Gereja/ Kekristenan di Sumatera Utara Aliran Lutheran


Gereja/ Kekristenan di
Sumatera Utara (Lutheran)

I.                   Abstraksi
Perkembangan Kekristenan sangat pesat, apalagi setelah masuknya misionaris ke daerah-daerah Indonesia.Termasuk ke daerah Sumatera Utara yang di kembangkan oleh badan zending RMG dan NZG.Memang pada saat zaman Portugis dan Spanyol tidak jelas perkembanga Kekristenan di masa itu.Namun jauh sebelum waktu itu sebenarnya sudah ada gereja yang berdiri di Indonesia yaitu gereja Assiria pada abd ke-7.Gereja ini tidak berkembang pada saat itu. Maka dari itu kali ini kita akan membahas bagaimana kekristenan di Sumatera Utara khususnya Gereja-gereja yang bercorak Lutheran. Semoga sajian ini bermasalah.

II. Pembahasan
            2.2. Keadaan Sumatera Utara Sebelum Kekristenan
            2.2.1. Konteks Agama
Ketika missonaris Kristen tiba diantara orang Batak, mereka berpendapat bahwa orang ini adalah suatu suku bangsa yang sangat bergairah yang mempunyai suau suku bangsa yang sangat bergairah yang mempunyai suatu kesadaran yang hidup akan kekuatan agamaniah didunia sekitar mereka. Banyak dari faham agamaniah ini dikutuk oleh missionaris.Tetapi sifat kesalehan Batak terhadapt keguatan dinamis dari kuasa agamaniah ada terpelihara dalam suatu konteks Kristen. Para missionaris menganggap hal itu meyenangkan maslah essensiil untuk menerangkan pemberitaan mereka dalam istilah yang tradisionil[1]
2.2.2. Konteks Soisal Politikk
            Sumatera Utaramerupakan provinsi yang multi etnis dengan Batak, Nias, Melayu sebagai penduduk asli wilayah ini. Dahulu daerah Sumatera ini adalah daerah kerajaan-kerajaan kecil yang bercorak kesukuan yang memegang teguh terhadap adat kepercayaannya. Namun ada juga kerajaan besar yang pernah berdiri di Sumatera Utara ini yaitu Kesultanan Deli. Kesultanan Deli merupakan kerajaan Islam yang bercorak Islam yang pusat pemerintahannya berada di kota ( Deli (Medan sekarang).[2]
2.2.3. Konteks Ekonomi
            Mata pencaharian penduduk Sumatera Utara adalah bertani, berternak, nelayan, pedagang dan sebagainya. Dengan begitu dapat dipastikan mayoritas matapencaharian penduduk Sumatera Utara adalah bertani karena letak geografis Sumut yang sangat strategis untuk bercocok tanam. Lalu setelah belanda datang ke indonesia dan menerapkan sistem culture stelsel, maka Sumatera Utara dijadikan daerah perkebunan, baik sawit, tembakau dan sebagainya yang merupakan tanaman penjual komoditas utama yang laku di pasaran eropa.[3]
2.3. Kekristenan SUMUT pada masa VOC
Dipulai sumatera utara agama islam sudah tersebar sejak abad ke 13 dari Aceh,agama itu meluas ke seluruh pantai Timur (abad ke 15) ke pantai barat. (abad ke 16) dan kepedalaman Minangkabau serta Bangkahulu (abad 17) . hanya daerah orang Batak disebelah Utara dan beberapa daerah daerah terpencil lainnya yang tetap berpegang pada agama nenek moyang. Orang Portugis, lalu VOC, tidak berani menyerang kesultanan Aceh yang kuat dan kerajaan-kerajaan sumatera lain. Tetapi terdapat beberapa beberapa tempat yang oleh orang Barat dijadikan sebagai pangkalan untuk usaha dagang, seperti padang (sejak 1684) dan Bangkahulu (1711-1824) ditangan inggris, lalu Belanda), sedangkan pengaruh kompeni bertumbuh terus di kesultanan-kkesultanan di sumatera Timur .sejak abad ke 18.[4]
2.4. Kekristenan SUMUUT pada masa Hindia-Belanda
Kegiatan para penginjil Belanda (sejak tahun 1856) dan Jerman (sejak tahun 1860) di daerah Angkola, yang terletak di sebelah Utara daerah Mandailing itu, untuk sementara muncul sebagai”penyaing”  kegiatan Islam, namun tidak sanggup menahan kemenangan Islam di daerah itu. Di Sipirok ke Utara dari Angkola dimulai pula upaya penginjilan, namun daerah itu sudah mengalami pengaruh para raja Islam di Angkola.Dalam dasawarsa 1860-an beberapa penginjil bangsa Eropa berhasil memulai kegiatannya di wilayah Tapanuli Utara (Batak Toba).[5] G. Van Asselt, yang masuk paling pertama (1857), menebus beberapa orang pemuda lalu memberi mereka pendidikan agama Kristen. Pada tanggal 31 Maret 1861(zaman Hindia Belanda) dua orang diantara mereka dibaptisnya, Jakobus Tampubolon dan Simon Siregar.[6]
Pada tahun 1876 (zaman Hindia Belanda) diantara 6000-7000 orang penduduk Sipirok sudah 10% masuk agama Kristen.Usaha “pasifikasi” Tapanuli Utara sejak tahun 1878 memperpesat lagi usaha pengkristenan yang telah dimulai sebelumnya.Bahkan sebelum usaha “pasifikasi” itu keadaan sudah menguntungkan bagi kegiatan penginjilan, karena tiga orang raja (Raja Aman dari Lumbantobing, raja Ompu Bungbung, dan raja Ompu Sinangga) tanpa diketahui oleh raja-raja marga Siopatpusoran lainnya sudah menyanggupi untuk menjual tanah kepada penginjil pertama di daerah Silindung, yaitu L.I. Nommensen untuk mendirikan kampungnya, yang dalam waktu singkat terkenal dengan sebutan Huta Dame (Kampung Damai). Sebelum tahun 1878 beberapa orang Raja telah masuk agama Kristen. Pada tahun 1876 sudah terdapat empat kampung itu dibawahi Nommensen, sedangkan yang tiga lainnya dibawahi Raja Pontas (Obaja) Lumbantobing dari Ompu Somuntul, Raja Musa Lumbantobing dari Ompu Sumurung, dan Raja Nikodemus Lumbantobing. Pada saat masuk Kristennya Raja Panalungkap (Nikodemus) Lumbantobing pada tahun 1867, dinyatakan bahwa masuk Kristen itu tidak mutlak mengakibatkan keluar dari golongan masyarakatnya, sebagaimana telah berlaku berkenaan dengan orang baptisan pertama pada bulan Agustus tahun 1865 (zaman Hindia Belanda) (orang-orang dibaptis pada tanggal 27 Agustus 1865 ialah Madja (Abraham) Hutagalung bersama keluarganya ) Ompu Tarida (Joseph) Hutagalung bersama keluarganya, Ama ni Panggomal (Isak) Sarumpaet dan Jamalan (Johannes) Nasution bersama keluarganya, seluruhnya 14 orang.[7]

