orang-orang yang diselamatkan (Kisah Para Rasul 2:47). Roh Kudus memenuhi orang-orang percaya sehingga mereka dapat memberitakan firman Allah dengan berani hati (Kisah Para Rasul 3:31).Kelima, Roh Kudus mendisiplin orang percaya sehingga mereka hidup dalam ketakutan akan Allah (Kisah Para Rasul 5).[5]
2.3.SpritualitasKitab Injil Lukas dan Kisah para rasul

Injil Lukas: Tindakan Allah yang Diperlihatkan Dalam Kristus
1. Peduli Pada Orang Bukan Yahudi. 
Injil Lukas tidak hanya diberitakan kepada orang-orang Yahudi tetapi juga kepada orang-orang yang dianggap kafir dan berdosa. Ini tampak dalam penjabaran silsilah Yesus yang ditelusuri hingga Adam, bapa semua manusia.[1] Dari awal, telah dikisahkan tentang malaikat yang datang mengabarkan kesukaan besar yakni kelahiran Juruselamat bagi seluruh bangsa.[1]Dalam cerita tentang Yohanes Pembaptis, Injil Lukas juga mengutip dari Yesaya 40:3-5 yang menyatakan bahwa keselamatan ditawarkan kepada semua bangsa (Lukas 3:4-6). Lukas pun menggambarkan peta pelayanan Yesus yang tidak hanya meliputi daerah Palestina. Tirus dan Sidon, kota-kota yang bukan milik orang Yahudi (Lukas 6:17) juga menjadi sasaran pelayanan Yesus.[6]

2. Sahabat Bagi Orang Miskin.
 Penulis Injil Lukas hidup pada masa ketika orang banyak pada umumnya menganggap hina orang-orang miskin. Pandangan yang muncul pada waktu itu adalah orang yang miskin berarti tidak berkenan pada Allah. Pandangan seperti inilah yang ditolak oleh penulis Lukas.[7]Oleh karena itu, bila dibandingkan dengan penulis-penulis Injil yang lain, penulis Lukaslah yang benyak memberikan perhatian terhadap kehidupan kaum miskin. Istilah ptokhos dalam bahasa Yunani yang berarti miskin banyak digunakan dalam Injil Lukas sedangkan bahasa Ibraninya adalah aniyang artinya orang-orang yang miskin dalam hal materi. Dalam Injil Lukas, istilah ptokhos dapat dijumpai pada Lukas 4:18-19; 7:22; 23; 14:13-21; 20:22-23. Pada perikop-perikop ini orang-orang miskin yang dimaksud adalah mereka yang tertindas, lumpuh, buta, kusta dan cacat. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa orang-orang miskin dalam Lukas adalah orang-orang yang miskin materi sehingga dijauhi dan dipinggirkan oleh masyarakat.Namun, walaupun perhatian Yesus terhadap orang miskin sangat besar ia tidak bermaksud mendorong orang-orang miskin untuk melakukan gerakan revolusioner. Yesus hanya menunjukkan bela rasa terhadap kelompok yang dikucilkan masyarakat ini melalui karya-karya pelayanannya seperti menyembuhkan orang-orang buta, lumpuh, kusta, tulis, bahkan membangkitkan orang mati. Semua itu dilakukannya agar orang-orang dapat terbebas dari segala hambatan sehingga mendapatkan masa depan yang lebih baik.[8]

3. Sahabat Bagi Kaum Perempuan. 
Dalam dunia Yahudi, perempuan tidak dihargai dan dianggap sebagai kaum yang rendah martabatnya. Perempuan juga dipandang tak ada bedanya dengan barang yang dapat dimiliki atau dibuang. Berbeda dengan orang-orang Yahudi kebanyakan, Yesus sebagai orang Yahudi justru tidak berpandangan demikian. Injil Lukas memperlihatkan keakraban Yesus dengan kaum perempuan sebagai sahabat. Ia digambarkan sangat menghargai harkat dan martabat mereka sebagai manusia. Potret perempuan yang sangat menonjol dalam Injil Lukas sudah terlihat sejak awal Injil ini ditulis. Elisabet dan Mariadigambarkan sebagai dua orang perempuan yang dipakai Allah terkait rencana-Nya untuk menyelamatkan dunia. Dalam pelayanan-Nya, Yesus pun melakukan berbagai mujizat terhadap beberapa perempuan seperti menyembuhkan mertua Petrus yang sedang sakit keras dan perempuan yang selama delapan belas tahun kerasukan roh, membangkitkan anak perempuan janda di Nain, memberi diri-Nya disentuh perempuan yang sedang mengalami pendarahan. Perempuan tidak sekadar tampil sebagai kaum yang dibela tetapi juga sebagai kaum yang ikut terlibat dalam pelayanan Yesus. Lukas melaporkan ada sejumlah perempuan yang menjadi murid Yesus.[9]

