Gereja/ Kekristenan di Sumatera Utara Aliran Lutheran
Gereja/ Kekristenan di
I.
Abstraksi
Perkembangan
Kekristenan sangat pesat, apalagi setelah masuknya misionaris ke daerah-daerah
Indonesia.Termasuk ke daerah Sumatera Utara yang di kembangkan oleh badan
zending RMG dan NZG.Memang pada saat zaman Portugis dan Spanyol tidak jelas
perkembanga Kekristenan di masa itu.Namun jauh sebelum waktu itu sebenarnya
sudah ada gereja yang berdiri di Indonesia yaitu gereja Assiria pada abd
ke-7.Gereja ini tidak berkembang pada saat itu. Maka dari itu kali ini kita
akan membahas bagaimana kekristenan di Sumatera Utara khususnya Gereja-gereja
yang bercorak Lutheran. Semoga sajian ini bermasalah.
II. Pembahasan
2.2.1. Konteks Agama
Ketika missonaris
Kristen tiba diantara orang Batak, mereka berpendapat bahwa orang ini adalah
suatu suku bangsa yang sangat bergairah yang mempunyai suau suku bangsa yang
sangat bergairah yang mempunyai suatu kesadaran yang hidup akan kekuatan
agamaniah didunia
sekitar mereka. Banyak dari faham agamaniah ini dikutuk oleh missionaris.Tetapi
sifat kesalehan Batak terhadapt keguatan dinamis dari kuasa agamaniah ada
terpelihara dalam suatu konteks Kristen. Para missionaris menganggap hal itu
meyenangkan maslah essensiil untuk menerangkan pemberitaan mereka dalam istilah
yang tradisionil[1]
2.2.2. Konteks Soisal Politikk
Sumatera
Utaramerupakan provinsi yang multi etnis dengan Batak, Nias, Melayu sebagai
penduduk asli wilayah ini. Dahulu daerah Sumatera ini adalah daerah
kerajaan-kerajaan kecil yang bercorak kesukuan yang memegang teguh terhadap
adat kepercayaannya. Namun ada juga kerajaan besar yang pernah berdiri di
Sumatera Utara ini yaitu Kesultanan Deli. Kesultanan Deli merupakan kerajaan
Islam yang bercorak Islam yang pusat pemerintahannya berada di kota ( Deli
(Medan sekarang).[2]
2.2.3. Konteks Ekonomi
Mata pencaharian penduduk Sumatera Utara adalah bertani, berternak,
nelayan, pedagang dan sebagainya. Dengan begitu dapat dipastikan mayoritas
matapencaharian penduduk Sumatera Utara adalah bertani karena letak geografis
Sumut yang sangat strategis untuk bercocok tanam. Lalu setelah belanda datang
ke indonesia dan menerapkan sistem culture stelsel, maka Sumatera Utara
dijadikan daerah perkebunan, baik sawit, tembakau dan sebagainya yang merupakan
tanaman penjual komoditas utama yang laku di pasaran eropa.[3]
2.3. Kekristenan SUMUT pada
masa VOC
Dipulai sumatera utara agama islam sudah tersebar
sejak abad ke 13 dari Aceh,agama itu meluas ke seluruh pantai Timur (abad ke
15) ke pantai barat. (abad ke 16) dan kepedalaman Minangkabau serta Bangkahulu
(abad 17) . hanya daerah orang Batak disebelah Utara dan beberapa daerah daerah
terpencil lainnya yang tetap berpegang pada agama nenek moyang. Orang Portugis,
lalu VOC, tidak berani menyerang kesultanan Aceh yang kuat dan
kerajaan-kerajaan sumatera lain. Tetapi terdapat beberapa beberapa tempat yang
oleh orang Barat dijadikan sebagai pangkalan untuk usaha dagang, seperti padang
(sejak 1684) dan Bangkahulu (1711-1824) ditangan inggris, lalu Belanda),
sedangkan pengaruh kompeni bertumbuh terus di kesultanan-kkesultanan di sumatera
Timur .sejak abad ke 18.[4]
2.4. Kekristenan SUMUUT
pada masa Hindia-Belanda
Kegiatan
para penginjil Belanda (sejak tahun 1856) dan Jerman (sejak tahun 1860) di
daerah Angkola, yang terletak di sebelah Utara daerah Mandailing itu, untuk
sementara muncul sebagai”penyaing”
kegiatan Islam, namun tidak sanggup menahan kemenangan Islam di daerah
itu. Di Sipirok ke Utara dari Angkola dimulai pula upaya penginjilan, namun
daerah itu sudah mengalami pengaruh para raja Islam di Angkola.Dalam dasawarsa
1860-an beberapa penginjil bangsa Eropa berhasil memulai kegiatannya di wilayah
Tapanuli Utara (Batak Toba).[5] G.
Van Asselt, yang masuk paling pertama (1857), menebus beberapa orang pemuda
lalu memberi mereka pendidikan agama Kristen. Pada tanggal 31 Maret 1861(zaman
Hindia Belanda) dua orang diantara mereka dibaptisnya, Jakobus Tampubolon dan Simon
Siregar.[6]
Pada
tahun 1876 (zaman Hindia Belanda) diantara 6000-7000 orang penduduk Sipirok
sudah 10% masuk agama Kristen.Usaha “pasifikasi” Tapanuli Utara sejak tahun
1878 memperpesat lagi usaha pengkristenan yang telah dimulai sebelumnya.Bahkan
sebelum usaha “pasifikasi” itu keadaan sudah menguntungkan bagi kegiatan
penginjilan, karena tiga orang raja (Raja Aman dari Lumbantobing, raja Ompu
Bungbung, dan raja Ompu Sinangga) tanpa diketahui oleh raja-raja marga
Siopatpusoran lainnya sudah menyanggupi untuk menjual tanah kepada penginjil
pertama di daerah Silindung, yaitu L.I. Nommensen untuk mendirikan kampungnya,
yang dalam waktu singkat terkenal dengan sebutan Huta Dame (Kampung Damai).
Sebelum tahun 1878 beberapa orang Raja telah masuk agama Kristen. Pada tahun
1876 sudah terdapat empat kampung itu dibawahi Nommensen, sedangkan yang tiga
lainnya dibawahi Raja Pontas (Obaja) Lumbantobing dari Ompu Somuntul, Raja Musa
Lumbantobing dari Ompu Sumurung, dan Raja Nikodemus Lumbantobing. Pada saat
masuk Kristennya Raja Panalungkap (Nikodemus) Lumbantobing pada tahun 1867,
dinyatakan bahwa masuk Kristen itu tidak mutlak mengakibatkan keluar dari
golongan masyarakatnya, sebagaimana telah berlaku berkenaan dengan orang
baptisan pertama pada bulan Agustus tahun 1865 (zaman Hindia Belanda)
(orang-orang dibaptis pada tanggal 27 Agustus 1865 ialah Madja (Abraham)
Hutagalung bersama keluarganya ) Ompu Tarida (Joseph) Hutagalung bersama
keluarganya, Ama ni Panggomal (Isak) Sarumpaet dan Jamalan (Johannes) Nasution
bersama keluarganya, seluruhnya 14 orang.[7]
2.5. Kekristenan di
SUMUT pada masa Gerakan Nasionalisme di Indonesia
Jemaat – jemaat HKBP mengalami perpecahan karena
pengaruh pergerakan Nasionalisme Indonesia. Pada tahun 1917 berdirilah Hatopan
Kristen Batak yang dipimpin oleh H.M .Manulang.Badan ini bertujua untuk
membebaskan gereja dari kekuasaan orang asing dan gereja dipimpin oleh orang
Batak sendiri. Semangat ini mempengaruhi orang Kristen Batak pada tahun 1930-an
sehingga tebentuklah Huria Christen Batak, Mission Batak dan Punguan Kristen
Batak. Pada tahun 1964 terjadi perpecahan dalam tubuh HKBP dengan lahirnya
GKPI.[8]
Pada tahun 1918 sudah tercatat 185.731 orang Kristen di
wilayah kerja RMG di sumatera Utara. Selama masa itu, Nomensen yang menjadi
pelopor dan pemimpin karya kekristenan di Sumut. Dengan wafatnya Ompu Nomensen
pada tahun 1918, angkatan zendeling yang menikmati wibawa yang tak
tergoncangkan telah pergi,, para pengganti mereka adalah manusia biasa yang
kebijaksanaannya diragukan bahkan ditentang. Proses itu diperhebat oleh
kesulitan yang dialami oleh RMG dibidang daya dan dana akibat kekalahan Jerman.
