Kajian Pornografi dari Etika Kristen

Pornografi
(Suatu Tinjauan Etik-Teologis Tentang Pornografi dihubungkan dengan  Pemuda/Remaja)


I. Latar Belakang Masalah
Pornografi  merupakan isu yang sudah lama diguluti. Rumusan masyarakat bahwa hal-hal yang membangkitkan  birahi tersebut disajikan  lewat media, yaitu karya tulis atau gambar. seiring dengan perkembangan teknologi media, pengertiannya kemudian berkembang tidak hanya pada media masa dua dimensi, namun juga mencakup media lain. Wikipedia , sebuah situs komputer di internet, mendefenisikan  pornografi sebagai representasi tubuh manusia atau perilaku sekksual  manusia yang bertujuan untuk membangkitkan  hasrat  seksual. Konsekuesnsi dari defenisi ini , bisa jadi tubuh manusia  yang hadir di media tersebut  sebenarnya masih menggunakan pakaian, namun teknologi membuat gambaran tubuh manusia tersebut (representasinya) hadir tak selayaknya tidak pakai baju maka objek seperti ini dikategorikan menurut wikipedia sebagai pornografi. Dalam perkembangan zaman segala sesuatu telah mudah di dapatkan khususunya informasi-informasi yang kita butuhkan. Pemuda/Remaja juga sudah sangat tergoda dengan kemajaun teknologi. Namun melalui kemajuan teknologi juga menjadi dampak negatif bagi pemuda dan remaja. Mereka semakin mudah mencari dan menonton apa yang mereka inginkan. Banyak sekarang ini khusunya di warung internet anak muda sampai larut malam di depan warung tanpa memperhitung waktu. Akhir-akhir ini juga di beritakan masalah pornografi yang dimana seorang remaja kecanduan menonton flm porno sehingga secara tak terkendalikan anak tersebut mencabuli seorang gadis yang masih muda. Anak muda sekarang ini juga sudah sering melihat gambar-gambar yang berbaur pornografi  lewat internet sehingga mereka lupa akan tujuan mereka. Kasus seperti inilah yang menjadi masalah dalam kehidupan pemuda/remaja saat ini . Maka melalaui kasus ini perlu untuk meninjau secara etis teologis tetang pornografi dan dihubungkan dengan pemuda/remaja saat ini.

II. Pembahasan
2.1. Pengertian Pornografi
Secara Etimologi, Pornografi berarti suatu tulisan yang berkaitan dengan masalah-masalah pelacuran dan tulisan itu berbentuk tulisan  fiksi (cerita rekaan) yang materinya diambil dari fantasi seksual, pornografi biasanya tidak memiliki plot dan karakter, tetapi memiliki uraian terperinci mengenai aktifitas seksual, bahkan sering dengan cara berkepanjangan  dan kadang sangat menantang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pornografi artinya: penggambaran tingkah laku secara erotis  dengan bentuk lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi, bahan bacaan sengaja atau semata-mata dirancang untuk membangkitkan hawa nafsu birahi dalam seks.
Kata Pornografi, berasal dari bahasa dua kata Yunani “Porneia” berarti seksualitas yang tidak bermoral atau tak beretika ( Sexual Immprality) atau yang popular disebut sebagai Zinah. Dan kata “Grafe” yang berarti kitab atau tulisan. Dalam dunia Yunani kuno, kaum laki-laki yang melakuka perzinahan, maka muncul istilah Ponoz  yang artinya laki-laki yang mnelakukan praktek sexual yag tidak bermoral.
Dalam penggunaan kata “Pornografi” secara definisi harus dibedakan pemakaian pornografi dengan porno. Kata porno biasanya mencakup baik Tulisan, gambar, lukisan maupun kata-kata lisan,tarian serta apa saja yang bersifat asusila/cabul. sedangkan pornografi hanya terbatas pada tulisan, gambar, dan lukisan. 