2.5. Kekristenan di SUMUT pada masa Gerakan Nasionalisme di Indonesia
Jemaat – jemaat HKBP mengalami perpecahan karena pengaruh pergerakan Nasionalisme Indonesia. Pada tahun 1917 berdirilah Hatopan Kristen Batak yang dipimpin oleh H.M .Manulang.Badan ini bertujua untuk membebaskan gereja dari kekuasaan orang asing dan gereja dipimpin oleh orang Batak sendiri. Semangat ini mempengaruhi orang Kristen Batak pada tahun 1930-an sehingga tebentuklah Huria Christen Batak, Mission Batak dan Punguan Kristen Batak. Pada tahun 1964 terjadi perpecahan dalam tubuh HKBP dengan lahirnya GKPI.[8]
Pada tahun 1918 sudah tercatat 185.731 orang Kristen di wilayah kerja RMG di sumatera Utara. Selama masa itu, Nomensen yang menjadi pelopor dan pemimpin karya kekristenan di Sumut. Dengan wafatnya Ompu Nomensen pada tahun 1918, angkatan zendeling yang menikmati wibawa yang tak tergoncangkan telah pergi,, para pengganti mereka adalah manusia biasa yang kebijaksanaannya diragukan bahkan ditentang. Proses itu diperhebat oleh kesulitan yang dialami oleh RMG dibidang daya dan dana akibat kekalahan Jerman. Jumlah pekabar Injil berkurang, sedangkan jumlah jemaat dan orang Kristen bertambah besar. Akibatnya para zendeling menjadi tokoh administrator dan penilik yang tidak lagi sempat berhubungan dengan orang banyak. Sementara itu muncullah angkatan orang Batak yang telah mendapatkan pendidikan modern dan yang dipengaruhi oleh gerakan Nasional yang telah bertumbuh di pulau Jawa. Pada tahun 1917 M. H. Manullang (yang telah menentang kebijakan RMG di bidang pendidikan dengan jalan menjalankan aksi mogok belajar di sekolahnya pada tahun 1906). Mendirikan Hatopan Christen Batak (Himpunan Kristen Batak). Himpunan ini bertujuan untuk merebut kedudukan yang lebih baik bagi orang batak dibidang sosial dan ekonomi. Pada tahun 1927 mereka bersama beberapa tokoh kelompok oposisi lain, langsung menyerang RMG dengan mendirikan Huria Christen Batak (HChB), yang melarang orang asing memegang kedudukan kepemimpinan. Disamping HChB berdiri pula beberapa kelompok lain yang tidak berhubungan dengan zending. Dengan demikian mulailah proses pemecahan di kalangan orang Kristen Batak yang selama itu merupakan kesatuan di bawah naungan RMG.[9]

2.6. Kekristenan di SUMUT pada masa Jepang
            Pendudukan tentera Jepangg di Tapanuli terjadi pada pertengahan bulan Maret 1942.Jepang segera mengambil alih pemerintahan Belanda di Tapanuli.Orang Belanda termasuk pendeta Belanda ditangkap. Setiap penduduk dan kumpulan-kumpulan , termasuk gereja diperingatkan oleh pemmerintah militer Jepang agar jangan meberi kecurigaan, artinya disini jangan mencampuri urusan politik yang mengurangi kekuasaan Jepang, ditengah – tengah ketakutan yang melanda penduduk , HKBP juga terpaksa menerima tindakan-tindakan Jepang yang sudah berlawanan dengan dasar gereja.antara lain :
a.       Semua sekolah dan Rumah Sakit dikuasai oleh pemerintah militer Jepang
b.      Semua guru dipaksa menjadi pegawai negeri pemerintah militer Jepang
c.       Kebaktian gereja pada hari Minggu dipaksa menjadi sarana propaganda mensukseskan perang Asia Timur Raya
d.      Beberapa pendeta ditangkap dan dipenjarakan sebab khotbahnya yang tidak sesuai dengan keinginan pemerintah Jepang
e.       Ribuan pemuda Kristen Batak dijadikan tentera dan banyak yang tidak diketahui kemana rimbanya
f.       Penghasilan rakyat yang hanya dapat membutuhi kebutuhan hidup  sehari-hari seperti pdi dan ternak dipaksa dikumpulkan ke gudang tentera Jepang, sehingga raksyat dipaksa hanya untuk makan ubi kayu (kupon paksa)
g.      Pengajaran agama dilarang diberikan dalam sekolah sebagai mata pelajaran.[10]
2.7. Kekristenan di SUMUT Pada mada Indonesia Merdeka
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Sokarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan indonesia. Oktober 1945 RI telah menyususn pemerintahan sipil di Tapanuli, tetapi sarana menjaga keamanan belum mencukupi sehingga mengakibatkan kekacauan. Ada gejala bahwa merdeka pada waktu itu berarti bebas melakukan kehendak. Mis. Aliran rovolusi sosisal yang bergerak di Sumatera Timur (Simalungun) sejak Maret 1946. Merembes ke Samosir pada bulan Mei 1946. Agresi militer Belanda I & II (1947-1949) juga menambah kekacauan dan pederitaan. Gereja harus melayani jemaatnya di dua dearah yang berbeda, satu di kekuasaan RI dan yang lain di daerah yang sudah direbut oleh pemerintah Belanda dan sekutunya. Tetapi pimpinan HKBP mengirimkan surat kepada semua pendeta HKBP yang menjelaskan sikap positif HKBP terhadap kemerdekaan Indonesia dan pemerintahan RI. Ketika pucuk pemrintahan HKBP berada di Yogyakarta, beliau mengadakan audensi dengan pemerintah RI untuk meberitahukan kemelut yang menimpa HKBP dan Pemerintah RI bersedia membantu HKBP. Selama perjuangan kemerdekaan Indinesia, HKBP tampil tegas memihak kepada pemerintahan RI, walaupun NICA yang membujuk orang Indonesia untuk kembali ke pangkuan Belanda.[11]

