Praktik Liturgi di Gereja-gereja Reformasi
Praktik Liturgi di Gereja-gereja Reformasi
Dalam dewasa ini, tentu gereja-gereja Reformasi harus memperhatikan praktik liturgi yang ditetapkan dalam gereja.Apakah itu sudah sesuai dengan praktik liturgi gereja-gereja reformasi pada awal pertama kali nya atau sebaliknya. Hal itu dapat dilakukan dengan cara menggali lebih dalam bagaimakah sebenarnya praktik liturgi gereja-gereja Reformasi pertama kali yang dipelopori oleh tokoh-tokoh reformasi seperti Marthin Lhuter maupun Calvin. Karena tidak jarang gereja-gereja reformasi dewasa ini tidak mempraktikkan liturgi sesuai aliran yang mereka ikuti.Oleh karena itu kita sebagai calon pemimpin dan hamba Tuhan harus mengetahui bagaimana sebenarnya praktik liturgi di gereja-gereja reformasi. Terkait dengan hal itu kami para penyaji akan menjelaskan seputar tentang praktik liturgi di gereja-gereja reformasi. Semoga ini dapat menambah wawasan kita bersama.
I. Pembahasan
Pengertian Liturgi
Liturgi berasal dari bahasa Yunani λείτούργιά yang artinya kerja atau layanan kepada masyarakat.Liturgi Protestan memiliki beberapa perbedaan dengan liturgi Katolik, terkait dengan Reformasi Gereja pada abad ke-16.Liturgi ini disusun oleh para tokoh reformasi gereja dengan pemahaman teologis mereka terhadap ibadah itu sendiri.[1]bagi gereja-gereja Protestan liturgi merupakan suatu perayaan teologi yang puncak ibadahnya adalah kotbah. Sedangkan bagi kalangan Katolik, liturgi adalah perayaan iman gereja yang berarti orang Kristen mengungkapkan dan merayakan iman kepercayaannya. Berarti, dalam mengadakan liturgi, kita harus memiliki iman dan sekaligus memupuk iman karena iman hanya berkembang dan menjadi kuat kalau dilatih terus-menerus.[2]
Praktik Liturgi di Gereja-gereja Reformasi[3]
Gerakan Reformasi abad ke-16 melahirkan beberapa unsur baru di dalam pembentukan liturgi.Sejalan dengan perkembangan gereja-gereja reformasi di Eropa dan pembaharuan gereja Inggris.Liturgi Reformasi bergulir ke seluruh Eropa, Inggris, dan Afrika.Liturgi Lutheran berkembang ke Lituania, Latvia, Estonia, Skandinavia. Liturgi Calvinis atau Reformedberkembang ke Prancis, Jerman, dan Belanda.
Lahirnya istilah “Liturgi Protestan” bermula dari polemik antara pimpinan GKR dan beberapa orang yang kemudian di sebut reformator pada zaman reformasi abad ke-16. White menelusuri ada Sembilan induk liturgy gereja-gereja Protestan, yang semuanya berasal dari induk tradisional Barat (Roma) yaitu:
- Lutheran dari Wittenberg ke negara-negara Jerman dan Skandinavia abad ke-16
- Reformed atau Calvinis bermula dari Zurich dan Jenewa-Swiss dan Starssbourg-Prancis aba ke-16, kemudian menyebar ke Belanda, Prancis, Skotlandia, Hongaria, dan Inggris
- Anabaptis di Swis sejak 1520-an
- Anglican untuk Gereja Inggris yang muncul sesaat setelah Lhuteran
- Separatis dan Puritan muncul pada abad ke-17 sebagai protes terhadap kemaapanan gereja negara atau gereja Anglican
- Quaker abad ke-17 yang membuat terputusnya tradisi peribadahan sebab beribadah tanpa khotbah, nyanyian, dan pembaca Alkitab;
- Methodis abad-18 merupakan percampuran antara Liturgi Roma abad-abad pertengahan dan Anglican dangan Puritan
- Frontier abad ke-19
- Pentakostal abad ke-20 merupakan warna khas spiritual Amerika
Hakikat Liturgi Reformasi
Dalam pemahaman Reformasi, tidak ada liturgy yang ideal dan mapan sehingga wajib diikuti untuk segala zaman dan tempat.Sebagaimana pemahaman Reformasi tentang gereja, demikian pula pemahamannya tentang liturgy.Ecclesia reformata semper reformanda dipahami pula sebagai liturgia reformata semper reformanda. Sebagaimana gereja, liturgi pun senantiasa berada dalam proses membarui. Bentuk-bentuk pengungkapan iman pada suatu generasi membutuhkan penilainan teologis.Refleksi teologis atas praksis liturgis mempunyai peran penting agar pembaruan liturgis yang dihasilkan tidak hanya berdasarkan kegemaran sesaat, selera individu semata, atau trend zaman.Jadi bagi gereja-gereja Reformasi tidak ada liturgy yang bersifat normative.Tidak ada liturgy yang bersifat kekal, sempurna dan tidak bisa diperbaharui sepanjang masa. Bagi gereja-gereja reformasi liturgi mempunyai dua sifta yaitu:
- Kebersamaan yang bersifat oikumenis atau komunal dan katolik atau am
- Bebas di antara umat sebab hanya kebaktian yang sungguh-sungguh bebaslah yang benar-benar bersifat am.