Pengertian pornografi dalam undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi adalah gambar, sketsa, Ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun percakapan, gerak tubuh, atau  bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan  dan ekploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Dari pengertian di atas dapat dibuat daftar-daftar jenis-jenis pornografi yang menonjol akhir-akhir ini, yaitu:

  1. Tulisan berupa majalah,Buku, koran, dan bentuk tulisan lainnya.
  2. Produk elektronik misalnya kaset video, VCD,DVD, laser disc.
  3. Gambar-gambar bergerak (Misalnya” hard-r”).
  4. Program TV dan TV kabel
  5. Cybel porno melalui internet

Audio porno, mislnya dial porno atau berporno melalui telepon yang sedang marak diiklankan di koran-koran maupun tabloid akhir-akhir ini. Bila diteliti lebih jauh, ternyata semua jenis ini sangat kental terkait dengan bisnis. maka dapat dikatakan bahwa pornografi akhir-akhir ini lebih cocok disebut sebagai porno bisnis atau dagang porno dan bukan sekedar sebagai pornografi.

2.2. Pandangan  Alkitab Terhadap Seksualitas (Pornografi)
2.2.1. Perjanjian Lama
Dalam PL istilah “seks” dikaitkan dengan kata ibrani nafeso bersal dari kata nefes yang artinya jiwa, kebutuhan, nafsu, keinginan manusia, keberadaan hidup. Dengan istilah nefes  tersebut manusia mempunyai nafsu yang ada pada dirinya serta jiwanya.  Selanjutnya, dari kata napeso muncullah kata lemalle napeso yang artinya untuk kekenyangan jiwa. Itu berarti bahwa manusia  itu membuat suatu aksi karena  adanya keinginan dalam hidupnya yang menuntut dipenuhi  yaitu pemuasan nafusnya.  Dengan kata lain bahwa manusia  sarat dengan dengan kebutuhan  yang harus dipenuhi, termasuk keinginan seksual. Namun yang menjadi persoalan bagaimana manusia itu mengontrol  dirinya  dalam memenuhi kebutuhannya sesuai dengan maksud dan tujuan Allah dalam menciptakan manusia yang segambar dengan-Nya, termasuk maksud dan tujuan Allah dalam  memberikan hasrat seks yang segambar dangan-Nya, termasuk maksud dan tujuan Allah dalam memberikan  hasrat seks kepada manusia ciptaan-Nya . Dalam Perjanjian Lama manusia adalah puncak ciptaan Allah. Penciptraan manusia dipisahkan dari semua yang lain, karena kita diciptakan  dalam imago Dei  (Gambar Allah). Hubungan seksualitas manusia dengan  Imago Dei  begitu dekat kaitannya seperti  di dalam  Kejadian 1:27 “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah  diciptakannya dia, laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka”.  Itu berarti seksualitas tidak hanya  sesuatu yang baik, tetapi sekaligus mencitrakan kesucian dan kekudusan Allah. Oleh karena itu seks bukan suatu tindakan yang didasarkan naruli  semata-mata, melainkan perilaku yang harus diatur, dikendalikan, dan ditata sesuai dengan hakekat manusia sebagai gambar Allah. Seksualitas dalam perjanjian Lama dikaitkan dengan perkawinan. Perkawinan adalah tempat yang sah melakukan  hubungan seks (Kejadian 2:23-24). Kesatuan daging adalah  istilah yang diartikan  secara harfiah dengan berhubungan seks. Tujuan perkawinan itu adalah berhubungan seks. keintiman berhubungan seks harus dialamai dalam perkawinan, yang mempunyai tujuan lebih lanjut yaitu regenerasi, dimana manusia diberi mandat atau tugas dari Allah seperti kejadian 1:28. Dlam perjanjian Lama mencatat betapa pentingya  menjaga kesucian sekx, sehingga kesucian hubungan seks di luar perkawnian yang sah dipandang  sama dengan penyembahan berhala ( Imamat 18:1-30). Penyelewengan seksual adalah pengingkaran dan penghinaan akan kesucian dan kekudusan Tuhan sendiri. Seksualitas itu adalah ciptaan Allah dan pemberian Allah, itu sebabnya Allah melaranng hubungan seks di luar pernikahan dengan hukum: Jangan Berjinah” (Keluaran 20:14).