2.8.  Kekristenan SUMUT Pada masa Orde Lama
Keadaan memaksa gereja secara umum untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan berbangsa, misalnya membantu warga jemaatnya yang menderita sesudah perang, sampai kepada soal bimbingan dalam pernikahan. Pada pemilihan Umum yang pertama tahun 1955, warga HKBP menggunakan haknya untuk memilih. Pengalaman ini menjadi barometer berikutnya sesudah turut berjuang melawan penjajah, bagaimana warga Kristen turut mendukung Negara. HKBP juga tanggap dengan kondisi politik Indonesia dalam mengantisipasi perkembangan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan memberi peringatan kepada warganya, sehingga pada Sinode Agung 1956, diputuskan agar warga HKBP dan terutama para petugas menjatuhkan diri dari PKI. Pada tahun-tahun 1950-an beberapa daerah di Indonesia  temasuk Sumatera Utara memperihatkan rasa tidak puas terhadap pemerintah Pusat di Jakarta. DGI Sumatera Utara mengumumkan bahwa pemerintah propinsi Sumatera Utara melepaskan diri dari pemerintah Pusat tgl 22 Desember 1956. Kemudian tanggal 15 Februari 1958 Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) terbentuk. Pimpinan HKBP mengajak warga HKBP untuk arif meneliti sebab musabab dari kekeruhan yang terjadi serta mengajak seluruh umat untuk berpaling kepada Tuhan Yesus Juruselamat dunia. Munculnya PRRI yang berjuang  melawan komunisme dan yang memusatkan basis pertahanannya di tanah Batak, pastilah turut mempengaruhi pandangan warga HKBP kepada Negara, karena para pendukung PRRI kebanyakan adalah warga HKBP. Sama halnya dengan peristiwa pecahnya G30S⁄PKI 1965, karena salah seorang dari perwira-perwira yang dibunuh oleh PKI adalah anggota jemaat HKBP, yaitu Mayjend D.I.Panjaitan. untuk mengungkapkan rasa tanggung jawab menentang bahaya PKI , pucuk pimpinan HKBP di Tapanuli mengumpulkan beras untuk menunjang gerakan menumpas PKI, serta melakukan penerangan akan bahaya PKI. Bahkan dalam Sinode Agung HKBP 1966 Ephorus HKBP, Ds.T.S.Sihombing, memulai Berita Tahunan HKBP dengan merenungkan kemelut perpecahan dalam HKBP sebagai campur tangan dari pihak PKI.[12] Partisipasi Kristen dalam perjuangan bersenjata dijalankan sebagai anggota-anggota dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dimana orang-orang Kristen Indonesia mulanya memberikan sumbangannya. Diantara pimpinan Angkatan Perang Republik Indonesia sejak semula terdapat perwira-perwira kristen seperti: Kol. Kawilarang, Kol. Simbolon, Laksamana Muda Jhon Lie, Letnan Djendral Panggabean, Manyor Jendral Panjaitan. Pada bulan-bulan pertama sesudah Proklamasi ada juga pasukan khusus yang sebagian besar terdiri dari orang-orang Kristen seperti: KRIS, Pasukan Pattimura, pasukan istimewa di Jawa Barat, Laskar Kristen di Sumatera Utara.[13] Beberapa tahun kemudian (1952) dengan bantuan dari luar negeri, HKBP  sempat mendirikan Universitas HKBP Nomensen di Pematang Siantar.[14]Orang-orang Kristen Indonesia pada tahun 1945-1949 beberapa berpihak pada Republik. Beberapa daerah Kristen di Sumatera Utara mengadakan perlawanan gigih terhadap tentara Belanda.[15] Setelah Indonesia merdeka jumlah gereja besar bertambah besar dan KeKristenan Indonesia tambah beraneka ragam. Penyebab pertama ialah retaknya beberapa gereja akibat unsur kesukuan/kedaerahan atau karena faktor lain. Demikianlah di Sumatera Utara lahirlah GKPS (1963), GKPI (1964).[16]

2.9. Kekristenan di SUMUT Pada masa Orde Baru
            Salah satu peristiwa di masa orde baru adalah terjadinya gereja negara idmana pemerintah RI ikut campur tangan di dalam diri HKBP. Pada masa orde baru kekuatan militer memperoleh kedudukan kuat. Hampir semua badan birokrasi Indonesia, militer mempunyai wakil-wakilnya di dalamnya. Kooptasi ormas dan organisasi keagamaan dilakukan untuk menjaga kelenggangan rezim Soeharto. Hal itu dapat dilihat melalui pada kasus intervensi militer dalam HKBP. Kejadian itu didasari oleh tidak terpilihnya pengurus pusat HKBP akibat perselisihan paham di sinode ke-51 HKBP. Hal itu membuat Barkostanda Sumbagut mengundang beberapa majelis pusat HKBP dan hasil pertemuan itu adalah keluarnya SK (surat ketetapan) oleh ketua Bakorstandayang mengunjuk Dr. S. M. Siahaan sebagai pejabat ephorus. Tentunya itu menjadi polemik, karena kekuatan militer mempengaruhi HKBP pada saat itu. Pelantian Ephorus pun saat itu di jaga oleh ketat oleh banyak tentara pada saat itu.[17]
STT Abdi Sabda Didorong oleh panggilan untuk memberitakan Injil Kristus dan kebutuhan akan tenaga pelayan gereja, pada tahun 1967 Gereformeerd Indonesia bersama tiga gereja di Sumatera Utara sepakat menyelenggarakan sekolah formal untuk mendidik calon-calon guru injil dan guru agama Kristen, baik untuk bekerja di gereja maupun di sekolah-sekolah. Untuk itu diadakan pertemuan bersama yang dihadiri oleh masing-masing utusan gereja yaitu: Pdt. Sep. Purnahadikawahyo (GKI-SUMUT), Pdt. K. L. F. Legrand (GKI-SUMUT), Pdt. Aggapen Ginting (GBKP), Pdt. R. Telaumbanua (BNKP), Pdt. A. Wilmar Saragih (GKPS) , dan Pdt. S. P. Dasuha (GKPS). Keputusan penting dari pertemuan di atas adalah kesepakatan mendirikan satu Yayasan Pendidikan petugas gereja dengan tujuan menyelenggarakan sekolah untuk mendidik petugas dan calon petugas gereja. Maka pada hari Jumat, 16 Agustus 1967 dilakukan penandatanganan akta pendirian Yayasan di depan notaris. Keempat gereja diwakili oleh: Pdt. Anggapen Ginting Suka (GBKP), Pdt. Sep Purnahadikawahyo (GKI-SUMUT), Pdt. Lesman Purba (GKPS), dan Pdt. Baziduhu Larosa (BNKP).
                   Seiring dengan perkembangan zaman, sekolah ini ditingkatkan menjadi Istitut Theologia Abdi Sabda (ITAS) pada tahun 1983 dan tahun 1998 berubah menjadi Sekolah Tinggi Theologia (STT) Abdi Sabda. Bukan hanya sekolah ini yamg mengalami perubahan dari sekolah guru injil menjadi ITAS, dan dari ITAS menjadi STT Abdi Sabda, pendukung sekolah ini juga bertambah yaitu HKI dan GKPA yang bergabung pada tahun 1987. Pada masa orde baru ini ada beberapa program yang telah diselenggarakan yayasan Abdi Sabda yaitu: pada tahun 1968-1976 menyelenggarakan Sekolah Guru Injil (SGI) dan Sekolah Pendidikan Guru (SPG), 1983 (sampai sekarang) membuka fakultas PAK, 1984 (sampai sekarang) membuka Fakultas Theologi, 1989 membuka pembinaan warga Gereja, 1997 (sampai sekarang) membuka fakultas Pembinaan Warga Gereja (PWG), 1997 (sampai sekarang) membuka program pasca sarjana (M.Th dan M.Min).
    Pada masa Orde Baru sejak berdirinya ITAS tahun 1983 sampai dengan 1998 ITAS telah dipimpin oleh rektor sebagai berikut:
1. Pdt. Johan Pengarapen Sibero, M.Th (1983-1988).
2. Pdt. Mikha Damanik, M.Th (1988-1990).
3. Pdt. Ruben Bangun, M.Th (1990-1992).
4. Pdt. Mikha Damanik, M.Th (1992-1994).
5. Pdt. Berlian Saragih, M.Litt (1944-1996).
6. Pdt. Anggapen Ginting Suka, DPS (1996-1998).
   Pada tahun 1988 STT Abdi Sabda juga telah menyelenggarakan ujian Negara untuk jurusan PAK dan pada tahun 1998 untuk jurusan Theologia. STT Abdi Sabda juga dalam pengabdian masyarakat sejak tahun 1991 STT Abdi Sabda aktif melayani di LP Anak Kelas IA dan sejak tahun 1995 di Rutan Kelas IIA Tanjung Gusta Medan.[18]  