4. Sahabat Bagi Pemungut Cukai Dan Orang Berdosa.
 Meskipun kekuasaan pusat ada pada pemerintah Romawi akan tetapi pada pelaksanaan tugas ada pendelegasian tugas dan wewenang kepada alat-alat pemerintahan. Untuk mengurusi bidang keuangan diberikan kekuasaan kepada orang-orang Yahudi untuk menarik pajak. Agar dapat menjadi pemungut cukai, seseorang harus membayar sejumlah besar uang yang diambil dari pajak bangsa Israel kepada pemerintah Romawi. Walaupun sudah ada tarif pajak yang ditetapkan tetapi tanpa pengawasan yang ketat mudah saja bagi para pemungut cukai untuk menarik uang dari rakyat lebih banyak dari yang seharusnya diberikan.[10]


Kitab Kisah Para Rasul: Ada lima hal yang menjadi fokus di dalam kitab ini.
  1. Pertama, Kisah Para Rasul ini berisi tentang kelanjutan dari misi Tuhan dalam sejarah. Sejarah ini dipahami sebagai kelanjutan dan pelayanan Yesus. Hal inilah yang menjadi topik yang hangat di dunia teologi masa kini, yaitu dalam mengungkapkan sejarah keselamatan. Konteks kitab ini merujuk kepada pemahaman akan segala peristiwa di dalam hidup dan gereja mula-mula sebagai peristiwa sejarah di dalam karya Tuhan dinyatakan. Iman Kristen juga diperhadapkan langsung dengan Tuhan yang menyatakan diri-Nya Juruselamat di dalam panggung sejarah.
  2. Kedua, Kitab Kisah Rasul ini merupakan kitab misi. Gereja sebagai persekutuan orang percaya memiliki tujuan untuk menjadi saksi tentang Yesus. Misi yang menjadi tujuan kekristenan ini berisi Injil. Injil tetang keselamatan umat manusia. Fokus kitab ini juga bercerita tentang kebangkitan Yesus dari kematian. Kebangkitan dari kematian menjadi tanda bahwa Dia adalah Allah dan Juruselamat. Kematian-Nya membawa pengampunan dosa bagi manusia. Pesan ini dinyatakan oleh Allah Bapa kepada Yesus sebagai otoritas untuk melimpahkan keselamatan dan karya keselamatan itu di dalam gereja.
  3. Ketiga, Kisah Para Rasul banyak juga berkonsentrasi terhadap hal-hal yang menjadi tantangan di dalam pemberitaan Injil. Di dalam pasal 14:22 dituliskan bahwa sekalipun banyak kesengsaraan, kita harus tetap memberitakan Kerajaan Allah. Lukas mengakui bahwa hanya jalan Yesus yang membawanya kepada puncak tantangan tersebut yaitu kematian. Tantangan itu biasanya diawali dengan ejekan rasul-rasul pada hari pentakosta. Selain itu, dilanjutkan lagi dengan usaha oleh para kaum bijaksana untuk diam tentang Yesus. Hal inilah yang menjadi penyebab terjadinya mati martir. Stefanus, salah seorang tokoh mati martir. Dia menjadi tokoh mati martir pertama di dalam kekristenan. Tugas untuk memberitakan Injil memang beban yang berat. Tantangan dan penderitaan menjadi faktor penghalang setiap orang percaya dalam memberitakan Injil.
  4. Keempat, Kisah Para Rasul merefleksikan tekanan luar biasa yang terdapat di gereja awal. Tekanan-tekanan ini melebihi misi kekafiran. Kisah Rasul menjelaskan bahwa orang-orang non-Yahudi, yang dianggap kafir oleh Yahudi adalah termasuk umat Allah. Injil dengan jelas mencatat pesan yang diberikan oleh Yesus Kristus kepada murid-murid-Nya. Pesan itu menjelaskan bahwa murid-murid-Nya memberitakan Injil kepada seluruh bangsa-bangsa. Namun, inti persoalannya adalalah apakah munculnya gereja telah menghasilkan sebuah komunitas baru yang berbeda dengan Yudaisme. Yudaisme memang adalah awal dari kekristenan. Orang-orang Kristen awal pun adalah orang Yahudi. Dalam hal ini, setiap orang berhak untuk menerima kabar keselamatan yang diberikan oleh Yesus itu. Oleh sebab itu, tidak lagi mempersoalkan Yahudi atau non-Yahudi.
  5. Terakhir, hidup dan oraganisasi gereja. Lukas menawarkan sebuah gambaran tentang kehidupan dan ibadah gereja yang tidak ragu sebagai sebuah pola untuk menyediakan petunjuk bagi gereja sekitarnya. Kita mendapatkan gambaran tentang persekutuan kelompok-kelompok kecil dalam pengajaran, pemuridan, ibadah, dan perjamuan. Selain itu, ada juga jalan masuk untuk ke gereja dengan dibaptis dengan air. Hal-hal ini terdapat di dalam ringkasan singkat pada pasal-pasal awal Kisah Para Rasul ini (2:42-47;4:32-37). Hal ini juga seperti yang digambarkan oleh Injil Lukas. Lukas juga mencatat bahwa pentingnya peranan Roh Kudus di dalam kehidupan gereja. Roh Kudus merupakan milik dari setiap orang Kristen. Selain itu, Roh Kudus menjadi sumber sukacita dan kekuatan. Pemimpin-pemimpin Kristen sendiri merupakan orang-orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus untuk menunjukkan fungsi-fungsinya yang bermacam-macam.[11]