2.2.2. Perjanjian Baru
Dalam PB “Hawa nafsu, yang dalam pl sering dikaitkan  dengan  nepes, di istilahkan dalam bahasa Yunani epithumania  yang berarti  hasrat yang kuat.  Kata ini dalam tulisan-tulisan Yunani sering digunakan untuk menunjuk kepada  keinginan seksual. Kata dasar yang digunakan untuk menguraikan  “tindakan-tindakan seksual” yang tidak bermoral, khususnya hubungan seks di luar nikah, adalah porneia. Istilah ini secara sederhana  diartikan dengan pelacuran (Prostitusion), immoralitas seksual dan ketuidak sucian atau ketidak murnian (unchastity). Secara lebih luas istilah porneia dapat diartikan dengan perzinahan sering bersetubuh dengan berbagai orang atau persetubuhan di luar nikah. jadi, kata dasar Porne: pelacur, dan Pornos: orang yang melaukan immoralitas seks.
Perjanjian baru membicarakan hakekat seksualitas dengan menunjuk pada narasi penciptaan (Matius 19:1-12). Hubunga seks dilegitimasi dalam pernikahan  sebagai hubungan yang berisi kesatuan yang permanen  yang diselenggarakn oleh Tuhan sendiri: “apa yang telah dipersatukan oleh Allah  tidak boleh diceraikan manusia” (ayat 6). Salah satu Tujuan pernikahan adalah hubungan seks, bukan sebaliknya melakukan seks diluar pernikahan. Pernikahan adalah komitmen kasih untuk hidup dalam  penyerahan total antara suami dan istri. Maka pernikahan adalah tempat satu-satunya yang sah dalam melakukan hubungan seks.

2.3. Penyebab Pornografi

2.3.1. Faktor Internal
  • Faktor kelengahan atau ketidakpedulian. Di sini pemuda remaja acuh tak acuh terhadap pornografi, pornografi dianggap bukan  bukan sebagai ancaman sehingga mulai dicoba-coba, remaja mulai berekperimen sampai akhirnya jatuh kedalamnya. selain itu, apa yang semakin dilarang dan dihindari sering kali membuat remaja penasaran dan hal itulah yang akan dilakukan. 
  • Faktor persahabatan. Remaja  biasanya  hidup berkelompok dan sangat menghargai lingkungan sosialnya sehingga penolakan dari komunitas bernaung sangat dihindari. Oleh karena itu, pemuda remaja sering jatuh kedalam pornografi ini apabila komunitsnya juga terjerumus ke dalam pornografi.
  • Faktor tergila-gila pada orang lain. Sering kali remaja yang tergila-gila pada orang lain yang tidak didapatkannya sering dialihkannya kepada pornografi. Bahkan ada pandangan bahwa lebih baik terlibat mastrubasi yang relatif tidak menyebabkan apa-apa daripada terlibat tergila-gila pada seseorang.
  • Faktor cinta dan penghianatan. Faktor inilah yang sering dijadikan dalih oleh remaja. Mereka mengatkan karena cinta kepada seseorang dan sebagai wujud untuk mengasihinya adalah dengan menahan hawa nafsu mereka untuk melakukan seks, yang berakibat pada kejatuhan di dalam pornografi . Selain itu, penghianatan  cinta juga dijadikan dalih untuk terjebak dalam  pornografi. Karena cintanya ditolak, lebih baik mencintai seseorang yang berada dalam dunia maya.
  • Faktor kecanduan. Seseorang yang telah terjerumus kedalam pornografi yang begitu lama dipuaskan secara sementara,  mengakibatakan pemenuhan kepuasan tersebut dilakukan  secara berkala. Atau dengan kata lain tidak dapat melepaskannya karena sudah kecanduan pornografi. 

2.3.2. Faktor Eksternal
  • Motif balas dendam yang disebabkan oleh kepahitan keluarga  atau masyarakat, seorang remaja yang mengalami kepahitan masa kecil atau mengalami pelecehan  seksual akan mudah terjerumus dalam pornografi
  • Faktor ingin diterima  atau disayangi oleh komunitas besar. 
  • Faktor Ekonomi. Sebagian pemuda remaja yang terjerumus kedalam pornografi  diakibatkan karena uang. Demi mendapatkan uang mereka rela dijadikan  objek pornografi itu sendiri, baik melalui telepon, gambar, atau pelaku adengan seks.
  • Faktor Teknologi. Pornografi menyebar luas dengan cepat dalam kehidupan remaja karena akses ke dalam  hal ini  yang begitu mudah. Kemajuan teknologi semakin pesat, seperti internet, yang dapat dditonton pada Notebook  pribadi yang tidak diketahui orang lain juga mendukung penyebaran pornografi.