Dalam hal ini liturgi wajib berada dalam kaitan dengan kesadaran tentang keseluruhan tubuh Kristus, yakni geraja, dari segala abad dan tempat. Liturgi Reformasi berada dalam keterikatan sebagai penerus dari pendahulu. Keterikatan ini tidak berarti hanya mengulangi ritus yang selalu dilayankan secara kaku, itu-itu saja, sejak dahulu kala.Bentuk-bentuk pelayanan ritus boleh bervariasi di tiap jemaat atau gereja, tetapi pola dan konsepnya sedapat mungkin bersifat oikumenis. Keseragaman liturgi tidak mennjadi norma mutlak yang harus dipatuhi.
Oikumenis dalam liturgi adalah salah satu konsep dan pola dalam litugi Reformasi.Bagi para pemimpin gereja-gereja reformasi, sebelum mengadakan pembaruan secara bebas, sangat perlu mempelajari lebih dahulu sumbangan historis dalam liturgy.Cara ini dilakukan agar nilai-nilai historis litirgiologis dipahami dan ditafsirkan secara benar.Kaidah tersebut dipahami betul oleh Luther dan Calvin.Kemudian ritus-ritus di gereja-gereja Reformasi tidak seragam. Walaupun pola dan konsep liturgi waktu itu diusahakan oikumenis. Usaha itu sekarang terasa sebagaimana yang terjadi di Indonesia. Secara umum ada tujuh prinsip dalam liturgi sehingga berwarna reformatis, yaitu:
- Liturgi dilayankan dalam bahasa umat
- Melalui firman-Nya, Tuhan mengumpulkan, mendirikan, melindungi, dan menjaga umat-Nya. Firman Allah harus dikomunikasikan secara terbuka dan mendalam
- Jika perjamuan kudus dirayakan sebagaimana perintah Kristus, umat berhak dan wajib menerima komuni. Ada dua hal mengenai frekuensi merayakan perjamuan kudus:
- Sekadar syarat yang dibuat oleh para reformator untuk tidak merayakan perjamuan kudus pada setiap hari Tuha atau hari minggub. Banyak gereja reformasi merayakannya lebih dari empat kali
- Pembedaan komuni antara imam-menerima dua elemen-dan umat-menerima satu elemen-harus diakhiri. Umat mempunyai hak untuk menerima cawan minuman, bukan hanya roti
- Umat terlibat aktif dalam liturgi dengan menyanyikan nyanyian jemaat.
- Doa hening oleh pelayan dihilangkan. Sebaliknya, doa dengan suara jelas atau doa dengan suara nyaring dan dipanjatkan oleh pelayan liturgi.