Makna Spiritualitas
Kata Spiritual berasal dari kata spirit yang berarti “semangat, jiwa, roh, rohani dan keagamaan”. Dalam Spiritualitas mencoba menjelaskan bahwa adanya kesadaran manusia akan tindakan dari Allah yang dimana terlihat dalam diri Tuhan Yesus Kristus sehingga timbulah kesadaran manusia untuk merespon untuk memperlihatkan sikap spiritualitas kepada Allah. Dalam Kitab Lukas memperlihatkan bahwa Allah itu tidak jauh bagi orang percaya, keselamatan sudah tiba dan keselamatan melahirkan sukacita yang di dalam Yesus Kristus yang kemudian  di respon oleh orang percaya dalam injil Lukas kita melihat dari respon Maria (Luk 1:47) dan juga para Gembala merespon sukacita keselamatan yang ada pada diri Yesus Kristus (Luk 2: 17 bdk Luk 19:9) sasaran keselamatan dalam kitab Lukas dan Kisah Para Rasul terlihat bahwa keselamatan itu tidak hanya untuk orang Yahudi melainkan juga untuk orang Non-Yahudi dan juga termasuk kepada orang Miskin atau kelompok marjinal lainya. Penulis kitab Lukas dan Kisah para Rasul memiliki  penekankan yang sama dalam Spiritualitas seperti spiritualitas sukacita (joy) memiliki makna sukacita yang nyata dalam kedua kitab ini (Luk 1: 14, 44; 6:20-43 bdk KIS 2:46; 8:39;15:41) terlihat spiritualitas sukacita orang yang percaya meskipun dalam penderitaan.

Spiritualitas yang kedua adalah spiritualitas pertobatan, dalam inil Lukas kata Metanoya di sebut sebanyak 14 kali dan KiS di sebut 7 kali, seperti terlihat bagaimana pertobatan orang Lewi sebagai pemungut cukai (Luk 5: 27) terdapat penekananya adalah seorang pemungut cukai yang menunjukan pertobatanya. Sehingga terlihat bahwa salahsatu wujud dari spiritualitas adalah dalam bentuk pertobatan, untuk mendukung spiritualias pertobatan itu terlihat daoam Luk 5:32 Yesus berkata bahwa “Yesus datang bukan untuk memanggil orang benar melainkan orang Berdosa supaya mereka bertobat” dan juga KIS terlihat dalam hidup Saulus menjadi Paulus yang bertobat dan juga Kornelius dalam pertobatanya untuk orang Non-Yahudi.



Refleksinya Spritualitas Kitab Injil Lukas dan Kisah Para Rasuldi Era Revolusi Industri 4.0
Spiritualitas dapat merujuk pada kata sikap dalam hidup yang akhirnya di kaitkan dengan suatu kesadaran dan menjadi sumber hidup kita. Refleksi dari pada sajian ini bisa kita ambil melalui spritualitas menjadi arah hidup kita yang tercermin melalui hati, pikiran, tindakan dan perkataan kita. Dalam Lukas bagaimana benar sikap Allah tercermin di dalam Yesus. Yesus bukan hanya menjadi sahabat bagi orang Yahudi namun kepada orang yang bukan Yahudi Yesus bersahabat. Yesus juga menjadi sahabat bagi orang miskin, pemungut cukai dll. Dari sini kita bisa mengerti dan memahami bahwa kita harus bisa meneladani bagaimana sikap Yesus di dalam hidup kita. Dalam sajian, penyaji menyampaikan bahwa di Kitab Kisah Para Rasul bagaimana Injil dapat di beritakan, dan melalui Roh Kuduslah gereja juga mampu mengabarkan Injilnya.