Jumlah pekabar Injil berkurang, sedangkan jumlah jemaat dan orang Kristen
bertambah besar. Akibatnya para zendeling menjadi tokoh administrator dan
penilik yang tidak lagi sempat berhubungan dengan orang banyak. Sementara itu
muncullah angkatan orang Batak yang telah mendapatkan pendidikan modern dan
yang dipengaruhi oleh gerakan Nasional yang telah bertumbuh di pulau Jawa. Pada
tahun 1917 M. H. Manullang (yang telah menentang kebijakan RMG di bidang
pendidikan dengan jalan menjalankan aksi mogok belajar di sekolahnya pada tahun
1906). Mendirikan Hatopan Christen Batak (Himpunan Kristen Batak). Himpunan ini
bertujuan untuk merebut kedudukan yang lebih baik bagi orang batak dibidang
sosial dan ekonomi. Pada tahun 1927 mereka bersama beberapa tokoh kelompok
oposisi lain, langsung menyerang RMG dengan mendirikan Huria Christen Batak
(HChB), yang melarang orang asing memegang kedudukan kepemimpinan. Disamping
HChB berdiri pula beberapa kelompok lain yang tidak berhubungan dengan zending.
Dengan demikian mulailah proses pemecahan di kalangan orang Kristen Batak yang
selama itu merupakan kesatuan di bawah naungan RMG.[9]
2.6. Kekristenan di
SUMUT pada masa Jepang
Pendudukan tentera
Jepangg di Tapanuli terjadi pada pertengahan bulan Maret 1942.Jepang segera
mengambil alih pemerintahan Belanda di Tapanuli.Orang Belanda termasuk pendeta
Belanda ditangkap. Setiap penduduk dan kumpulan-kumpulan , termasuk gereja diperingatkan
oleh pemmerintah militer Jepang agar jangan meberi kecurigaan, artinya disini
jangan mencampuri urusan politik yang mengurangi kekuasaan Jepang, ditengah –
tengah ketakutan yang melanda penduduk , HKBP juga terpaksa menerima
tindakan-tindakan Jepang yang sudah berlawanan dengan dasar gereja.antara lain
:
a. Semua sekolah dan Rumah
Sakit dikuasai oleh pemerintah militer Jepang
b. Semua guru dipaksa
menjadi pegawai negeri pemerintah militer Jepang
c. Kebaktian gereja pada
hari Minggu dipaksa menjadi sarana propaganda mensukseskan perang Asia Timur
Raya
d. Beberapa pendeta
ditangkap dan dipenjarakan sebab khotbahnya yang tidak sesuai dengan keinginan
pemerintah Jepang
e. Ribuan pemuda Kristen
Batak dijadikan tentera dan banyak yang tidak diketahui kemana rimbanya
f. Penghasilan rakyat yang
hanya dapat membutuhi kebutuhan hidup
sehari-hari seperti pdi dan ternak dipaksa dikumpulkan ke gudang tentera
Jepang, sehingga raksyat dipaksa hanya untuk makan ubi kayu (kupon paksa)
2.7. Kekristenan di
SUMUT Pada mada Indonesia Merdeka
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Sokarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan indonesia. Oktober 1945 RI telah menyususn pemerintahan
sipil di Tapanuli, tetapi sarana menjaga keamanan belum mencukupi sehingga
mengakibatkan kekacauan. Ada gejala bahwa merdeka pada waktu itu berarti bebas
melakukan kehendak. Mis. Aliran rovolusi sosisal yang bergerak di Sumatera
Timur (Simalungun) sejak Maret 1946. Merembes ke Samosir pada bulan Mei 1946.
Agresi militer Belanda I & II (1947-1949) juga menambah kekacauan dan
pederitaan. Gereja harus melayani jemaatnya di dua dearah yang berbeda, satu di
kekuasaan RI dan yang lain di daerah yang sudah direbut oleh pemerintah Belanda
dan sekutunya. Tetapi pimpinan HKBP mengirimkan surat kepada semua pendeta HKBP
yang menjelaskan sikap positif HKBP terhadap kemerdekaan Indonesia dan
pemerintahan RI. Ketika pucuk pemrintahan HKBP berada di Yogyakarta, beliau
mengadakan audensi dengan pemerintah RI untuk meberitahukan kemelut yang
menimpa HKBP dan Pemerintah RI bersedia membantu HKBP. Selama perjuangan
kemerdekaan Indinesia, HKBP tampil tegas memihak kepada pemerintahan RI,
walaupun NICA yang membujuk orang Indonesia untuk kembali ke pangkuan Belanda.[11]
2.8. Kekristenan SUMUT Pada
masa Orde Lama
Keadaan memaksa gereja secara umum untuk
menyesuaikan diri dengan kehidupan berbangsa, misalnya membantu warga jemaatnya
yang menderita sesudah perang, sampai kepada soal bimbingan dalam pernikahan.
Pada pemilihan Umum yang pertama tahun 1955, warga HKBP menggunakan haknya
untuk memilih. Pengalaman ini menjadi barometer berikutnya sesudah turut
berjuang melawan penjajah, bagaimana warga Kristen turut mendukung Negara. HKBP
juga tanggap dengan kondisi politik Indonesia dalam mengantisipasi perkembangan
Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan memberi peringatan kepada warganya,
sehingga pada Sinode Agung 1956, diputuskan agar warga HKBP dan terutama para
petugas menjatuhkan diri dari PKI. Pada tahun-tahun 1950-an beberapa daerah
di Indonesia temasuk Sumatera Utara
memperihatkan rasa tidak puas terhadap pemerintah Pusat di Jakarta. DGI
Sumatera Utara mengumumkan bahwa pemerintah propinsi Sumatera Utara melepaskan
diri dari pemerintah Pusat tgl 22 Desember 1956. Kemudian tanggal 15 Februari
1958 Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) terbentuk. Pimpinan
HKBP mengajak warga HKBP untuk arif meneliti sebab musabab dari kekeruhan yang
terjadi serta mengajak seluruh umat untuk berpaling kepada Tuhan Yesus
Juruselamat dunia. Munculnya
PRRI yang berjuang melawan komunisme dan
yang memusatkan basis pertahanannya di tanah Batak, pastilah turut mempengaruhi
pandangan warga HKBP kepada Negara, karena para pendukung PRRI kebanyakan
adalah warga HKBP. Sama halnya dengan peristiwa pecahnya G30S⁄PKI 1965, karena
salah seorang dari perwira-perwira yang dibunuh oleh PKI adalah anggota jemaat
HKBP, yaitu Mayjend D.I.Panjaitan. untuk mengungkapkan rasa tanggung jawab
menentang bahaya PKI , pucuk pimpinan HKBP di Tapanuli mengumpulkan beras untuk
menunjang gerakan menumpas PKI, serta melakukan penerangan akan bahaya PKI.