- Pelayan liturgi tidak mengenakan pakaian liturgis yang hanya membedakannya dari umat. Ia boleh mengenakan jubah yang menunjukkan dirinya sebagai sarjana bukan jubah imamat
Hal pertama tentang bahasa umat, kedua tentang homily atau pengajaran, keempat tentang komuni dengan dua elemen, dan ketujuh tentang pakaian liturgis telah diterapkan oleh gereja-gereja Reformasi.Bahkan hal kedua tentang homili sangat ditekankan pada masa pencerahan dan pietisme sebagai pusat ibadah. Namun dalam beberapa kasus, khotbah seringkali membosankan, tidak menarik, dan tidak menjawab tantangan hidup karena beberapa hal:
- Khotbah yang diperdengarkan dalam ibadah umumnya sukar dipahami
- Khotbah tidak komunikatif. Pengkhotbah tidak berusaha menerapkan firman dalam hidup konkret
- Khotbah tidak lagi suatu homilia, yakni suatu sapaan dan percakapan persaudaraan (Luk. 24:14; Kis. 20:11; 24:24-26), tetapi suatu pidato yang monoton. Akibatnya umat menjadi pasif dalam ibadah
Kemudian di sini juga dijelaskan bahwa di gereja reformasi mempunyai penampilan mimbar yang berukuran raksasa dan tinggi. Hal keenam tentang doa hening yang dihilangkan, telah dilakukan. Yang dimaksud adalah secreta dalam liturgi perjamuan kudus.Untuk hal ini, belum ada kesepakatan di antara para teolog. Namun, dalam beberapa kesempatan istimewa, doa hening masih dipanjatkan sesekali, baik oleh pelayanan maupun umat, semisal dalam doa pengakuan dosa. Kemudian hal ketiga tentang kewajiban umat ikut serta dalam komuni, belum dilakukan.Masih banyak gereja berpegang pada keputusan Dewan Kota Jenewa abad ke-16 dalam frekuensi merayakan perjamuan kudus, yakni empat kali setahun atau sebanyak-banyaknya sekali dalam sebulan.Bahkan masih banyak gereja yang merayakannya pada hari raya Jumat Agung, tetapi tidak dilakukan pada hari raya paskah. Hal kelima tentang umat terlibat aktif dalam liturgi, belum sepenuhnya dilakukan. Peran pendeta di dalam liturgi masih sangat dominan dibandingkan peran umat. Formula liturgis berbentuk dialog masih sangat sedikit dilakukan dalam liturgi baik itu Mazmur Responsoris. Hal ini dianggap terjadi karena khotbah masih dianggap bobot suatu liturgi sehingga umat menjadi pasif hampir seluruh selebrasi liturgi.
Aspek Pendidikan dalam Liturgi
Bagi gereja-gereja Reformasi, kebaktian tidak melulu beraspek liturgis.Kebaktian juga memiliki sifat edukatif.Hal itu tidak berarti gereja mengubah suasana liturgi menjadi suasana kelas sekolah, sekalipun aspek pendidikan ditekankan.Salah satu ciri berperannya segi edukasi dalam liturgi pakaian liturgi yang dikenakan oleh pendeta, yakni jubah hitam. Jubah liturgi tersebut terdiri dari toga, dasa putih atau bef dan stole. Jubah model tersebut sebelumnya telah digunakan oleh para guru besar di perguruan tinggi.Kemudian di dalam liturgy, seorang pendeta tidak mengajarkan matematika atau fisika.Seorang guru besar tidak dipanggil ke dalam ibadah untuk memberikan kuliah ilmu-ilmu mentah dari kesenian, sastra, atau ekonomi.Yang ditekankan ialah berperannya sikap edukatif dalam liturgi Reformasi.Sikap edukatif berjalan bergandengan dengan sikap ilmu liturgis. Lhuter berpegang pada prinsip “imamat am semua orang percaya” (1 Ptr. 2:9). Setiap pendeta dan umat mempunyai hak dan tugas yang sama sebagai imam bagi warga seimannya. Oleh karena itu, seorang pendeta setelah ditahbiskan untuk melayankan firman Allah dan perjamuan kudus, wajib membimbing umat untuk memahami Alkita semaksimal mungkin. Memberitakan, mempelajari, dan mengajarkan Alkitab semaksimal mungkin berarti menyampaikan penafsiran menurut sumber bahasa asli yaitu Ibrani dan Yunani.