2.10. Kekristenan di SUMUT Pada Masa Reformasi
Plurarisme di Indonesia semakin mencuat ke permukaan dalam era keterbukaan ini menjafi tantangan tertentu bagi gereja.Argument mayoritas-minoritas sering digunakan untuk memperoleh hak istimewa bagi yang mayoritas, dan yang minoritas harus rela memenuhi syarat tertentu.Menyikapi itu sudah bukan rahasia lagi kalangan politisi memanfaatkan isu-isu keagamaan untuk menggalang kekuatan.Yang diakat bukan tema kebersamaan, kerukunan, dan toleransi tetapi kebenaran masing-masing.Dalam era reformasi ini gereja perlu mendorong warga jemaat agar aktif membina hubungan yang baik dengan orang yang berbeda agama, mencermati kecenderungan politik, tegaknya HAM, dan supremasi hukum. Gereja harus sadar bahwa dirinya adalah bagian dari masyarakat yang semakin terbuka itu .salah satu contoh kasus adalah peranan HKBP dalam menyikapi masalah PT. Inti Indorayon utama (IIU, atau sering dikenal hanya sebagai “Indorayon”). Sejak awal kehadirannya pemerintah daerah menilainya sebagai penggerak yang dapat memulihkan ekonomi tanpa mempertimbangkan keselamatan lingkungan hidup termasuk manusia yang tinggal di sekitarnya.Kenyataanya Indorayon menghadirkan berbagai kesulitan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya yang mayoritas Lutheran.Juga pada kasus Inalum. Karena kurang jelasnya sikap HKBP mengenai hal itu, maka beberapa pemuda HKBP bergabung dengan pelayan idealis GKPS, GKPI, HKI dan GBKP membentuk LSM yang diberi nama “Kelompok Studi pengembangan Prakarsa Masyarakat”.[19]