Bahkan dalam Sinode Agung HKBP 1966 Ephorus HKBP, Ds.T.S.Sihombing, memulai
Berita Tahunan HKBP dengan merenungkan kemelut perpecahan dalam HKBP sebagai
campur tangan dari pihak PKI.[12] Partisipasi
Kristen dalam perjuangan bersenjata dijalankan sebagai anggota-anggota dari
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dimana orang-orang Kristen Indonesia
mulanya memberikan sumbangannya. Diantara pimpinan Angkatan Perang Republik
Indonesia sejak semula terdapat perwira-perwira kristen seperti: Kol.
Kawilarang, Kol. Simbolon, Laksamana Muda Jhon Lie, Letnan Djendral Panggabean,
Manyor Jendral Panjaitan. Pada bulan-bulan pertama sesudah Proklamasi ada juga
pasukan khusus yang sebagian besar terdiri dari orang-orang Kristen seperti:
KRIS, Pasukan Pattimura, pasukan istimewa di Jawa Barat, Laskar Kristen di
Sumatera Utara.[13] Beberapa tahun kemudian (1952) dengan bantuan dari luar
negeri, HKBP sempat mendirikan Universitas
HKBP Nomensen di Pematang Siantar.[14]Orang-orang
Kristen Indonesia pada tahun 1945-1949 beberapa berpihak pada Republik.
Beberapa daerah Kristen di Sumatera Utara mengadakan perlawanan gigih terhadap
tentara Belanda.[15]
Setelah Indonesia merdeka jumlah gereja besar bertambah besar dan KeKristenan
Indonesia tambah beraneka ragam. Penyebab pertama ialah retaknya beberapa
gereja akibat unsur kesukuan/kedaerahan atau karena faktor lain. Demikianlah di
Sumatera Utara lahirlah GKPS (1963), GKPI (1964).[16]
2.9. Kekristenan di SUMUT Pada masa Orde Baru
Salah satu peristiwa di masa orde baru adalah terjadinya gereja negara
idmana pemerintah RI ikut campur tangan di dalam diri HKBP. Pada masa orde baru
kekuatan militer memperoleh kedudukan kuat. Hampir semua badan birokrasi
Indonesia, militer mempunyai wakil-wakilnya di dalamnya. Kooptasi ormas dan
organisasi keagamaan dilakukan untuk menjaga kelenggangan rezim Soeharto. Hal
itu dapat dilihat melalui pada kasus intervensi militer dalam HKBP. Kejadian
itu didasari oleh tidak terpilihnya pengurus pusat HKBP akibat perselisihan
paham di sinode ke-51 HKBP. Hal itu membuat Barkostanda Sumbagut mengundang
beberapa majelis pusat HKBP dan hasil pertemuan itu adalah keluarnya SK (surat
ketetapan) oleh ketua Bakorstandayang mengunjuk Dr. S. M. Siahaan sebagai
pejabat ephorus. Tentunya itu menjadi polemik, karena kekuatan militer
mempengaruhi HKBP pada saat itu. Pelantian Ephorus pun saat itu di jaga oleh
ketat oleh banyak tentara pada saat itu.[17]
STT Abdi
Sabda Didorong oleh panggilan untuk memberitakan
Injil Kristus dan kebutuhan akan tenaga pelayan gereja, pada tahun 1967
Gereformeerd Indonesia bersama tiga gereja di Sumatera Utara sepakat
menyelenggarakan sekolah formal untuk mendidik calon-calon guru injil dan guru
agama Kristen, baik untuk bekerja di gereja maupun di sekolah-sekolah. Untuk
itu diadakan pertemuan bersama yang dihadiri oleh masing-masing utusan gereja
yaitu: Pdt. Sep. Purnahadikawahyo (GKI-SUMUT), Pdt. K. L. F. Legrand
(GKI-SUMUT), Pdt. Aggapen Ginting (GBKP), Pdt. R. Telaumbanua (BNKP), Pdt. A.
Wilmar Saragih (GKPS) , dan Pdt. S. P. Dasuha (GKPS). Keputusan penting dari
pertemuan di atas adalah kesepakatan mendirikan satu Yayasan Pendidikan petugas
gereja dengan tujuan menyelenggarakan sekolah untuk mendidik petugas dan calon
petugas gereja. Maka pada hari Jumat, 16 Agustus 1967 dilakukan penandatanganan
akta pendirian Yayasan di depan notaris. Keempat gereja diwakili oleh: Pdt.
Anggapen Ginting Suka (GBKP), Pdt. Sep Purnahadikawahyo (GKI-SUMUT), Pdt.
Lesman Purba (GKPS), dan Pdt. Baziduhu Larosa (BNKP).
Seiring
dengan perkembangan zaman, sekolah ini ditingkatkan menjadi Istitut Theologia
Abdi Sabda (ITAS) pada tahun 1983 dan tahun 1998 berubah menjadi Sekolah Tinggi
Theologia (STT) Abdi Sabda. Bukan hanya sekolah ini yamg mengalami perubahan
dari sekolah guru injil menjadi ITAS, dan dari ITAS menjadi STT Abdi Sabda,
pendukung sekolah ini juga bertambah yaitu HKI dan GKPA yang bergabung pada
tahun 1987. Pada masa orde baru ini ada beberapa program yang telah
diselenggarakan yayasan Abdi Sabda yaitu: pada tahun 1968-1976 menyelenggarakan
Sekolah Guru Injil (SGI) dan Sekolah Pendidikan Guru (SPG), 1983 (sampai
sekarang) membuka fakultas PAK, 1984 (sampai sekarang) membuka Fakultas
Theologi, 1989 membuka pembinaan warga Gereja, 1997 (sampai sekarang) membuka
fakultas Pembinaan Warga Gereja (PWG), 1997 (sampai sekarang) membuka program
pasca sarjana (M.Th dan M.Min).
Pada masa Orde
Baru sejak berdirinya ITAS tahun 1983 sampai dengan 1998 ITAS telah dipimpin
oleh rektor sebagai berikut:
1.
Pdt. Johan Pengarapen
Sibero, M.Th (1983-1988).
2.
Pdt. Mikha Damanik, M.Th
(1988-1990).
3.
Pdt. Ruben Bangun, M.Th
(1990-1992).
4.
Pdt. Mikha Damanik, M.Th
(1992-1994).
5.
Pdt. Berlian Saragih,
M.Litt (1944-1996).
6.
Pdt. Anggapen Ginting
Suka, DPS (1996-1998).
Pada tahun 1988
STT Abdi Sabda juga telah menyelenggarakan ujian Negara untuk jurusan PAK dan
pada tahun 1998 untuk jurusan Theologia. STT Abdi Sabda juga dalam pengabdian
masyarakat sejak tahun 1991 STT Abdi Sabda aktif melayani di LP Anak Kelas IA
dan sejak tahun 1995 di Rutan Kelas IIA Tanjung Gusta Medan.[18]
2.10.