Lhuter juga menekankan pentingnya Alkitab dipahami di samping ilmu-ilmu lain di sekolah seperti ilmu music, sastra, ilmu hitung, bahasa Latin dan ilmu pengetahuan pada umumnya yang wajib dipelajari jemaat.Menurut Calvin demikian juga Lhuter, pendidikan seluruh umat berlangsung juga di sekolah dan di kelas katekisasi. Oleh karena itu menurut Calvin Liturgi adalah sarana pendidikan bagi umat dan khotbah adalah wadah untuk mendidik orang-orang dewasa. Dan Alkitab adalah sumber acuan atau pembinaan warga Kristen.Dalam praktiknya di Jenewa, Calvin menguraikan isi Alkitab perikop demi perikop melalui khotbah.Ia berkhotbah dan menafsirkan Alkitab seperti seorang guru besar memberikan kuliah di seminari dan Calvin juga melakukannya dengan konsisten. Nas padanan dari PL atau komentar teolog pendahulunya dijelaskan secara ilmiah oleh Calvin. Secara umum, ada dua hal dalam pendidikan liturgi Reformasi:
- Tujuan khotbah ialah mendidik umat
- Pendidikan anggota jemaat tidak hanya berlansung di dalam khotbah melainkan di setiap kebaktian. Anggoota jemaat mengambil bagian dalam doa, nyanyian jemaat, mazmur-mazmur, Pengakuan Iman Rasuli dll.
Cara Calvin berkhotbah merupakan bukti bahwa ia bersikap disipilin dalam pemberitaan firman.
Nyanyian Jemaat
Salah satu perhatian gerakan Reformasi yang lain dan positif adalah membuka keberbagaian nyanyian jemaat untuk dinyanyikan dalam liturgi. Bagi reformasi, mazmur-mazmur dan kidung-kidung rohani itu penting dalam ibadah.Bahkan Lhuter tetap memakai Mazmur untuk dinyanyikan secara Gregorian dalam ibadah. Di samping itu, ia melakukan aktivitas music. Lhuter mengarang 30 nyanyian jemaat.Tujuannya ialah agar umat berpartisipasi dalam ibadah. Sebagaimana Lhuter, Calvin juga mendukung penerbitan 150 Mazmur Jenewa untuk nyanyian jemaat. Disadari bahwa di dalam nyanyian jemaat terdapat pujian dan pemberitaan.Oleh sebab itu, syair nyanyian jemaat mempunyai peran penting untuk meresapi firman Allah.
Namun dalam hal ini banyak yang tidak dapat membaca sehingga tidak dinyanyikan umat. Hanya imam yang mengambil bagian penuh dalam liturgi, kemudian dikuiti oleh umat baik dalam mengucapkan beberapa formula liturgis maupun nyanyian tentu hal ini mengganggu kehikmatan lagu. Selain itu, paduan suara gencar meningkat di panggung-pangung umum pada abad ke-15. Musik dan kesenian sekuler secara umum mencapai kualitas tak terkira .Hal ini menjadikan musik gereja terlalu megah untuk dinyanyikan anggota jemaat sederhana.Para pemusik lupa membantu gereja dalam melayankan nyanyian jemaat.
Hal tersebut menumbuhkan semangat kepada gerakan Reformasi untuk memelihara tradisi bernyanyi dalam ibadah.Diharapkan agar nyanyian dinyanyikan oleh umat menurut bahasa umat.Oleh sebab itu bahasa-bahasa alkitabiah yang tinggi perlu disesuaikan dengan kondisi umat.Tujuannya ialah agar umat dapat menyanyikannya dan mengerti. Salah satu cara mengatasi hal tersebut ialah paduan suara menyiapkan lagu untuk dinyanyiakan secara responsoris oleh umat.
Setelah Lhuter (dan Johanners Hus) pada abad ke-16 menumbuhkan kembali nyanyian rohani untuk umat.Johannes Calvin mengembangkan Mazmur.Dengan Mazmur bersajak metris.Calvinis bersama kawan-kawannya mengembangkan musik berdasarkan Alkitab, terutama kitab Mazmur.Beberapa syair nyanyian zaman reformasi berlatar belakang sejarah pertentangan gereja. Hal ini mewarnai beberapa lagu misalnya Klimen Bosak, O Dieu, Pour te Connaitre / O Lord of all, our Fhater (NKB 99 “O Allah Bapa Kami”, abad ke-16/ 1521); Lhuter, Ein feste burg ist unser Gott (KJ 250 “Allahmu Benteng Teguh”, 1529).Namun, pada pihak lain, dewasa ini nyanyian-nyanyian Lhuter dan Mazmur Jenewa makin jarang dinyanyikan.Hal ini diakibatkan munculnya beberapa tokoh yang banyak menciptakan nyanyian seperti George Herbert (1593-1633).Ada dua hal mengenai pembaruan syair hymnus yang terjadi yaitu:
- Nyanyian jemaat adalah persembahan pujian kepada Allah. Oleh karena itu,, syair dalam pujian tersebut merupakan bahasa milik umat.