2.11.  Aliran-aliran Kekristenan di SUMUT
2.11.1. HKBP
Gereja ini adalah salah satu gereja yang hidup ditanah batak.Beberapa perhimpunan perkabar injl telah berjasa bagi terbentuknya gereja yang terbesar di Indonesia ini.Usaha pertama terjadi pada tahun 1820 oleh perhimpunan perkabaran Injil Bantis Inggris.Yang mengutus tiga orang misionarisnya ke sumatera.Pada tahun 1824 Burthon dan Word memasuki daerah si lindung.Usaha kedua dilakukan oleh misionaris dari dewan perkabaran injil Amerika untuk luar negeri pada tahun 1834.Mereka mengutus munsun dan Lyman keduanya terbunuh ditanah Batak.Usaha ketiga adalah beberapa misionaris gereja menonit Rusia dari Ukraine yang bekerja di Mandailing pada tahun 1838, hasil misinya diserahkan kepada HKBP. Usaha keempat dilakukan oleh empat orang misionaris jemaat bebas di Ermelo,Belanda,yaitu G.Van Hasselt, Dammerboer,Dalen,dan Betz pada tahun 1856, usaha kelima dilakukan oleh perhimpunan misionaris perhimpuan perkabaran Injil Rhein (Rheinische Missionsgescllschalt)- RMC.diabwah pekerjaan perhimpunan inilah lahir HKBP, RMG bekerja ditanah batak pada tahun 1861 misionarisnya yang terkenaladalah I.L.Nomenssen kekeristenan berkembang sangat pesat . Pada tahun 1861[20]HKBP berdiri pada tanggal 7 Oktober 1861. Agama Kristen dan gereja yang tumbuh di tanah Batak berasal dari karya pewartaan Injil oleh para massionaris jerman sejak tahu 1861, orang Batak mengenal dan menerima Injil dari merekaa sesudah beberapa lama curiga dan ingin menolak mereka sebab disangka mata-mata musuh dan yang akan melakukan perbuatan jahat. Dengan melihat cara kedatangan mereka yang tidak akan mendirikan suatu perusahaan dagang atau suatu negara jajah, maka beberapa pengetua desa atau raja mengijinkan mereka tinggal ditengah-tengah mereka, memberikan pertapakan tempat membangun rumah peribadatan yang baru.[21]Pada bulan Mei 1864, Nommensen mendirikan rumahnya di Huta Dame.[22]Orang Batak merdeka, yang di tengahnya Nommensen menetap, bukanlah orang biadab.Raja Pontas Lumbantobing (yang kemudian menjadi raja Batak pertama yang dibaptis) telah menyanggupi untuk mengantar Nommensen dari Barus ke Silindungdengan syarat diberi pernyataan tertulis bahwa dirinya tidak dianggap bertanggungjawab atas keselamatan tuan-tuan dari Eropa itu.Karena takut kena bencana kalau menyambut seorang asing yang tidak memelihara adat, maka mula-mula raja-raja di Silindung tidak mau menjual tanah kepadanya untuk membangun rumah.Mereka biasa datang ketempat tinggalnya melemparkan kepadanya kata-kata yang menyakitkan hati, ketika raja-raja itu berada di rumahnya, mereka tinggal begitu lama sehingga mengantuk dan tertidur,lalu Nommensen mengambil selimut dan menutupi badan mereka terhadap udara malam yang dingin. Pada pagi hari mereka merasa malu, “ Melihat kasih yang begitu besar, mereka tak dapat bertahan lagi menghadapi Nommensen”.[23]Karena tiga raja tanpa diketahui oleh raja-raja marga Siopatpusoran lainnya sudah menyanggupi untuk menjual tanah kepada penginjili pertama di daerah Silindung, kepada Nommensen untuk membangun rumah, yang dibaptis Pada tanggal 27 Agustus 1865 diusir dari kampung halamannya karena tidak lagi mau memberi sumbangan untuk upacara-upacara agama suku. Maka terpaksalah Nommensen mengumpulkan mereka dalam kampung tersendiri , yang diberi nama Huta Dame (= Yerusalem, Kampung Damai), setelah 7 tahun melakukan penginjilan, orang Kristen Batak berjumlah 1.250 jiwa. Tetapi 10 tahun kemudian (1881 zaman Hindia Belanda) angka itu sudah lipat lima.
Sejak tahun 1875 dan bukan sejak tahun 1883 sebagaimana dinyatakan oleh A.Schreiber “ agama Kristen telah menjelma menjadi suatu kekuasaan nyata” (Bermen 1883, menurut perkiraannya, penghuni daerah Sipoholon dan Silindung pada waktu itu berjumlah sekitar 25.000.). [24] HKBP menjadi gereja yang mandiri sejak tahun 1940 setelah RMG melepas pelayanannya di Tapanuli karena ekspansi Jerman ke Belanda menyebabkan pemerintahan Belanda melarang Zending Jerman mengabarkan pelayananya di Tapanuli dan daerah Indonesia lainnya.[25]
2.11.2. HKI
Sejalan dengan lahirnya hari kebangkitan Nasional melalui pendirian Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 dan didorong oleh keinginan kemandirian Gereja dari RMG, serta penolakan mendirikan Jemaat Baru di Pantoan oleh Misionaris RMG di Pematang Siantar, adalah menjadi salah satu alasan untuk mendirikan satu gereja baru di Pantoan yang kemudian disebut Hoeria Christen Batak (H.Ch.B). Sebenarnya, sejak tahun 1927, F.P.Sutan Malu sudah mulai melakukan kebaktian Minggu dirumahnya di daerah Pantoan Pematang Siantar. Akan tetapi, baru pada tanggal 01 April1927 membuat surat pemberitahuan resmi kepada pemerintahan. Alasan utama mendirikan Gereja ini - di samping alasan yang disebut di atas - dinyatakan oleh F. Sutan Malu Panggabean pada waktu dia ditanyai oleh pejabat pemerintah Simalungun, adalah Yakobus1: 22: “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri”. Dari alasan yang dikemukakan ini tampak dengan jelas bahwa pendirian Gereja HChB yang memperluas namanya menjadi HKI adalah untuk menyelenggarakan pekabaran Injil (marturia), persekutuan (koinonia), dan pelayanan kasih (diakonia).[26]Demikianlah pada tanggal 1 Mei 1927 di mulailah peribadan di rumah F.P. Sutan Malu.Inilah asal usul mulanya berdirinya Hoeria CHristen Batak (H.Ch.B), yang kemudian dinamai Huria Kristen Indonesia (HKI).[27] Demikian pula setelah timbul lagi perpecahan dikalangan jemaat Rijnsche Zending di Medan, karena perpindahan Pendeta Theis kesana, banyak diantara warga jemaat itu yang menghendaki agar pendeta Batak ditempatkan di Medan untuk memimpin jemaat itu. Ephorus tidak mempertimbangkan masalah tersebut.Maka golongan itu menyusun suatu resolusi yang ditanda tangani oleh warga jemaat yang jumlahnya 123 orang. Maka kelompok ini dinamai pihak lawannya “Partai 123”  sehingga kepada pihak luar golongan itu seakan-akan merupakan partai politik.tetapi sebenarnya golongan ini hanya bergerak dibidang keagamaan saja, yang menginginkan supaya pendeta-pendeta Batak semakin diberikan kesempatan untuk turut dalam pengambilan keputusan di dalam tubuh Rijnsche Zending. Kelompok inilah yang mendirikan Huria Kristen Batak dalam tahun 1929 yang kemudian menjadi HKI.Jemaat iti tinggal jemaat tunggal selama delapan belas bulan.Pada tanggal 14 November 1928.[28] Gereja ini merupakan pecahan dari Huria Christen Batak yang berdiri sendiri pada tahun 1946. Jemaat – jemaatnya tersebar disimalungun,Tapanuli,Dairi,dan Asahan.  Dibeberapa kota besar di pulau Jawa terdapat pula jemaat HKI. Gereja ini anggota PGI pada tahun 1967. System pemerintahan gerejawinya adalah sinodal dan kantor pusatnya berada di Pematang Siantar. Jumlah anggotanya pada tahun 2000 adalah 350 000 orang[29]
2.11.3. BNKP
            Pemberitaaan injil baru dimulai pada tahun 1865, yang ditandai dengan kedatangan seorang utusan RMG yang bernama LUDWIG Ernst Denniger pada tanggal 27 september 1865. Ia mengajukan permohonan kepada RMG Baemen dan juga kepada gubernur jendral di Batavia .rencana nya untuk mengabarkan Injil dipulau Nias tidak disetujui baik oleh RMG di Jerman maupun oleh Pemerintah pantai Barat Sumatera. Yang berkedudukan di Padang .hal ini disebabkan karena RMG lebih memusatkan perhatiannya dan tenaganya ditanah Batak untuk membendung perkembangan Islam disana, sedangkan pemerintah di Pantai Barat Sumatera tidak dapat menjamin keamanan di Nias. Walaupun demikian upaya Deninger untuk menginjili daeran Nias semakin membeberi titik terang karena pemerintah Belanda di Den Haag meminta kepada RMG untuk mengutus misionaris tiap pulau Nias karena menurut mereka orang-orang Nias termasuk jahat dan suka berontak [30] pada tahun 1936 selesailah para zending menyusun dan membahas konsep Tata Gereja. Dan berdasarkan hasil diskusi-diskusi disetiap Resort diketahui bahwa seluruh jemaat mendapat dukungan rencana untuk penyatuan gereja-gereja di Nias dalam satu Sinode (Lembaga).Dengan demikian, pada tanggal 8-11 Nopember 1936, dilangsungkanlah sidang Sinode I bertempat di Gunungsitoli.Pelaksanaan tersebut disiapkan oleh pada Zendeling dengna dukungan para pelayan pribumi dan warga jemaat. Persiapan menyangkut materi persidangan dan pembiayaan dipersiapkan okeh para Zendeling, sedangkan persiapan teknik (koor,tempat,akomodasildan konsumsi) dikerjakan oleh warga jemaat[31]
            Dalam pelaksanaan sidang sinode ini, ada permintaan dari pengurus RMG agar seluruh pekabar injil bangsa eropa otomatis ,menjadi peserta sidang sinode. Permintaan ini dikabulk
2.11.4. GKPI
Gereja ini merupakan hasil perpecahan dalam tubuh HKBP pecah pada sinode godang HKBP, Oktober 1962 di Sipoholon. Terdapat beberapa kelompok yang tidak puas dengan kehidupan HKBP dan Universitas HKBP Nomensen. Mereka ingin mengadakan pembaharuan dalam tubuh HKBP. Konflik tidak dapat diperdamaikan sehingga kelompok yang tidak puas mengadakan ibadah sendiri.[32] Minggu 16 Agustus 1964, para pendukung pembentukan gereja yang baru itu datang dari berbagai penjuru (Medan, Kisaran dan Tanah Jawa- Simalungun) dan berkumpul .uybersama teman-teman seperjuangan di Pematangsiantar. Mereka semula sendiri-sendiri, kemudian bergabung – berkumpul di rumah Dr. Andar L. Tobing dan Dr. Sutan M. Hutagalung, sekaligus meminta pendapat dari kedua tokoh ini mengenai rencana pembentukan organisasi gereja yang baru. Pada awalnya Dr. Andar L. Tobing menolak rencana itu dengan berkata: “Pemisahan diri dari suatu gereja, untuk mendirikan suatu gereja yang baru, tidak sesuai dengan dogma dan hukum theologia. Tubuh Kristus adalah tunggal (satu) dan tidak dapat dipecah-pecahkan.” Selanjutnya beliau berkata : “Belum ada suatu alasan yang kuat buat memisahkan diri dari HKBP”.  Dr. Sutan M. Hutagalung mengemukakan sikap dan pandangan yang pada prinsipnya sama. Pendek kata, sampai waktu itu kedua tokoh ini belum menyetujui pembentukan organisasi gereja yang baru baru. Kendati demikian, mereka yang datang dan berkumpul di Pematangsiantar itu tidak membatalkan maksud dan niat untuk mendirikan organisasi gereja yang baru. Mereka sebagian besar adalah warga gereja kemudian sepakat bahwa gereja yang baru itu diberi nama Gereja Kristen Protestan Indonesia, disingkat GKPI. Rencana pembentukan gereja baru ini, berikut nama yang disepakati, dikukuhkan dengan sebuah doa yang dipimpin oleh salah seorang peserta tertua pada pertemuan tanggal 16 Agustus, di rumah Dr. Andar L. Tobing: “Ya Allah, Bapa kami, bila rencana kami untuk mendirikan gereja yang baru ini sesuai dengan kehendak-Mu, berilah kami bimbingan dan berkat yang penuh. Tetapi bila rencana kami ini bertentangan dengan kehendak-Mu, kami mohon supaya dicegah segera” Pada hari Minggu 23 Agustus 1964 diadakanlah kebaktian pertama yang menggunakan nama gereja yang baru ini, dengan meminjam tempat di Gereja Bala Keselamatan, Jalan Merdeka Pematangsiantar, dipimpin oleh calon Pendeta Besatua Parsaulian Siregar, S. Th. Pada waktu itu diedarkan juga formulir isian berisi pernyataan menjadi anggota GKPI, setelah lebih dulu didoakan oleh seorang hadirin yang tertua. Pada hari Minggu 30 Agustus 1964 diadakan kebaktian GKPI yang kedua, di pekarangan rumah dr. Luhut Lumbantobing, Jl, Simarito no. 6 Pematangsiantar, karena pihak Bala Keselamatan tidak mengizinkan lagi menggunakan gedung gereja. Pada kebaktian ini hadir juga beberapa Pendeta dan calon Pendeta yang kemudian menjadi Pendeta GKPI, yaitu: Pdt. Dr. Andar L. Tobing, Pdt. L. Tambunan, O. Siahaan S. Th, M. Bakara, S. Th, dan G. O. P. Manurung. Setelah kebaktian, disusunlah pengurus sementara GKPI. Tanggal pembentukan sementara ini (30 Agustus 1964) kemudian disepakati sebagai tanggal lahir GKPI, pesta peresmian berdirinya GKPI baru dilangsungkan pada hari minggu 1 November 1964, juga bertempat di Jalan Simarito no 6 Pematangsiantar, dipimpin Pdt. Dr. Andar L. Tobing, dan dihadiri ribuan warga masyarakat Kristen dari berbagai penjuru Sumatera Utara. Sehari sebelum peresmian- yakni pada tanggal bersejarah, Hari Reformasi 31 Oktober- diadakan musyawarah pertama GKPI (belum disebut sebagai Sinode Am) yang dihadiri oleh utusan dari 35 jemaat yang sudah terbentuk selama dua bulan pertama. Musyawarah ini menghasilkan kesepakatan tentang konsep Tata Gereja, penyempurnaan pengurus sementara, dan waktu penyelenggaraan Sinode Am yang pertama. Melihat proses berdirinya GKPI ini, dapat dikemukakan perbandingan: sama seperti Martin Luther pada awal abad ke-16 dan John Wesley pada abad ke-18, demikian juga kedua tokoh yang kemudian menjadi pimpinan GKPI pada separo masa GKPI, yaitu: Pdt. Dr. Andar Marisi Lumbantobing dan Pdt. Dr. Sutan Mahara Hutagalung, semula tidak menghendaki pembentukan organisasi gereja baru. Tetapi mereka dipaksa oleh sejarah, didesak oleh sejumlah tokoh dan warga gereja, yang sudah bertekat bulat meninggalkan HKBP dan membentuk gereja baru, untuk menerima pembentukan gereja baru itu dan memimpinnya. Dengan kata lain, mirip juga dengan peristiwa proklamasi kemerdekaan RI, proklamasi berdirinya GKPI tidak pernah direncanakan dan dipersiapkan sejak jauh hari melainkan dengan tiba-tiba digereakkan oleh iman yang haus akan pelayanan Yesus Kristus ditengah iklim situasi yang sulit.[33] 