Pada saat ini kita berada di Zaman Teknologi Industri 4.0 dimana zaman yang sudah diliputi dengan berbagai kecanggihan pada teknologinya. Melalui Lukas dan Kisah Para Rasul ini kita kembali diingatkan bahwa Spritualitas merujuk dalam sikap hidup kita. Penyaji menggabungkan antara refleksi dari Lukas dan Kisah Para Rasul, dikarena ini sangat berkaitan erat dan inti dari ini adalah menjalankan misi Allah, Injil di beritakan. Orang lain yang mungkin belum mengenal Kristus hanya melihat kita kemudian menilai bagaimana sebenarnya Kristus. Maka dari itu inilah yang dikatakan merujuk pada sikap dalam hidup, biarlah melalui perbuatan kita Injil semakin diberitakan. Yesus yang tidak memilih-milih bahkan sikap saling tolong-menolong nya yang bisa kita teladani, kemudian kita harus melihat bagaimana sikap gereja dalam melakukan pelayanannya.

Kita harus bisa melihat bagaimana Allah menunjukkan kemurahanNya lewat apa yang kita rasakan, kita harus pintar dalam mengendalikan teknologi, jangan sampai teknologi mengendalikan kita. Kita bisa menggunakan teknologi untuk jalan kita mengabarkan Injil kepada semua orang. Tidak mengatakan teknologi salah, namun kita harus bisa menggunakan dengan baik. Teknologi yang ada itu adalah bentuk kemurahan Tuhan kepada kita. Contohnya kita bisa menggunakan Grup Wa untuk Sharing mengenai Alkitab, seperti sekarang saat di landa Covid-19 gereja sudah menggunakan Live Streaming di Channel Youtobe untuk menjadi perwartaan ibadah.

III.             Kesimpulan
Spiritual berasal dari kata spirit yang berarti “semangat, jiwa, roh, sukma, mental, batin, rohani dan keagamaan”.Spiritualitas adalah sikap hidup yang benar-benar menunjukkan hubungan yang indah atau relasi antara Allah dan manusia. Hubungan yang indah itu terlihat dari tindakan manusia yang melaksanakan yang baik di dalam hidupnya dan tindakan ini memang lahir dari hati yang benar-benar tulus dan bersih.Dalam Injil Lukas sangat ditekankan sikap Allah/ karya Allah yang nyata di dalam Kristus. Dalam Kisah Para Rasul Spritualitas itu menyatakan bagaimana Roh Kudus bekerja dalam penyataan Injil dan menjalankan setiap orang akan dimampukan untuk menjalankan Misi Allah. Melalui semuanya itu, kita yang sudah menerima berkat kemurahan Tuhan hendaklah melihat bagaimana kita diperhadapkan dengan teknologi yang ada, yang membuat kita terkadang di lema. Namun bukan hanya gereja, kita pribadi juga harus menggunakan teknologi yang ada dengan baik dan benar.

Daftar Pustaka
Anshori,M. Hafi, Kamus Psikologi. Surabaya: Usaha Kanisius, 1995.
BrodieThomas L., Luke the Literary Interpreter. Pontificia, 1981.
CreedJhon M., the Gospel According to St. Luke. London: Macmillan, 1930.
Groenen,C., Mengantar "Berita untuk Manusia. Ende: Nusa Indah, 1973.
HakhSamuel Benyamin, Pemberitaan tentang Yesus menurut Injil-injil Sinoptik. Bandung: Jurnal Info Media, 2007.
Hakh,Samuel Benyamin. Perjanjian Baru:Sejarah, Pengantar dan Pokok-pokok Teologisnya. Bandung: Bina Media Informasi, 2010.
Hinn,Benny,Selamat Datang Roh Kudus. Jakarta:Penerbit Immanuel Publishing House, 2008.
Marshall, Howard, Tyndlae New Testament Commentaries: Acts.England.Inter-Varsity Pres, 1980.
SoedarmoR., Makna Ungkapan-ungkapan Asing dalam Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.