- Jika Mazmur ingin dinyanyikan, syairnya hharus disesuaikan lebih dahulu secara Kristen dan modern.
Nyanyian jemaat tidak berhenti di abad ke-19, arus itu terus melaju ke paruh kedua dari abad ke-20 dan sikap memasuki anad ke-21. Nyanyian jemaat pada paruhan kedua abad ke-20 ini melahirkan corak baru.Corak baru ini membuka wawasan baru dalam bernyanyi dan berteologi. Hubungan antara manusia lebih di tonjolkan, masalah-masalah kemiskinan, hak asasi manusia, keutuhan ciptaan, industrialisasi, rasialisme, ekologi dan sebagiannya diperhatikan melalui syair dan lagu.
Awal Liturgi Anglican
Proses pembentukan liturgi Anglican sejak 1531 oleh Raja Hendrik VIII (1509-1547). Semula Hendrik VII bersikap anti-Lutheran dan sekaligus anti-Paus. Semua ia tidak mau menggunakan contoh Reformasi dan liturgi Lutheran. Pembentukan, penggunaan dan penyesuaiannya terjadi secara bertahap selama abad ke-16 tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa liturgi Anglican merupakan liturgi yang menerima unsur-unsur berbagai pola liturgi lain pada waktu itu.
George Joye menerjemahkan dan menyusun mazmur-mazmur dari versi Latin dan Martin Bucer (1491-1551) pada tahun 1592 dan buku Hortulus Animae pada tahun 1530. Buku Hortulus Animae lalu diolah kembali oleh William Marshal dengan nama A Primer in English pada tahun 1534. Buku Primer ini memuat sejumlah tambahan dari Hortulus sebagai berikut:
1. Berakar dari Betüchlein karya Luther tahun 1522, terdiri dari prefasi, keterangan mengenai pengakuan iman, Doa Bapa kami, Magnuficat, Dasa Titah dan dua khotbah.
2. Eksposisi Mazmur 51
3. A Primer direvisi ulang tahun 1530 dengan namaA Goodly Primwe in English. Edisi baru ini merevisi ritus-ritus orang kudus dan litany Luther.
Alkitab diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan ditempatkan dalam setiap gereja.Hingga tahun 1538, Pengakuan Iman Rasuli, Doa Bapa Kami dan Dasa Titah sudah dilantunkan dalam bahasa Inggris. Buku The Manual of Prayer, memiliki keistimewaan yaitu terletak dalam kandungan sejumlah unsur primer dari ritus Latin Sarum di dalamnya. Edisi-edisi tersebut mempunyai andil dalam penyusunan buku liturgi The Book of The Common Prayer, diterbitkan oleh Uskup Agung Canterbury, Thomas Cranmer (1489-1556). Teologi dan Liturgi Lutheran kuat memperngaruhinya ketika ia menyusun buku liturgi pertama tahun 1549. Berdasarkan informasi tersebut ada dugaan bahwa Cranmer mulai mempersiapkan tata liturgi Anglican sejak saat itu hingga memulai pekerjaannya pada tahun 1538.
Di Inggris, Cranmer adalah seorang reformator, ia melakukan Reformasi dengan hati-hati. Sosialisasi liturgi Anglican tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pada tahun 1538, Cranmer menyiapkan ibadah bagi gereja Anglican. Sejumlah informasi digunakan Cranmer antara lain ritus Sarum, ritus Hereford, situs Bangor, ritus York dan sejumlah ritus biara. Setiap ibadah diisi dengan tiga mazmur dan lima pembacaan Alkitab secara lecito continua dari mimbar. Ia juga membuat buku pedoman untuk melayankan liturgi bagi para uskup berjudul: The Institution of a Christian Man, tahun 1538 dan 1540.