2.11.5. GKPA
Organisasi gereja ini secara resmi didirikan pada tanggal 26 Oktober 1975 ketika memperoleh otonomi dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), dengan nama HKBP-A. Pada tahun 1988 bergabung dengan "Gereja Protestan Angkola (GPA)", dan mulai mengambil nama "Gereja Kristen Protestan Angkola". GKPA melayani masyarakat Batak Angkola dalam bahasa daerah mereka.Dinyatakan dalam tujuan pelayanannya sebagai "menguatkan Kekristenan dalam lingkungan Islam" dengan upaya mempererat saling pengertian dan toleransi yang baik di antara umat Kristen dan Islam. Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA) telah berdiri sendiri dan diakui Pemerintah sesuai dengan Surat Pengakuan Departemen Agama Republik Indonesia No. 1 Ket/413/159277.Tgl.19 Oktober 1997 dan No. 75.Tgl.10 Maret 1988 serta No. 21 tahun 1995 berdasarkan UU no.8/1985 Tambahan Berita Negara R.I No.17 Tanggal 26/2-1999.GKPA berbentuk Badan Hukum yang berdiri sendiri, diawalnya bertempat kedudukan di Sipirok kemudian tahun 1987 (masa Orde Baru) pindah ke Padang Sidimpuan, Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. [34]

2.11.6. GKPS
Missionaris Theis menjadi missionaris asing yang pertama yang ditunjuk untuk pekerjaan Simalungun , yang berkedudukan di pemantang Raya pada tanggal 2 September 1903. Sejarah Gereja Simalungun dianggap mulai dari tanggal ini.[35] Pada tahun 1904, G.K. Simon mendirikan pos pekabaran Injil di Bandar dan segera pula mulai menerjemahkan karangan-karangan Kristen serta buku-buku sekolah ke dalam bahasa Batak Simalungun, sebab bahasa Batak Toba kurang dipahami oleh orang-orang Simalungun. Namun setelah Simon meninggalkan Sumatera pada tahun 1906, kegiatan penerjemahannya yang sangat penting bagi penyebaran agama Kristen di kalangan  Simalungun terbengkalai saja. H. Guillaume, yang pada tahun 1905 mendirikan pos pekabaran Injil di pemantang purba tidak menyadari betapa pentingnya bahasa batak Simalungun itu untuk penyebaran agama Kristen. Penggantinya, Ed. Miiller, yang pada tahun 1907 memindahkan pos pekabaran Injil dari Bandar ke Pematang Siantar, ada mengusahakan pencetakan beberapa judul buku sekolah, namun dia tidak mengembangkan kebijaksanaan berencana berkenaan dengan penggunaan bahasa Batak Simalungun dalam lingkungan jemaat dan sekolah. Dia lebih banyak menaruh minat kepada orang Kristen Batak Toba yang merantau dari Tapanuli, sehingga pos pekabaran Injil itu dalam waktu singkat menjadi jemaat Batak Toba.[36] Gereja ini merupakan hasil kegiatan pekabaran Injil para missionaries perhimpunan pekabaran Injil Rhein (Rheinische Missionsgesellschaft-RMG) di daerah Simalungun pada tanggal 2 September 1903, RMG menempatkan missionarisnya yang pertama di Simalungun, yaitu pdt. Agust Theis. Kekristenan berkembang di daerah ini karena dukungan raja-raja Simalungun dan penggunaan dialek Simalungun. Pada mulanya Simalungun merupakan salah satu distrik dalam HKBP namun pada 5 Oktober 1953 Simalungun membentuk sinodenya sendiri dengan nama HKBP Simalungun, dengan demikian Simalungun merupakan bagian dari HKBP sehingga pimpinan sinodenya hanyalah berkedudukan sebagai wakil ephorus HKBP. Pada tanggal 2 September 1963, Simalungun melepaskan diri sepenuhnya dari HKBP, Gereja ini kemudian diberi nama Gereja Kristen Protestan Simalungun. Namun gereja ini menyatakan 2 September 1903 sebagai tanggal berdirinya, yaitu saat missionaries pertama tiba di Simalungun. Sistem pemerintahan gerejawinya adalah sinodal dan berkantor pusat di Pematang Siantar, jumlah anggota jemaatnya pada tahun 2000 adalah 202.560 orang dan menjadi anggota PGI pada tahun 1964.[37] Pada tanggal 1 September 1963 (masa orde lama) HKBP Simalungun resmi berganti nama dengan GKPS.Setahun setelah itu didirikan pusat pendidikan GKPS di Pematang Raya dan pembangunan Asrama Putra dan Putri, dan tahun 1964 itu juga GKPS menjadi anggota persekutuan gereja-gereja di indonesia (PGI).[38]