2.4. Dampak Pornografi
Pornografi membawa dampak yang sangat buruk bagi kehidupan manusia. Dampaknya bagi masyarakat sangat luas , baik psikologis,sosial etis, maupun teologis. Pornografi adalah berbahaya secara asusila. Bahaya untuk kesehatan rakyat, bahayab untuk generasi muda dan membuat seksualitas lepas dari perikemanusiaan.
A. Secara Psikologi, Secara Psikologis Membawa beberapa damapak, yakni timbulnya sikap dan perilaku anti sosial, kaum pria lebih agresif terhadap kaum perempuan, yang lebih parah lagi pada umumnya menjadi kurang responsif terhadap penderitaan, kekerasaa dan tindakan pemerkosaan, dan akhirnya pornografi akan menimbulkan kecenderungan lebih tinggi pada penggunaan kekerasan sebagai bagain dari seks. “dampak psikologis ini bisa menghinggapi semua orang, dapat menjadi penyakit psikologi yang para dan menjadi ancaman yang membawa bencana bagi kemanusiaan.
B. Secara Sosial, Dampak sosial dari pornografi  mengakibatkan meningkatnya tindakan kriminal di bidang seksual, maupun kuantitas dan jenisnya. Misalanya sekarang kekerasan sodomi mulai menonjol dalam masyarakat dan semakin meningkatnya kegiatan kekerasan seksual dalam rumah tangga. Dampak lainnya adalah eksploitasi seksual untuk kepentingan ekonomi yang semakin marak dan cenderung dianggap sebagai  bisnis yang paling menuntungkan. Selain itu, pornografi mengakibatkan  makin maraknya penyakit kelamin dan HIV/AIDS. Secara umum pornografi juga akan merusak  masa depan generasi muda sehingga mereka tidak lagi menghargai hakekat seksual, perkawinan dan rumah tangga.
C. Secara Etika dan Moral, Dari segi etika atau moral, pornografi akan merusak tatanan norma-norma dalam masyarakat, merusak keserasian keluarga dan masyarakat umumnya, serta merusak  nilai-nilai luhur dalam kehidupan manusia seperti nilai kasih, kesetiaan, cinta,keadilan, dan kejujuran. Masyarakat sakit dalam nilai-nilai dan norma-norma akan mengalami kemerosotan  kultural dan akhirnya akan runtuh dan khaos.
D. Secara Rohani dan Teologis. Dari segi rohani dan teologis dapat dikatakan bahwa pornografi akan merusak harkat dan martabat manusia sebagai citra sang pencipta yang telah menciptakan manusia dengan keleluhuran seksualitas sebagai media untuk meneruskan generasi manusia dari waktu ke waktu dengan sehat dan terhormatl.

2.5. Perkembangan Pornografi
Catatan terpenting dalam perekembangna Pornografi menurut buku Patrick Robertson, adalah hadirnya, film-film bermuatan seks di eropa seperti film, auberge di prancis pada 1908, El Satario di Argentina pada 1907, Am Abend  di Jerman pada sekitar tahun1910 serta terbit dan berkembangnya apa yang disebut “majalah pria”  seperti playboy, Hustler, dan Modern Man, di Amerika Serikat pada 1950 an. Sehingga Pornografi juga mengalami perluasan makna penyesuaian dengan perkembangan zaman dan teknologi komunikasi yang semakin canggih: Televivi, radio, surat kabar, majalah, komik, CD,VCD,/DVD, hingga internet.