2. Kesempatan lain ia gunakan pula tahun 1544, yakni bertepatan dengan kunjungan raja ke Canterbury. Khusu litani,Cranmer tidak murni menggunakan ritus Sarum, tetapi mengikuti litani Luther dan mengadaptasinya secara aktual. Formula baku dalam ritus Sarum tersebut adalah sebagai berikut:
- Pater coelis Deus: miserere nobis
- Fili redemptor mundi Deus: miserere nobis
- Spritus Sancte Deus: miserere nobis
- Sancta Trinitas, unus Deus: miserere nobis
3. Pada akhir tahun 1547 ia mempersiapkan liturgi perjamuan kudus. Hasilnya adalah buku The Order of the Communion. Sikap Cranmer yang utama dan dekat dengan Luther ialah komuni dengan dua elemen, yakni roti dan anggur.
4. Penerbitan karyanya yang monumental adalah The Book of The Common Prayer pada tahun 1549. Warna Protestan, yakni Lutheran sangat kuat dalam buku tersebut walaupun beberapa unsur Katolik Roma tetap tampil. Sifat Protestan dalam buku ini lebih kuat daripada buku sebelumnya. Buku ini berisi doa-doa harian, perayaan misa, prosesi dan formula perjamuan kudus.
5. Tahun 1552 buku ini diubah dan dibaharui, kemudian diberi nana The Book of Common Prayer (BCP). Namun sebelum itu terbitlah buku nyanyian The Book of Common Prayer Noted. Buku nyanyian ini berfungsi untuk melengkapi buku liturgi Anglican tersebut sebab Common Prayer belum memuat nyanyian jemaat.
BCP merupakan buku liturgi yang paling oikumenis. Unsur-unsur Katolik Roma, Lutheran, Reformatoris di Inggris, dan Calvinis, digunakan untuk menyusun buku ini. Selain Oikumenis, liturgi Anglican bersifat dinamis. Dengan satu pola jelas, liturgi Anglican telah mengalami beberapa kali pembaruan dan revisi, dan masih berlangsung hingga kini.
Pembentukan Liturgi Methodist dan Liturgi Gereja Independen
Semula, liturgi Methodist: The Sunday Service of Methodist in North America, terbit pada tahun 2784, didasarkan pada tiga buku:
- Revisi John Wesley (1703-1791) atas BCP
- Revisi tiga puluh sembilan artikel
- Penahbisan dan peneguhan.
Perubahan yang dilakukan Wesley terutama menyangkut hal-hal praktis dalam perjamuan kudus. Secara umum, Wesley tidak ingin keluar dan membuat liturgi yang sama sekali berbeda dari liturgi gereja Inggris. Bahkan dengan keras ia berkata kepada umatnya dalam konferensi Bristol (1768) bahwa “Siapa pun yang meninggalkan gereja, ia meninggalkan aku”, pada kesempatan lain dia berkata sebagai berikut:
Aku bukan hanya setuju dengan seluruh dogma gereja Inggris, melainkan juga menjaga dan mempraktikkan semua rubrik liturginya. Aku permaklumkan bahwa hanya sekali dan untuk selamanya aku hidup dan mati sebagai anggota gereja Inggis, dan tidak seorang pun yang akan memisahkanku dari gereja. Aku yakin bahwa tidak ada liturgi lain di dunia ini, baik pada zaman kuno maupun zaman modern, yang lebih berisi dan hidup dalam hal isi, alkitabiah, kesalehan rasional, daripada THE COMMON PRAYER milik GEREJA INGGRIS. Walaupun telah diterbitkan sejak dua ratus tahun lalu bahasanya bukan hanya murni, melainkan juga kuat dan elok berkulitas.
Sejalan dengan itu, ia pun menganjurkan pengikutnya untuk terus mengikuti ibadah di gereja Inggris, setidaknya setiap hari Minggu. Wesley memelihara dan mengembangkan ibadah harian di luar ibadah komunal pada hari Minggu.Ibadah harian Methodist bukan penganti, melainkan pelengkap atau suplemen bagi Anglican. Wesley memelihara gaya rohani yang individual. Kehidupan beribadah komunalnya banyak ditiru oleh para pengikut dan temannya. Dengan Alkitab ia membarui gereja. Dengan liturgi ia memelihara umat secara pastoral. Sebenarnya, masih ada satu buku lagi yang dipegangnya, yaitu nyanyian jemaat.Yang ini memberikan ragi Methodis bagi liturgi yang dilayankannya.