Kekristenan di SUMUT Pada Masa Reformasi
Plurarisme di Indonesia semakin mencuat ke permukaan
dalam era keterbukaan ini menjafi tantangan tertentu bagi gereja.Argument
mayoritas-minoritas sering digunakan untuk memperoleh hak istimewa bagi yang
mayoritas, dan yang minoritas harus rela memenuhi syarat tertentu.Menyikapi itu
sudah bukan rahasia lagi kalangan politisi memanfaatkan isu-isu keagamaan untuk
menggalang kekuatan.Yang diakat bukan tema kebersamaan, kerukunan, dan
toleransi tetapi kebenaran masing-masing.Dalam era reformasi ini gereja perlu
mendorong warga jemaat agar aktif membina hubungan yang baik dengan orang yang
berbeda agama, mencermati kecenderungan politik, tegaknya HAM, dan supremasi
hukum. Gereja harus sadar bahwa dirinya adalah bagian dari masyarakat yang
semakin terbuka itu .salah satu contoh kasus adalah peranan HKBP dalam
menyikapi masalah PT. Inti Indorayon utama (IIU, atau sering dikenal hanya
sebagai “Indorayon”). Sejak awal kehadirannya pemerintah daerah menilainya
sebagai penggerak yang dapat memulihkan ekonomi tanpa mempertimbangkan
keselamatan lingkungan hidup termasuk manusia yang tinggal di
sekitarnya.Kenyataanya Indorayon menghadirkan berbagai kesulitan bagi
masyarakat yang tinggal di sekitarnya yang mayoritas Lutheran.Juga pada kasus
Inalum. Karena kurang jelasnya sikap HKBP mengenai hal itu, maka beberapa
pemuda HKBP bergabung dengan pelayan idealis GKPS, GKPI, HKI dan GBKP membentuk
LSM yang diberi nama “Kelompok Studi pengembangan Prakarsa Masyarakat”.[19]
2.11. Aliran-aliran Kekristenan di SUMUT
2.11.1. HKBP
Gereja ini adalah salah satu gereja yang hidup
ditanah batak.Beberapa perhimpunan perkabar injl telah berjasa bagi
terbentuknya gereja yang terbesar di Indonesia ini.Usaha pertama terjadi pada
tahun 1820 oleh perhimpunan perkabaran Injil Bantis Inggris.Yang mengutus tiga
orang misionarisnya ke sumatera.Pada tahun 1824 Burthon dan Word memasuki
daerah si lindung.Usaha kedua dilakukan oleh misionaris dari dewan perkabaran
injil Amerika untuk luar negeri pada tahun 1834.Mereka mengutus munsun dan
Lyman keduanya terbunuh ditanah Batak.Usaha ketiga adalah beberapa misionaris
gereja menonit Rusia dari Ukraine yang bekerja di Mandailing pada tahun 1838,
hasil misinya diserahkan kepada HKBP. Usaha keempat dilakukan oleh empat orang
misionaris jemaat bebas di Ermelo,Belanda,yaitu G.Van Hasselt,
Dammerboer,Dalen,dan Betz pada tahun 1856, usaha kelima dilakukan oleh
perhimpunan misionaris perhimpuan perkabaran Injil Rhein (Rheinische Missionsgescllschalt)-
RMC.diabwah pekerjaan perhimpunan inilah lahir HKBP, RMG bekerja ditanah batak
pada tahun 1861 misionarisnya yang terkenaladalah I.L.Nomenssen kekeristenan
berkembang sangat pesat . Pada tahun 1861[20]HKBP
berdiri pada tanggal 7 Oktober 1861. Agama Kristen dan gereja yang tumbuh di
tanah Batak berasal dari karya pewartaan Injil oleh para massionaris jerman
sejak tahu 1861, orang Batak mengenal dan menerima Injil dari merekaa sesudah
beberapa lama curiga dan ingin menolak mereka sebab disangka mata-mata musuh
dan yang akan melakukan perbuatan jahat. Dengan melihat cara kedatangan mereka
yang tidak akan mendirikan suatu perusahaan dagang atau suatu negara jajah,
maka beberapa pengetua desa atau raja mengijinkan mereka tinggal
ditengah-tengah mereka, memberikan pertapakan tempat membangun rumah
peribadatan yang baru.[21]Pada
bulan Mei 1864, Nommensen mendirikan rumahnya di Huta Dame.[22]Orang
Batak merdeka, yang di tengahnya Nommensen menetap, bukanlah orang biadab.Raja
Pontas Lumbantobing (yang kemudian menjadi raja Batak pertama yang dibaptis)
telah menyanggupi untuk mengantar Nommensen dari Barus ke Silindungdengan
syarat diberi pernyataan tertulis bahwa dirinya tidak dianggap bertanggungjawab
atas keselamatan tuan-tuan dari Eropa itu.Karena takut kena bencana kalau
menyambut seorang asing yang tidak memelihara adat, maka mula-mula raja-raja di
Silindung tidak mau menjual tanah kepadanya untuk membangun rumah.Mereka biasa
datang ketempat tinggalnya melemparkan kepadanya kata-kata yang menyakitkan
hati, ketika raja-raja itu berada di rumahnya, mereka tinggal begitu lama
sehingga mengantuk dan tertidur,lalu Nommensen mengambil selimut dan menutupi
badan mereka terhadap udara malam yang dingin. Pada pagi hari mereka merasa
malu, “ Melihat kasih yang begitu besar, mereka tak dapat bertahan lagi
menghadapi Nommensen”.[23]Karena
tiga raja tanpa diketahui oleh raja-raja marga Siopatpusoran lainnya sudah
menyanggupi untuk menjual tanah kepada penginjili pertama di daerah Silindung,
kepada Nommensen untuk membangun rumah, yang dibaptis Pada tanggal 27 Agustus
1865 diusir dari kampung halamannya karena tidak lagi mau memberi sumbangan
untuk upacara-upacara agama suku. Maka terpaksalah Nommensen mengumpulkan
mereka dalam kampung tersendiri , yang diberi nama Huta Dame (= Yerusalem,
Kampung Damai), setelah 7 tahun melakukan penginjilan, orang Kristen Batak
berjumlah 1.250 jiwa. Tetapi 10 tahun kemudian (1881 zaman Hindia Belanda)
angka itu sudah lipat lima.
Sejak tahun 1875
dan bukan sejak tahun 1883 sebagaimana dinyatakan oleh A.Schreiber “ agama
Kristen telah menjelma menjadi suatu kekuasaan nyata” (Bermen 1883, menurut
perkiraannya, penghuni daerah Sipoholon dan Silindung pada waktu itu berjumlah
sekitar 25.000.). [24] HKBP menjadi gereja yang mandiri sejak tahun 1940
setelah RMG melepas pelayanannya di Tapanuli karena ekspansi Jerman ke Belanda
menyebabkan pemerintahan Belanda melarang Zending Jerman mengabarkan
pelayananya di Tapanuli dan daerah Indonesia lainnya.[25]
2.11.2. HKI
Sejalan
dengan lahirnya hari kebangkitan Nasional melalui pendirian Budi Utomo pada
tanggal 20 Mei 1908 dan didorong oleh keinginan kemandirian Gereja dari RMG,
serta penolakan mendirikan Jemaat Baru di Pantoan oleh Misionaris RMG di
Pematang Siantar, adalah menjadi salah satu alasan untuk mendirikan satu gereja
baru di Pantoan yang kemudian disebut Hoeria
Christen Batak (H.Ch.B).