2.11.6. GKPPD
            Jemaat awal GKPPD (Gereja Kristen Pak-Pak Dairi) terbentuk sebagai hasil zending HKBP yang mengutus Pdt. Samuel Pangabean mengabarkan Injil di tanah Pak-Pak pada 7 september 1905. Ibadah perdana diadakan di rumah keluarga Raja Sibayak Pakasior Manik di desa Kuta Usang Suak Pegangan. Pada 3 Maret 1963 berdiri HKBP Simerkata Pakpak-Sumbul, yang kelak menjadi gereja Pakpak yang berdiri sendiri, dimekarkan dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Pada 20 Oktober 1990 diadakan sidang penetapan nama, penetapan aturan-aturan gereja di HKBP Simerkata Pakpak-Sumbul. Peresmian GKPPD sebagai suatu sinode gereja yang mandiri dilaksanakan di Medan pada tanggal 25 Agustus 1991 dengan Pdt. E. J. Solin Sebagai Bishopdan St. Sakkap Manik sebagai pelaksana Harian, dan diakui pemerintah Indonesia melalui keputusan Dirjen Bimas Kristen Protestan Departemen Agama Republik Indonesia No: F/Kep/Hk.005/22/740/1996 tanggal 22 Maret 1996. Masuk menjadi anggota PGI wilayah Sumut melalui keputusan No. 183/K/PGIWSU/IV1996 tanggal 17 April 1996. Masuk angota PGI melalui keputusan no.139/PGI-IX/SKEP/1997 tanggal 13 November 1997. Menjadi anggota World Lutheran Federation (WLF) Geneva tanggal 21 Juni 2000.[39]
2.12.  Tokoh-tokoh Kekristenan di  SUMUT
2.12.1.  Nomensen
tahun 1861 berlayar ke Sumatera sampai di Padang pada tanggal 16 Mei 1862.Pada tanggal 1863 Mommensen ke Sibolga, sampai disana pada tanggal 23 Juni.Pendeta Van Aseselt telah menunggu merek di Sibolga.Sesudah beberapa lama tinggal di Barus Nommensen bermaksud pergi ke kampung-kampung yang ada di pegunungan. Bersama-sama dengan raja Barus dan 8 orang pembantu, mereka berangkat dengan membawa tembakau, dan detar-detar sebagai hadiah untuk raja yang akan ditemui nanti. Pada bulan Mei 1864, Nommensen mendirikan rumahnya di Huta Dame.[40] Orang Batak merdeka, yang di tengahnya Nommensen menetap, bukanlah orang biadab.Raja Pontas Lumbantobing (yang kemudian menjadi raja Batak pertama yang dibaptis) telah menyanggupi untuk mengantar Nommensen dari Barus ke Silindungdengan syarat diberi pernyataan tertulis bahwa dirinya tidak dianggap bertanggungjawab atas keselamatan tuan-tuan dari Eropa itu.Karena takut kena bencana kalau menyambut seorang asing yang tidak memelihara adat, maka mula-mula raja-raja di Silindung tidak mau menjual tanah kepadanya untuk membangun rumah.Mereka biasa datang ketempat tinggalnya melemparkan kepadanya kata-kata yang menyakitkan hati, ketika raja-raja itu berada di rumahnya, mereka tinggal begitu lama sehingga mengantuk dan tertidur,lalu Nommensen mengambil selimut dan menutupi badan mereka terhadap udara malam yang dingin. Pada pagi hari mereka merasa malu, “ Melihat kasih yang begitu besar, mereka tak dapat bertahan lagi menghadapi Nommensen”.[41]

2.12.2. Pendeta August Theis
August test juga memanfaatkan kesempatan seperti pertemuan para penghulu kerajaan dalam ragka menkristenkan anak-anak pribumi simalungun.Agusteis melihat banyak orang tua melarang anak-anaknya dibabtis karena takut disebut penghianat leluhur, tidak beradat, dan tidak setia pada raja.Mereka berpendapat bahwa langkah untuk masuk ke agama Kristen adalah suatu tindakan yang tidak sah baik menurut agama leluhur, maupun adat istiadat. Jika ada warga yang memeluk agama Kristen dan rajin ke gereja ada anggapan bahwa raja orang Kristen adalah tuan Pendeta, karena aturannya yang dijalankan. Mengahadapi keadaan tersebut maka pada pertemuan pada penghulu kerajaan, agustese mengusulkan agar orangtua tidak melarang anak-anaknya untuk ememluk agama Kristen sebab raja sendiri tidak melarangnya.Usul itu ternyata mendapatkan tanggapan yang positif dari penghulu.Mereka tidak berani menolak ususl Agustese sebab raja sebagai penguasa tertinggi justru memberikan kebebasan bagi warganya untuk menolak atau menerima agama Kristen.[42] Pada tahun 1903 RMG memulai penginjilan di kalangan Simalungun, pos pekabaran Injil didirikan oleh A. Theis.Theis membabtis beberapa orang yang bertobat, kemudian 38 orang dibaptis di parapet.Missionaris Theis menggunakan banyak obat-obat aneh untuk menyembuhkan orang-orang sakit.Tetapi lambat laun baiksekolah maupun pemeliharaan kesehatan diterima, dan orang-orang mulai berdatangan dari jauh untuk perawatan Medis.[43]Theis ditempatkan di Pematang Raya, 1928 baru 900 orang Simalungun yang dibaptis.[44]
2.12.3.  Fredrik Panggabean
Fredrik Panggabean yang mamakai nama gelaran Sutan Malu yang sering disingkatkan dengan F.P.St Malu. Beliau berlainan sekali dari penduduk yang di kampung itu, pertama karena beliau sudah menerima pendidikan guru di Sekolah asuhan Rijnsche Zending di Sipoholon.Untuk pergi melaksanakan ibadat, orang harus datang berjalan kaki ke gereja, berjalan kaki sejauh itu merupakan suatu dalih yang masuk akal untuk alasan tidak datang beribadat ke gereja. S.t Malu, pernah sendiri datang ke Pematangsiantar untuk beribadat Minggu. Mulai dari memajukan permohonan itu kepada pendeta Jerman tersebut, rumah F.P. Sutan Malu sudah merupakan tempat pertemuan bagi kelompok Kristen Batak di Pantoan.Karena permohonan yang tidak digubrisikan oleh pimpinan gereja, para sipemohon merasa kesal.Kekesalan menimbulkan perlawanan. Perlawanan menimbulkan semangat , semangat menimbulkan kemauan untuk berbuat. Demikialah pada tanggal 1 Mei 1927 dimulailah peribadatan di rumah Sutan MaluInilah asal usul mulanya berdirinya Hoeria CHristen Batak (H.Ch.B), yang kemudian dinamai Huria Kristen Indonesia (HKI).[45]
2.12.4.   J. Wismar Saragih (Missionaris pribumi)
Wismar tokoh yang memprakarsa  gerakan kemandirian orang Kristen Batak Simalungun. Wismar (1888-1958). Tokoh ini sangat berbakat di bidang sastra: ia menerbitkan buku berisi 200 nyanyian gereja dalam bahasa Simalungun dan menerjemah PB serta sebagian PL ke dalam bahasa itu, di samping menjadi redaktur “Sinalsal”.[46]

II.                Hambatan dan Tantangan
Hambatan
1.      Perkembangan kekeristenan di SUMUT mendapatkan hambatan melalui agama-agama local seperti yang disebutkan diatas jika ada masyarakat yang masuk agama Kristen akan dianggap melanggar adat istiadat
2.      Pada masa nasionalisme banyak gereja-gereja yang harus belajar mandiri. Itu yang membuat.banyak jemaat yang tidak terlayani oleh pelayan tertahbis. Karena masih kurangnya pelayan tertahbis pribumi
Tantangan
1.      Tantangan dari perjumpaan agama Kristen dengan agama lain seperti islam
2.      Kurang terpeliharanya kehidupan jemaat didalam kehidupannya yang membuat banyak jemaat tidak puas terhadap para pelayan gereja. Sehingga perlunya memelihara jemaat agar kualitas jemaat semakin baik