2.6. Tinjauan Etika Kristen Tentang Pornografi dan dihubungkan dengan Pemuda/remaja saat ini
Permasalahan pornografi tidak sesederhana mengenai keberadaan industri pengeksploitasian tubuh manusia saja. Pornografi dianggap sebagai suatu pelencengan atau penyelewengan dari tujuan seksualitas. pornografi menggambarkan sebuah filosofi manusia dimana pada dasarnya tidak hanya anti kekristenan tetapi juga anti kemanusiaan. Kehadiran pornografi menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mengenai martabat laki-laki dan perempuan, batas kebebasan manusia, tujuan dari seksualitas, dan keselamatan anak-anak seperti status moral dari penyimpangan seksual.

Pornografi merusak gambar Allah dalam diri manusia, bahkan menyerang Allah. Kehadiran Allah adalah dasar untuk standar moralitas. Seksualitas diberikan Allah dalam konteks kasih, yang mana secara esensial sebuah faktor spritual. Orang Kristen seharusnya dapat melawan pornografi yang membawa kepada pengeksploitasian dari kelemahan manusia dan yang merusak spritualitas manusia serta moralnya. Dengan menyerang manusia, pornografi membuat manusia sebagai objek nafsu daripada sebagai manusia yang diciptakan  sesuai dengan gambar Allah. Pornografi menyerang gambar Allah sesuatu yang menyerang kepada Allah sendiri.   Pornografi memberikan Image atau Fantasy kepada pembaca yang menjadikan daya imajinasi pembaca bersayap dan mengelayap ke daerah-daerah kelamin yang menyebabkan  libiditas berkobar-kobar. Pornografi merupakan dunia mimpi yang memperdaya menipu dan palsu. Seks ditawarkan terlalu licik dan terlalu indah terlalu menggairahkan. Seks dalam pornografi jauh berbeda dengan seks dunia nyata. pada saat seorang mempercayai seks dalam dunia nyata dengan perasaan tidak senang sesungguhnya mereka mulai mencari seks dalam dunia khayal yang diinginkannya tanpa cacat.  Secara tidak langsung pornografi memberikan dampak  dan  pengaruh terhadap keberlangsungannya praktik hubungan seksual bagi generasi muda yang tidak mengendalikan  dorongan seksual. Mereka pergi melampiaskan ketegangan seks setelah menikmati gambar atau cerita yang dilihat atau dibaca. Itu berarti porrnografi  itu bukan pendidikan seks yang wajar sebab pendidikan  seks yag wajar sebab pornografi tidak menekankan makna  seksualitas yang utuh (yang sebenarnya). jadi pornografi sama sekali tidak melakukan hubungan  dan membatasi seksualnya  hanya pada alat kelamin. Pornografi telah menjadikan  seks sebagai sesuatu yang sepele.  seks adalah bagian integral dari seluruh ciptaan Allah. Maka menurut Alkitab seks itu tidak dapat dipahami lepas dari hubungan manusia dengan Allah. Seks diciptakan untuk membangun kemitraan  fisiologis,proaktif,psikologis,sosial, dan spritual antara laki-laki dan perempuan.  Dari sudut pandang etika Kristen, seks adalah hal yang baik dan luhur, dan suci. Namun karena bagian integral dari manusia, seks tak luput dari bias dosa dan karena itu terbuka untuk dimanipulasi. Seks pada dirinya tidak tidak najis atau buruk, tetapi bisa di najiskan dan bisa berakibat buruk pada manuisa. Maka seksualitas harus ditata dan dikendalikan agar tidak menguasai manusia.  Manusia harus mengalahkan seks, bukan sebalinya seks mengendalikan manusia.  Dalam Pornografi seksualitas dikebiri dan hanya mementingkan  segi jasmani sebagai aktifitas hawa nafsu seksual dan praktek ini merendahkan martabat manusia dengan cara memanfaatkan orang lain. Marx mengungkapkan lima pandangan lima tentang pornografi,yaitu:

  1. Pornografi tidak mempunyai nilai-nilai estetika sebab sikap hiudpnya sudah salah dan rusak
  2. Pornografi berhasrat memanipulasi, mengontrol, menguasai bahkan mendalangi penonton dengan mengarahkan konsentrasinya kepada hal-hal yang emosional, buka rasional.
  3. Pornografi berhasrat menyebarluaskan sikap hidupnya yang rusak dan dekaden (mengalami penurunan/merosot)
  4. Pornografi berhasrat untuk menyebarluaskan dehumanisasi yang menyebabkan derajat wanita diturunkan  menjadi objek seks dan menjadi benda atau alat pemuas nafsu
  5. Pornografi memakai metode-merode yang tidak jujur karena dapat membius dan menghipnotis penontonnya untuk menerima standart moral yang dipertontonkan itu, dan diluar persetujua  para penonton aka meninggalkan  pandangan-pandangan etis yang selama ini mereka jungjung tinggi.  Pornografi berbahaya secara susila, berbahaya untuk generasi muda. Bahaya pornografi adalah membuat seksualitas lepas dari perikemanusiaan. Porno menghalangi orang muda dalam hidup dan memasuki hidup mereka sebagai suatu pencobaan dan bukan sebagai  suatu sogokan dalam hidup. Berhubugan dengn kerugian  yang ditimbulkan oleh porno  pada kesehatan dan berhubungan dengan  cobaan-cobaan yang dikandung oleh porno bagi orang-orang muda, maka adalah tugas gereja-gereja dan pemerintah untuk mencurahkan perhatian kepada pornografi. 

Jadi, berdasarkan penjelasan di atas maka jika ditinjau dari Etika Kristen Pornografi adalah langkah pertama dalam jalan curam kepada kejahatan dan kebejatan moral (Rom 6:19). Pornografi jelas menyebakan  kecanduan atau memperhamba atau membelenggu manusia (1 korintus 6:9 ; 2 Pet :14a, 19), Bahka merusak jiwa dan tubuh manusia (Amsal 6:25; Yeheskiel 20:30; Efesus 4:19) dan akhirnya melahirkan dosa lainnya. Memuaskan nafsu kita terhadap orang lain  di dalam pikiran kita (esensi pornografi) merupakan  dosa perzinahan  (Matius 5:28). Ketika Pornografi menjadi karakteristik dari seseorang, hal ini akan membuat orang tersebut semakin jauh dari Tuhan.

III. Analisa 
Pornografi menghacurkan pemuda/remaja secara pelan-pelan dengan merusak berbagai aspek kehidupan mereka. Pornografi dapat menjadi kebutuhan pemuda apabila mereka turut tanpa ada pengendalian dalam diri mereka.  Maka pornografi  bukanlah sesuatu yang harus di biarkan untuk merajai kita, tetapi memeranginya dengan mengendalikan diri kita dan mendapatkan pengetahuan tentang pornografi sebelum pemuda/remaja terjerumus kedalamnya.
Melalui pembahsan diatas dapat dipahami ketika seseorang pemuda/remaja sudah mengenal dan terjatuh kedalam kenikmatan pornografi maka perlu proses yang panjang dan perjuangan untuk memperbaikinya. karena pornografi akan membuat pemuda menjadi najis dan kotor, dimata Tuhan (kolose 3:5). Dan dengan jelas secara etik teologis menolak pornografi karena pornografi adalah bentuk pengeksploitasian seksualitas.

IV. Daftar Pustaka
Baab., O.J. “Sex” dalam Interpreter Dictionary of The Bible Vol. 3, Nashville: Abingdom Press, 1962
Borrong Robert P., Etika Seksual Kontemporer, Bandung: INK Media,2006
FosteRichard r, Uang, Seks dan Kehausan, Bandung: Kalam Hidup, 1995
Geisler Norman L., Etika Kristen edisib ke dua, Malang: Literatur SAAT,2010
H Court Jhon., Pornography: A Christian CritigueI,New York : Company,2010
Harefia Beniharmoni,Kapita Selektia Perlindungan Hukum bagi anak, Yogyakarta: CV BUDI UTAMA,2016
Lemp Walter, Tafsiran Alkitab, Jakarta: BPK-GM,1993
Napel Hen ten, Etika PB, Jakarta: BPK-Gunung Mulia,1990
Nurmila Nina, Seksualitas di Indonesia, Jakarta: Pustaka Obor Indonesia,2017
Richard . J, Uang, Seks, dan Kekuasaan, Yogyakarta: Yayasan Kalam Hidup1993
Verkuyl, J. Etika Seksuil, Jakarta:BPK-Gunung Mulia,1989
Weloh Edward. T., Kecanduan, Surabaya: Momentum,2005