Sebenarnya, sejak tahun 1927, F.P.Sutan Malu sudah mulai
melakukan kebaktian Minggu dirumahnya di daerah Pantoan Pematang Siantar. Akan
tetapi, baru pada tanggal 01 April1927 membuat surat pemberitahuan
resmi kepada pemerintahan. Alasan utama mendirikan Gereja ini - di samping
alasan yang disebut di atas - dinyatakan oleh F. Sutan Malu Panggabean pada
waktu dia ditanyai oleh pejabat pemerintah Simalungun, adalah Yakobus1: 22: “Tetapi hendaklah kamu
menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja jika tidak demikian kamu
menipu diri sendiri”. Dari alasan yang dikemukakan ini tampak dengan jelas
bahwa pendirian Gereja HChB yang memperluas namanya menjadi HKI adalah untuk
menyelenggarakan pekabaran Injil (marturia), persekutuan (koinonia), dan pelayanan kasih (diakonia).[26]Demikianlah
pada tanggal 1 Mei 1927 di mulailah peribadan di rumah F.P. Sutan Malu.Inilah
asal usul mulanya berdirinya Hoeria CHristen Batak (H.Ch.B), yang kemudian
dinamai Huria Kristen Indonesia (HKI).[27] Demikian pula setelah timbul lagi
perpecahan dikalangan jemaat Rijnsche Zending di Medan, karena perpindahan
Pendeta Theis kesana, banyak diantara warga jemaat itu yang menghendaki agar
pendeta Batak ditempatkan di Medan untuk memimpin jemaat itu. Ephorus tidak
mempertimbangkan masalah tersebut.Maka golongan itu menyusun suatu resolusi
yang ditanda tangani oleh warga jemaat yang jumlahnya 123 orang. Maka
kelompok ini dinamai pihak lawannya “Partai 123” sehingga kepada pihak luar golongan itu
seakan-akan merupakan partai politik.tetapi sebenarnya golongan ini hanya
bergerak dibidang keagamaan saja, yang menginginkan supaya pendeta-pendeta
Batak semakin diberikan kesempatan untuk turut dalam pengambilan keputusan di
dalam tubuh Rijnsche Zending. Kelompok inilah yang mendirikan Huria Kristen
Batak dalam tahun 1929 yang kemudian menjadi HKI.Jemaat iti tinggal jemaat
tunggal selama delapan belas bulan.Pada tanggal 14 November 1928.[28] Gereja
ini merupakan pecahan dari Huria Christen Batak yang berdiri sendiri pada tahun
1946. Jemaat – jemaatnya tersebar disimalungun,Tapanuli,Dairi,dan Asahan. Dibeberapa kota besar di pulau Jawa terdapat
pula jemaat HKI. Gereja ini anggota PGI pada tahun 1967. System pemerintahan
gerejawinya adalah sinodal dan kantor pusatnya berada di Pematang Siantar.
Jumlah anggotanya pada tahun 2000 adalah 350 000 orang[29]
2.11.3. BNKP
Pemberitaaan injil baru
dimulai pada tahun 1865, yang ditandai dengan kedatangan seorang utusan RMG
yang bernama LUDWIG Ernst Denniger pada tanggal 27 september 1865. Ia
mengajukan permohonan kepada RMG Baemen dan juga kepada gubernur jendral di
Batavia .rencana nya untuk mengabarkan Injil dipulau Nias tidak disetujui baik
oleh RMG di Jerman maupun oleh Pemerintah pantai Barat Sumatera. Yang
berkedudukan di Padang .hal ini disebabkan karena RMG lebih memusatkan
perhatiannya dan tenaganya ditanah Batak untuk membendung perkembangan Islam
disana, sedangkan pemerintah di Pantai Barat Sumatera tidak dapat menjamin
keamanan di Nias. Walaupun demikian upaya Deninger untuk menginjili daeran Nias
semakin membeberi titik terang karena pemerintah Belanda di Den Haag meminta
kepada RMG untuk mengutus misionaris tiap pulau Nias karena menurut mereka
orang-orang Nias termasuk jahat dan suka berontak [30]
pada tahun 1936 selesailah para zending menyusun dan membahas konsep Tata
Gereja. Dan berdasarkan hasil diskusi-diskusi disetiap Resort diketahui bahwa
seluruh jemaat mendapat dukungan rencana untuk penyatuan gereja-gereja di Nias
dalam satu Sinode (Lembaga).Dengan demikian, pada tanggal 8-11 Nopember 1936,
dilangsungkanlah sidang Sinode I bertempat di Gunungsitoli.Pelaksanaan tersebut
disiapkan oleh pada Zendeling dengna dukungan para pelayan pribumi dan warga
jemaat. Persiapan menyangkut materi persidangan dan pembiayaan dipersiapkan
okeh para Zendeling, sedangkan persiapan teknik (koor,tempat,akomodasildan
konsumsi) dikerjakan oleh warga jemaat[31]
Dalam pelaksanaan sidang sinode ini,
ada permintaan dari pengurus RMG agar seluruh pekabar injil bangsa eropa
otomatis ,menjadi peserta sidang sinode. Permintaan ini dikabulk
2.11.4. GKPI
Gereja ini merupakan hasil perpecahan dalam tubuh HKBP
pecah pada sinode godang HKBP, Oktober 1962 di Sipoholon. Terdapat beberapa
kelompok yang tidak puas dengan kehidupan HKBP dan Universitas HKBP Nomensen.
Mereka ingin mengadakan pembaharuan dalam tubuh HKBP. Konflik tidak dapat
diperdamaikan sehingga kelompok yang tidak puas mengadakan ibadah sendiri.[32]
Minggu 16 Agustus 1964, para pendukung pembentukan gereja yang baru itu datang
dari berbagai penjuru (Medan, Kisaran dan Tanah Jawa- Simalungun) dan berkumpul
.uybersama teman-teman seperjuangan di Pematangsiantar. Mereka semula
sendiri-sendiri, kemudian bergabung – berkumpul di rumah Dr. Andar L. Tobing
dan Dr. Sutan M. Hutagalung, sekaligus meminta pendapat dari kedua tokoh ini
mengenai rencana pembentukan organisasi gereja yang baru. Pada awalnya Dr.
Andar L. Tobing menolak rencana itu dengan berkata: “Pemisahan diri dari suatu
gereja, untuk mendirikan suatu gereja yang baru, tidak sesuai dengan dogma dan
hukum theologia. Tubuh Kristus adalah tunggal (satu) dan tidak dapat
dipecah-pecahkan.” Selanjutnya beliau berkata : “Belum ada suatu alasan yang
kuat buat memisahkan diri dari HKBP”.
Dr. Sutan M. Hutagalung mengemukakan sikap dan pandangan yang pada
prinsipnya sama. Pendek kata, sampai waktu itu kedua tokoh ini belum menyetujui
pembentukan organisasi gereja yang baru baru. Kendati demikian, mereka yang
datang dan berkumpul di Pematangsiantar itu tidak membatalkan maksud dan niat
untuk mendirikan organisasi gereja yang baru. Mereka sebagian besar adalah
warga gereja kemudian sepakat bahwa gereja yang baru itu diberi nama Gereja
Kristen Protestan Indonesia, disingkat GKPI. Rencana pembentukan gereja baru
ini, berikut nama yang disepakati, dikukuhkan dengan sebuah doa yang dipimpin
oleh salah seorang peserta tertua pada pertemuan tanggal 16 Agustus, di rumah
Dr. Andar L. Tobing: “Ya Allah, Bapa kami, bila rencana kami untuk mendirikan
gereja yang baru ini sesuai dengan kehendak-Mu, berilah kami bimbingan dan
berkat yang penuh. Tetapi bila rencana kami ini bertentangan dengan
kehendak-Mu, kami mohon supaya dicegah segera” Pada hari Minggu 23 Agustus 1964
diadakanlah kebaktian pertama yang menggunakan nama gereja yang baru ini,
dengan meminjam tempat di Gereja Bala Keselamatan, Jalan Merdeka
Pematangsiantar, dipimpin oleh calon Pendeta Besatua Parsaulian Siregar, S. Th.