V.        Daftar Pustaka
·         Sumber Buku
den End.  TH.Van & J.Weitjens. Ragi Carita 2. Jakarta: BPK-GM,2019.
Distrik. Panitia IX Perajaan Jubelium 100 Tahun HKBP. Seratus Tahun Kekristenan dalam Sejarah Rakyat Batak. Jakarta: BPK-Gunung Mulia 2013.
E. Simorangkir Mangisi S. Ajaran Dua Kerajaan Luther dan Relevansinya di Indonesia. Pematang Siantar: Kolportase Pusat GKPI, 2008.
E. Simorangkir Mangisi S. Ajaran Dua Kerajaan Luther dan Relevansinya di Indonesia.
End Van den & J. Weitjens. Ragi Cerita 2. Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2012.
Fries. E. Nias Amoeata Hoelo Nono Niha. Ombolata:Zendingdrukkerij 1999.
Hutauruk. J.R. Sejarah Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Peraja: Tarutung 1986.
Hutauruk.R. Kemandirian Gereja. BPK-Gunung Mulia,1992.
Id.m.wikipedia//Sekitaran-SUMUT diakses pada 2 Maret 2020 pukul 22.25 WIB
Jan. J. Damanik, Kristus di Tengah-tengah Suku Simalungun, (Medan: CV. Mulya Sari, 2002), 29.
Pengarang. Team HKI. Sejarah Huria Kristen Indonesia. …:Kolportase HKI, 1978.
S. Aritonang. Jan. Yubileum 50 tahun GKPI. Pematangsiantar: Kolportase Pusat GKPI, 2011.
Sidjabat. Maria Th. & W.B. Sidjabat. Daerah Batak  dan Jiwa Protestan. Jakarta,BPK-GM,1975.
 Sijabat. W. B. Partisipasi Kristen Dalam Nation Building di Indonesia. Bandung: Grafika Unit II, 1968.
Wellem. F.D. Kamus Sejarah Gereja. Jakarta:BPK-GM,2011.
·         Sumber Lain
Buku Panduan Akademik dan Peraturan Kehidupan Kampus STT Abdi Sabda 2016-2020, (Medan: STT Abdi Sabda, 2016), 2-3.  
https://id.m.wikipedia.org/gkppd//  diakses pada 2 Maret 2020 pukul 20.08. WIB.






[1] Maria Th. Sidjabat & W.B. Sidjabat,  Daerah Batak  dan Jiwa Protestan (Jakarta,BPK-GM,1975),18
[2] Id.m.wikipedia//Sekitaran-SUMUT diakses pada 2 Maret 2020 pukul 22.25 WIB
[3] Ibid
[4]TH.Van den End & J.Weitjens.Ragi Carita 2,(Jakarta: BPK-GM,2019)hal 181
[5] J.R. Hutauruk, Kemandirian Gereja (BPK-Gunung Mulia,1992) 36
[6] Van den End , Ragi Cerita 2 (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2012), 183.
[7] J.R. Hutauruk, Kemandirian Gereja, 38

[8] F.D.Wellem,Kamus Sejarah Gereja,(Jakarta:BPK-GM,2011),171
[9] Van den End , Ragi Cerita 2, 190-192.
[10] J.R. Hutauruk, Sejarah Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Peraja: Tarutung 1986)37-38
[11] Mangisi S. E Simorangkir, Ajaran Dua Kerajaan Luther dan Relevansinya di Indonesia, (Pematang Siantar: Kolportase Pusat GKPI, 2008), 263-266.
[12]  Mangisi S. E Simorangkir, Ajaran Dua Kerajaan Luther dan Relevansinya di Indonesia, 266-268.

[13] W. B. Sijabat, Partisipasi Kristen Dalam Nation Building di Indonesia, (Bandung: Grafika Unit II, 1968) 23-24.
[14]  Van den End , Ragi Cerita 2,194
[15]  Th. Van den End dan J. Weitjens, Ragi Cerita 2, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2012), 405.
[16]  Th. Van den End dan J. Weitjens, Ragi Cerita 2, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2012), 325.
[17] Mangisi S. E Simorangkir, Ajaran Dua Kerajaan Luther dan Relevansinya di Indonesia, 270-274.
[18]...., Buku Panduan Akademik dan Peraturan Kehidupan Kampus STT Abdi Sabda 2016-2020, (Medan: STT Abdi Sabda, 2016), 2-3.  
[19] Mangisi S. E. Simorangkir, Ajaran Dua Kerajaan Luther, 273-274.
[20] F.D.Wellem,Kamus Sejarah Gereja,(Jakarta:BPK-GM,2011),170-171
[21] J.R. Hutauruk, Sejarah Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Peraja: Tarutung 1986), 14-19.
[22] Panitia Distrik IX Perajaan Jubelium 100 Tahun HKBP, Seratus Tahun Kekristenan dalam Sejarah Rakyat Batak (Jakarta: …, ..), 35-40.
[23]Van den End \, Ragi Cerita 2, 185.
[24] J.R. Hutauruk, Kemandirian Gereja, 42.
[25] Van den End \, Ragi Cerita 2, 193.
[26] https://sejarahHKI-blogspot.com/Diakses25Februari2020pukul 16.20WIB
[27] Team Pengarang HKI, Sejarah Huria Kristen Indonesia, 21-22.
[28] Team Pengarang HKI, Sejarah Huria Kristen Indonesia (…:Kolportase HKI, 1978), 22.
[29] F.D.Wellem,Kamus Sejarah Gereja,(Jakarta:BPK-GM,2011),172
[30] E.Fries, Nias,Amoeata Hoelo Nono Niha,(Ombolata:Zendingdrukkerij 1999)
[31]Van den End ,Ragi Cerita 2, hal 215
[32] F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 131.
[33]Jan S. Aritonang, Yubileum 50 tahun GKPI, (Pematangsiantar: Kolportase Pusat GKPI, 2011), 59-65
[34] https://sejarahGKPA-blogspot.com/Diakses25Februari2020pukul 15.20.20WIB
[35] Paul Bodboldt Pedersen, Darah Batak & Jiwa Protestan, 101.
[36] J.R. Hutauruk, Kemandirian Gereja, 150.
[37]  F.D. Wellem Kamus Sejarah Gereja, 132.
[39] https://id.m.wikipedia.org/gkppd//  diakses pada 2 Maret 2020 pukul 20.08.  WIB.
[40] Panitia Distrik IX Perajaan Jubelium 100 Tahun HKBP, Seratus Tahun Kekristenan dalam Sejarah Rakyat Batak (Jakarta: …, ..), 35-40.
[41]Van den End ,Ragi Cerita 2, 185.
[42]Jan. J. Damanik, Kristus di Tengah-tengah Suku Simalungun, (Medan: CV. Mulya Sari, 2002), 29.
[43]Paul Bodboldt Pedersen, Darah Batak & Jiwa Protestan, 102.
[44] Van Den End ,Ragi Cerita 2 ,198.
[45] Team Pengarang HKI, Sejarah Huria Kristen Indonesia, 21-22.
[46] Van Den End ,Ragi Cerita 2 ,197.