Setelah ia wafat pada tahun 1781, beberapa sukarelawan memperpendek dan mempersingkat buku liturginya secara drastis dengan terbitnya buku Dicipline pada tahun 1792. Buku ibadah tersebut hanya setebal tiga puluh tujuh halaman. Liturgi perjamuan kudus dalam Discipline telah menghilangkan liturgi sinaksis, beberapa formula, sursum corda, dan prefasi. Para sukarelawan sangat dipengaruhi oleh gaya pertobatan Wesley, tetapi bukan pemahaman teologisnya sehingga mereka memelihara gaya rohani demikian. Ibadah harian Methodist kemudian bahkan ibadah hari Minggu lebih ditekankan daripada mengikuti liturgi Anglican.Peribadahan Methodist abad ke-18 bercirikan pada doa-doa secara bebas dan lebih banyak menyanyikan nyanyian karya Wesley bersaudara.Nasib persekutuan ini sendiri kemudian banyak dihadiri oleh orang-orang yang tidak pernah ke Gereja Anglican.Bahkan beberapa dari pengunjung itu adalah orang yang dengan sengaja memisahkan diri dari gereja itu.
Sekalipun buku liturgi Methodist berkali-kali mengalami pembaruan dan perubahan hingga tahun 1975, penyerdehanaan yang telah terjadi pada abad ke-18 itu telah membuka luang pembentukan liturgi gereja independen.Secara umum, Metodisme membuka pemantapan baru bagi peribadahan yang khas injili.Ciri umum peribadahan injili (dan gereja independen) adalah sifat dan warna perasaan personal-devosional. Unsur-unsur tersebut terdapat dalam:
- nyanyian yang bersifat devosional dan personal;
- doa-doa secara bebas tanpa teks;
- pembacaan Alkitab tanpa aturan terhadap tahun liturgi;
- khotbah bebas bagi setiap orang yang menyampaikan;
- sakramen-sakramen yang ditunjang oleh pemberian firman.
Namun, pada segi lain, ibadah injili adalah ibadah yang tidak terikat pada teks-teks.Nyanyian adalah pujian kepada Allah.Doa-doa injili ditekankan agar memiliki sentuhan personal. Formalitas doa adalah bentuk kaku sehingga melenyapkan nilai emosi personal. Unsur pengutusan dikonsentrasikan pada pemberitaan Injil di dalam kebaktian, sebagaimana Yesus melakukannya juga.Go and preach adalah tujuan, tugas dan misi mereka dari Injil yang didengarkan, bukan hanya dilakukan di dalam praksis, tetapi juga diberitakan kembali.
Bagaimanapun, setelah Reformasi, sejarah liturgi Barat diimbangi oleh pola-pola lain yang bersifat personal dan tidak kaku pada teks. Ada pola lain yang keluar dari liturgi Roma secara bertahap. Perbedaan tersebut makin jauh sejak abad ke-17 hingga abad ke-20.Selama abad ke-17 itu, baik Protestan maupun Katolik Roma berusaha saling menjauhkan kesamaan-kesamaan liturgis.Namun perbedaan tersebut tidak selamanya menguntungkan.Pada gilirannya pola liturgi konvensional memunculkan pola baru yang bebas.
III. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas kelompok menyimpulkan bahwa Lahirnya istilah “Liturgi Protestan” bermula dari polemik antara pimpinan GKR dan beberapa orang yang kemudian di sebut reformator pada zaman reformasi abad ke-16.Kemudain Liturgi dilayankan dalam bahasa umat.Melalui firman-Nya, Tuhan mengumpulkan, mendirikan, melindungi, dan menjaga umat-Nya.Firman Allah harus dikomunikasikan secara terbuka dan mendalam.Jika perjamuan kudus dirayakan sebagaimana perintah Kristus, umat berhak dan wajib menerima komuni. Dalam hal ini juga kelompok melihat bahwa aspek dan nyanyian merupakan bagian dari liturgi.Bahwa pendeta harus mampu mengajari jemaat untuk memahami Alkitab secara total, begitu juga dengan nyanyian ini merupakan salah satu yang sangat penting dalam peribadahan.
Daftar Pustaka
Windhu, Marsana. Mengenal Tahun Liturgi . Yogyakarta: Kanisius, 2004.
Rahchman, Rasid.Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi.Jakarta: BPK-GM, 2010