Pada waktu itu diedarkan juga formulir isian berisi pernyataan menjadi anggota
GKPI, setelah lebih dulu didoakan oleh seorang hadirin yang tertua. Pada hari
Minggu 30 Agustus 1964 diadakan kebaktian GKPI yang kedua, di pekarangan rumah
dr. Luhut Lumbantobing, Jl, Simarito no. 6 Pematangsiantar, karena pihak Bala
Keselamatan tidak mengizinkan lagi menggunakan gedung gereja. Pada kebaktian
ini hadir juga beberapa Pendeta dan calon Pendeta yang kemudian menjadi Pendeta
GKPI, yaitu: Pdt. Dr. Andar L. Tobing, Pdt. L. Tambunan, O. Siahaan S. Th, M.
Bakara, S. Th, dan G. O. P. Manurung. Setelah kebaktian, disusunlah pengurus
sementara GKPI. Tanggal pembentukan sementara ini (30 Agustus 1964) kemudian
disepakati sebagai tanggal lahir GKPI, pesta peresmian berdirinya GKPI baru
dilangsungkan pada hari minggu 1 November 1964, juga bertempat di Jalan
Simarito no 6 Pematangsiantar, dipimpin Pdt. Dr. Andar L. Tobing, dan dihadiri
ribuan warga masyarakat Kristen dari berbagai penjuru Sumatera Utara. Sehari sebelum
peresmian- yakni pada tanggal bersejarah, Hari Reformasi 31 Oktober- diadakan
musyawarah pertama GKPI (belum disebut sebagai Sinode Am) yang dihadiri oleh
utusan dari 35 jemaat yang sudah terbentuk selama dua bulan pertama. Musyawarah
ini menghasilkan kesepakatan tentang konsep Tata Gereja, penyempurnaan pengurus
sementara, dan waktu penyelenggaraan Sinode Am yang pertama. Melihat proses
berdirinya GKPI ini, dapat dikemukakan perbandingan: sama seperti Martin Luther
pada awal abad ke-16 dan John Wesley pada abad ke-18, demikian juga kedua tokoh
yang kemudian menjadi pimpinan GKPI pada separo masa GKPI, yaitu: Pdt. Dr.
Andar Marisi Lumbantobing dan Pdt. Dr. Sutan Mahara Hutagalung, semula tidak
menghendaki pembentukan organisasi gereja baru. Tetapi mereka dipaksa oleh
sejarah, didesak oleh sejumlah tokoh dan warga gereja, yang sudah bertekat
bulat meninggalkan HKBP dan membentuk gereja baru, untuk menerima pembentukan
gereja baru itu dan memimpinnya. Dengan kata lain, mirip juga dengan peristiwa
proklamasi kemerdekaan RI, proklamasi berdirinya GKPI tidak pernah direncanakan
dan dipersiapkan sejak jauh hari melainkan dengan tiba-tiba digereakkan oleh
iman yang haus akan pelayanan Yesus Kristus ditengah iklim situasi yang sulit.[33]
2.11.5. GKPA
Organisasi gereja ini secara resmi didirikan pada
tanggal 26 Oktober 1975 ketika memperoleh otonomi dari Huria Kristen Batak
Protestan (HKBP), dengan nama HKBP-A. Pada tahun 1988 bergabung dengan
"Gereja Protestan Angkola (GPA)", dan mulai mengambil nama "Gereja
Kristen Protestan Angkola". GKPA melayani masyarakat Batak Angkola dalam
bahasa daerah mereka.Dinyatakan dalam tujuan pelayanannya sebagai
"menguatkan Kekristenan dalam lingkungan Islam" dengan upaya
mempererat saling pengertian dan toleransi yang baik di antara umat Kristen dan
Islam. Gereja
Kristen Protestan Angkola (GKPA) telah berdiri sendiri dan diakui Pemerintah
sesuai dengan Surat Pengakuan Departemen Agama Republik Indonesia No. 1
Ket/413/159277.Tgl.19 Oktober 1997 dan No. 75.Tgl.10 Maret 1988 serta No. 21
tahun 1995 berdasarkan UU no.8/1985 Tambahan Berita Negara R.I No.17 Tanggal
26/2-1999.GKPA berbentuk Badan Hukum yang berdiri sendiri, diawalnya bertempat
kedudukan di Sipirok kemudian tahun 1987 (masa Orde Baru) pindah ke Padang
Sidimpuan, Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. [34]
2.11.6. GKPS
Missionaris Theis menjadi missionaris asing yang
pertama yang ditunjuk untuk pekerjaan Simalungun , yang berkedudukan di
pemantang Raya pada tanggal 2 September 1903. Sejarah Gereja Simalungun
dianggap mulai dari tanggal ini.[35] Pada tahun 1904, G.K.
Simon mendirikan pos pekabaran Injil di Bandar dan segera pula mulai
menerjemahkan karangan-karangan Kristen serta buku-buku sekolah ke dalam bahasa
Batak Simalungun, sebab bahasa Batak Toba kurang dipahami oleh orang-orang
Simalungun. Namun setelah Simon meninggalkan Sumatera pada tahun 1906, kegiatan
penerjemahannya yang sangat penting bagi penyebaran agama Kristen di
kalangan Simalungun terbengkalai saja.
H. Guillaume, yang pada tahun 1905 mendirikan pos pekabaran Injil di pemantang purba tidak menyadari
betapa pentingnya bahasa batak Simalungun itu untuk penyebaran agama Kristen.
Penggantinya, Ed. Miiller, yang pada tahun 1907 memindahkan pos pekabaran Injil
dari Bandar ke Pematang Siantar, ada mengusahakan pencetakan beberapa judul
buku sekolah, namun dia tidak mengembangkan kebijaksanaan berencana berkenaan
dengan penggunaan bahasa Batak Simalungun dalam lingkungan jemaat dan sekolah.
Dia lebih banyak menaruh minat kepada orang Kristen Batak Toba yang merantau
dari Tapanuli, sehingga pos pekabaran Injil itu dalam waktu singkat menjadi
jemaat Batak Toba.[36] Gereja ini merupakan
hasil kegiatan pekabaran Injil para missionaries perhimpunan pekabaran Injil
Rhein (Rheinische Missionsgesellschaft-RMG)
di daerah Simalungun pada tanggal 2 September 1903, RMG menempatkan
missionarisnya yang pertama di Simalungun, yaitu pdt. Agust Theis. Kekristenan
berkembang di daerah ini karena dukungan raja-raja Simalungun dan penggunaan
dialek Simalungun. Pada mulanya Simalungun merupakan salah satu distrik dalam
HKBP namun pada 5 Oktober 1953 Simalungun membentuk sinodenya sendiri dengan
nama HKBP Simalungun, dengan demikian Simalungun merupakan bagian dari HKBP
sehingga pimpinan sinodenya hanyalah berkedudukan sebagai wakil ephorus HKBP.
Pada tanggal 2 September 1963, Simalungun melepaskan diri sepenuhnya dari HKBP,
Gereja ini kemudian diberi nama Gereja Kristen Protestan Simalungun. Namun
gereja ini menyatakan 2 September 1903 sebagai tanggal berdirinya, yaitu saat
missionaries pertama tiba di Simalungun. Sistem pemerintahan gerejawinya adalah
sinodal dan berkantor pusat di Pematang Siantar, jumlah anggota jemaatnya pada
tahun 2000 adalah 202.560 orang dan menjadi anggota PGI pada tahun 1964.[37]
Pada tanggal 1 September 1963 (masa orde lama) HKBP Simalungun resmi berganti
nama dengan GKPS.Setahun setelah itu didirikan pusat pendidikan GKPS di
Pematang Raya dan pembangunan Asrama Putra dan Putri, dan tahun 1964 itu juga
GKPS menjadi anggota persekutuan
gereja-gereja di indonesia (PGI).[38]
2.11.6. GKPPD
Jemaat awal GKPPD (Gereja Kristen Pak-Pak Dairi) terbentuk sebagai hasil
zending HKBP yang mengutus Pdt. Samuel Pangabean mengabarkan Injil di tanah
Pak-Pak pada 7 september 1905. Ibadah perdana diadakan di rumah keluarga Raja
Sibayak Pakasior Manik di desa Kuta Usang Suak Pegangan. Pada 3 Maret 1963
berdiri HKBP Simerkata Pakpak-Sumbul, yang kelak menjadi gereja Pakpak yang
berdiri sendiri, dimekarkan dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Pada 20
Oktober 1990 diadakan sidang penetapan nama, penetapan aturan-aturan gereja di
HKBP Simerkata Pakpak-Sumbul. Peresmian GKPPD sebagai suatu sinode gereja yang
mandiri dilaksanakan di Medan pada tanggal 25 Agustus 1991 dengan Pdt. E. J.
Solin Sebagai Bishopdan St. Sakkap Manik sebagai pelaksana Harian, dan diakui
pemerintah Indonesia melalui keputusan Dirjen Bimas Kristen Protestan
Departemen Agama Republik Indonesia No: F/Kep/Hk.005/22/740/1996 tanggal 22
Maret 1996. Masuk menjadi anggota PGI wilayah Sumut melalui keputusan No.
183/K/PGIWSU/IV1996 tanggal 17 April 1996. Masuk angota PGI melalui keputusan
no.139/PGI-IX/SKEP/1997 tanggal 13 November 1997. Menjadi anggota World
Lutheran Federation (WLF) Geneva tanggal 21 Juni 2000.[39]
2.12. Tokoh-tokoh Kekristenan di SUMUT
2.12.1. Nomensen
tahun
1861 berlayar ke Sumatera sampai di Padang pada tanggal 16 Mei 1862.Pada
tanggal 1863 Mommensen ke Sibolga, sampai disana pada tanggal 23 Juni.Pendeta
Van Aseselt telah menunggu merek di Sibolga.Sesudah beberapa lama tinggal di
Barus Nommensen bermaksud pergi ke kampung-kampung yang ada di pegunungan.
Bersama-sama dengan raja Barus dan 8 orang pembantu, mereka berangkat dengan
membawa tembakau, dan detar-detar sebagai hadiah untuk raja yang akan ditemui
nanti. Pada bulan Mei 1864,
Nommensen mendirikan rumahnya di Huta Dame.[40] Orang Batak merdeka,
yang di tengahnya Nommensen menetap, bukanlah orang biadab.Raja Pontas
Lumbantobing (yang kemudian menjadi raja Batak pertama yang dibaptis) telah
menyanggupi untuk mengantar Nommensen dari Barus ke Silindungdengan syarat
diberi pernyataan tertulis bahwa dirinya tidak dianggap bertanggungjawab atas
keselamatan tuan-tuan dari Eropa itu.Karena takut kena bencana kalau menyambut
seorang asing yang tidak memelihara adat, maka mula-mula raja-raja di Silindung
tidak mau menjual tanah kepadanya untuk membangun rumah.Mereka biasa datang
ketempat tinggalnya melemparkan kepadanya kata-kata yang menyakitkan hati,
ketika raja-raja itu berada di rumahnya, mereka tinggal begitu lama sehingga
mengantuk dan tertidur,lalu Nommensen mengambil selimut dan menutupi badan
mereka terhadap udara malam yang dingin. Pada pagi hari mereka merasa malu, “
Melihat kasih yang begitu besar, mereka tak dapat bertahan lagi menghadapi
Nommensen”.[41]
2.12.2. Pendeta August Theis
August
test juga memanfaatkan kesempatan seperti pertemuan para penghulu kerajaan
dalam ragka menkristenkan anak-anak pribumi simalungun.Agusteis melihat banyak
orang tua melarang anak-anaknya dibabtis karena takut disebut penghianat
leluhur, tidak beradat, dan tidak setia pada raja.Mereka berpendapat bahwa
langkah untuk masuk ke agama Kristen adalah suatu tindakan yang tidak sah baik
menurut agama leluhur, maupun adat istiadat. Jika ada warga yang memeluk agama
Kristen dan rajin ke gereja ada anggapan bahwa raja orang Kristen adalah tuan
Pendeta, karena aturannya yang dijalankan. Mengahadapi keadaan tersebut maka
pada pertemuan pada penghulu kerajaan, agustese mengusulkan agar orangtua tidak
melarang anak-anaknya untuk ememluk agama Kristen sebab raja sendiri tidak
melarangnya.Usul itu ternyata mendapatkan tanggapan yang positif dari
penghulu.Mereka tidak berani menolak ususl Agustese sebab raja sebagai penguasa
tertinggi justru memberikan kebebasan bagi warganya untuk menolak atau menerima
agama Kristen.[42] Pada tahun 1903 RMG memulai penginjilan di kalangan
Simalungun, pos pekabaran Injil didirikan oleh A. Theis.Theis membabtis
beberapa orang yang bertobat, kemudian 38 orang dibaptis di parapet.Missionaris
Theis menggunakan banyak obat-obat aneh untuk menyembuhkan orang-orang
sakit.Tetapi lambat laun baiksekolah maupun pemeliharaan kesehatan diterima,
dan orang-orang mulai berdatangan dari jauh untuk perawatan Medis.[43]Theis
ditempatkan di Pematang Raya, 1928 baru 900 orang Simalungun yang dibaptis.[44]
2.12.3.
Fredrik
Panggabean
Fredrik
Panggabean yang mamakai nama gelaran Sutan Malu yang sering disingkatkan dengan
F.P.St Malu. Beliau berlainan sekali dari penduduk yang di kampung itu, pertama
karena beliau sudah menerima pendidikan guru di Sekolah asuhan Rijnsche Zending
di Sipoholon.Untuk pergi melaksanakan ibadat, orang harus datang berjalan kaki
ke gereja, berjalan kaki sejauh itu merupakan suatu dalih yang masuk akal untuk
alasan tidak datang beribadat ke gereja. S.t Malu, pernah sendiri datang ke
Pematangsiantar untuk beribadat Minggu. Mulai dari memajukan permohonan itu
kepada pendeta Jerman tersebut, rumah F.P. Sutan Malu sudah merupakan tempat
pertemuan bagi kelompok Kristen Batak di Pantoan.Karena permohonan yang tidak
digubrisikan oleh pimpinan gereja, para sipemohon merasa kesal.Kekesalan
menimbulkan perlawanan. Perlawanan menimbulkan semangat , semangat menimbulkan
kemauan untuk berbuat. Demikialah pada tanggal 1 Mei 1927 dimulailah
peribadatan di rumah Sutan MaluInilah asal usul mulanya berdirinya Hoeria CHristen Batak (H.Ch.B),
yang kemudian dinamai Huria Kristen Indonesia (HKI).[45]
2.12.4.
J. Wismar
Saragih (Missionaris pribumi)
Wismar
tokoh yang memprakarsa gerakan
kemandirian orang Kristen Batak Simalungun. Wismar (1888-1958). Tokoh ini
sangat berbakat di bidang sastra: ia menerbitkan buku berisi 200 nyanyian
gereja dalam bahasa Simalungun dan menerjemah PB serta sebagian PL ke dalam
bahasa itu, di samping menjadi redaktur “Sinalsal”.[46]
II.
Hambatan
dan Tantangan
Hambatan
1. Perkembangan
kekeristenan di SUMUT mendapatkan hambatan melalui agama-agama local seperti
yang disebutkan diatas jika ada masyarakat yang masuk agama Kristen akan
dianggap melanggar adat istiadat
2. Pada
masa nasionalisme banyak gereja-gereja yang harus belajar mandiri. Itu yang
membuat.banyak jemaat yang tidak terlayani oleh pelayan tertahbis. Karena masih
kurangnya pelayan tertahbis pribumi
Tantangan
1. Tantangan
dari perjumpaan agama Kristen dengan agama lain seperti islam
2. Kurang
terpeliharanya kehidupan jemaat didalam kehidupannya yang membuat banyak jemaat
tidak puas terhadap para pelayan gereja. Sehingga perlunya memelihara jemaat
agar kualitas jemaat semakin baik
V. Daftar Pustaka
·
Sumber Buku
den
End. TH.Van & J.Weitjens. Ragi
Carita 2. Jakarta:
BPK-GM,2019.
Distrik. Panitia IX Perajaan
Jubelium 100 Tahun HKBP. Seratus Tahun
Kekristenan dalam Sejarah Rakyat Batak. Jakarta: BPK-Gunung Mulia 2013.
E. Simorangkir Mangisi S. Ajaran Dua Kerajaan Luther dan Relevansinya di Indonesia. Pematang
Siantar: Kolportase Pusat GKPI, 2008.
E. Simorangkir Mangisi S. Ajaran Dua Kerajaan Luther dan Relevansinya di Indonesia.
End Van den & J. Weitjens. Ragi
Cerita 2. Jakarta:
BPK-Gunung Mulia, 2012.
Fries. E. Nias Amoeata Hoelo Nono Niha. Ombolata:Zendingdrukkerij
1999.
Hutauruk. J.R. Sejarah Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Peraja: Tarutung 1986.
Hutauruk.R. Kemandirian
Gereja.
BPK-Gunung Mulia,1992.
Id.m.wikipedia//Sekitaran-SUMUT diakses pada 2 Maret 2020
pukul 22.25 WIB
Jan.
J. Damanik, Kristus di Tengah-tengah Suku
Simalungun, (Medan: CV. Mulya Sari, 2002), 29.
Pengarang. Team HKI. Sejarah
Huria Kristen Indonesia. …:Kolportase
HKI, 1978.
S. Aritonang. Jan. Yubileum
50 tahun GKPI. Pematangsiantar: Kolportase Pusat GKPI, 2011.
Sidjabat. Maria Th. & W.B.
Sidjabat. Daerah
Batak dan Jiwa Protestan. Jakarta,BPK-GM,1975.
Sijabat. W.
B. Partisipasi
Kristen Dalam Nation Building di Indonesia. Bandung: Grafika Unit
II, 1968.
Wellem. F.D. Kamus Sejarah Gereja. Jakarta:BPK-GM,2011.
·
Sumber Lain
Buku Panduan
Akademik dan Peraturan Kehidupan Kampus STT Abdi Sabda 2016-2020, (Medan: STT Abdi Sabda, 2016), 2-3.
[1] Maria Th. Sidjabat & W.B. Sidjabat, Daerah Batak dan Jiwa Protestan
(Jakarta,BPK-GM,1975),18
[4]TH.Van den End & J.Weitjens.Ragi
Carita 2,(Jakarta: BPK-GM,2019)hal 181
[6] Van den End , Ragi Cerita 2 (Jakarta:
BPK-Gunung Mulia, 2012), 183.
[7] J.R. Hutauruk, Kemandirian
Gereja, 38
[11] Mangisi S. E Simorangkir, Ajaran Dua Kerajaan Luther dan Relevansinya di Indonesia, (Pematang
Siantar: Kolportase Pusat GKPI, 2008), 263-266.
[13] W. B. Sijabat, Partisipasi
Kristen Dalam Nation Building di Indonesia, (Bandung: Grafika Unit II,
1968) 23-24.
[15] Th. Van den End dan J.
Weitjens, Ragi Cerita 2, (Jakarta:
BPK-Gunung Mulia, 2012), 405.
[16] Th. Van den End dan J.
Weitjens, Ragi Cerita 2, (Jakarta:
BPK-Gunung Mulia, 2012), 325.
[18]...., Buku
Panduan Akademik dan Peraturan Kehidupan Kampus STT Abdi Sabda 2016-2020, (Medan:
STT Abdi Sabda, 2016), 2-3.
[21] J.R. Hutauruk, Sejarah Huria Kristen
Batak Protestan (HKBP), Peraja: Tarutung 1986), 14-19.
[22] Panitia Distrik IX Perajaan Jubelium 100 Tahun HKBP, Seratus Tahun Kekristenan dalam Sejarah
Rakyat Batak (Jakarta: …, ..), 35-40.
[23]Van den End \, Ragi Cerita 2,
185.
[24] J.R. Hutauruk, Kemandirian
Gereja, 42.
[28] Team Pengarang HKI, Sejarah
Huria Kristen Indonesia (…:Kolportase HKI, 1978), 22.
[29] F.D.Wellem,Kamus Sejarah
Gereja,(Jakarta:BPK-GM,2011),172
[30] E.Fries, Nias,Amoeata Hoelo
Nono Niha,(Ombolata:Zendingdrukkerij 1999)
[31]Van den End ,Ragi Cerita 2,
hal 215
[34] https://sejarahGKPA-blogspot.com/Diakses25Februari2020pukul
15.20.20WIB
[36] J.R. Hutauruk, Kemandirian
Gereja, 150.
[37] F.D. Wellem Kamus Sejarah Gereja, 132.
[40] Panitia Distrik IX Perajaan Jubelium 100 Tahun HKBP, Seratus Tahun Kekristenan dalam Sejarah
Rakyat Batak (Jakarta: …, ..), 35-40.
[41]Van den End ,Ragi Cerita 2,
185.
[42]Jan. J. Damanik, Kristus di
Tengah-tengah Suku Simalungun, (Medan: CV. Mulya Sari, 2002), 29.
[43]Paul Bodboldt Pedersen, Darah
Batak & Jiwa Protestan, 102.
[44] Van Den End ,Ragi Cerita 2
,198.
[45] Team Pengarang HKI, Sejarah
Huria Kristen Indonesia, 21-22.
[46] Van Den End ,Ragi Cerita 2
,197.