Kajian Kristen tentang Etika Buddha secara terperinci
Buddha dan Etika
I.Pendahuluan
Sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi di era globalisasi saat ini membuat manusia sekarang salah dalam mempertahankan hidupnya dan menjadi salah satu pengaruh terhadap krisis manusia, sehingga tidak jarang menyebabkan munculnya penyakit sosial, kriminal dan perilaku menyimpang yang dapat melanggar aturan moral. Etika saat ini mulai merosot. Maka dari itu kali ini penulis akan membahas tentang ”Etika Dalam Buddha, semoga sajian kali ini dapat menambah wawasan kita sekalian, Tuhan Yesus memberkati.
II.Pembahasan
2.1.Pengertian etika secara umum
Etika berasal dari istilah etik, istilah ini berasal dari bahasa Greek yang mengandung arti kebiasaan atau cara hidup.[1]Dengan dasar yang disebutkan demikian ,etika[2] merupakan sebuah perangkat yang dimiliki oleh manusia untuk mengatur kehidupan nyata di dunia baik dengan manusia itu sendiri maupun makhluk lainnya atau bahkan dengan sang pencipta alam semesta ini. Berbicara tentang manusia pasti tidak terlepas dari etika, kepribadian, dan kedudukan manusia itu sendiri. [3] Dipandang dari etikanya manusia memiliki kedudukan yang khususdi alam dunia ini. Masalah yang muncul pada diri seorang manusia yang ideal dan sangat real dikehidupan dunia ini yang pertama adalah mengenai etika manusia itu sendiri. Hampir disetiap agama banyak membahas tentang etika, baik itu agama samawi ataupun agama ardhi. Selain itu etika bisa disebut sebagai ilmu tentang baik dan buruk atau kata lainnya ialah teori tentang nilai. Dalam Islam teori nilai mengenal lima ketegori baik-buruk, yaitu baik sekali, baik, netral, buruk dan buruk sekali. Nilai ditentukan oleh Tuhan, karena Tuhan adalah maha suci yang bebas dari noda apa pun jenisnya.[4] Berbicara masalah etika ini berbagai agama pasti membahas tentang etika walaupun dalam porsi yang berbeda-beda antara satu ajaran agama dengan ajaran agama yang lainnya. Etika sering diidentikan dengan moral (atau moralitas). Namun, meskipun sama-sama terkait dengan baik-buruk tindakan manusia, etika dan moral memiliki perbedaan pengertian. Moralitas lebih condong pada pengertian nilai baik dan buruk dari setiap perbuatan manusia itu sendiri, sedangkan etika berarti ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk. Jadi bisa dikatakan, etika berfungsi sebagai teori tentang perbuatan baik dan buruk. Dalam filsafat terkadang etika disamakan dengan filsafat moral.[5]
2.2.Pengertian etika dalam agama buddha
Dalam alur sejarah agama-agama, khususnya di India, zaman agama Buddha dimulai sejak tahun 500 SM hingga tahun 300 M. Secara historis agama tersebut mempunai kaitan erat dengan agama yang mendahuluinya, namun mempunyai beberapa perbedaan dengan agama yang didahuluinya dan yang datang sesudahnya, yaitu agama Hindu. Sebagai agama, ajaran Buddha tidak bertitik-tolak dari Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam semesta dan seluruh isinya, termasuk manusia. Tetapi dari keadaan yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari, khususnya tentang tata susila yang harus dijalani manusia agar terbebas dari lingkaran dukkha yang selalu mengiringi hidupnya.[6] Sebelum kita membahas lebih jauh tentang hal etika dalam agama Budha kita harus tau makna akan Sila, menurut agama Budha Sila dapat dikatakan sebagai tata tertib bagi umat Budha untuk berprilaku yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Selain itu Sila tidak hanya menyangkut tata tertib perilaku manusia akan tetapi alam juga bisa dikatakan dengan hukum kesunyatan.[7]
Etika adalah suatu tindakan yang sesuai dengan ukuran-ukuran yang umum diterima meliputi kesatuan sosial dan lingkungan tertentu. Etika dari khususnya diartikan dengan susila yang bermakna norma yang baik atau prikelakuan batin yang sesuai dengan norma hukum ajaran.[8] Dalam ajaran Budha istilah etika diartikan dalam kata “Sila”. Istilah sila berasal dari bahasa Sangsekerta dan Pali yang digunakan dalam kebudayaan Budha mempunyai banyak arti. [9] Dalam ajaran Budha, sila merupakan dasar utama dalam implementasi ajaran-ajaran, yang berisikan semua prilaku dan sikap-sikap yang termaktub dalam etika ajaran budha. Istilah sila yang berasal dari bahasa pali dalam ajaran Budha mempunyai beberapa arti antara lain adalah :
pertama, Sifat, karakter, watak kebiasaan, prilaku, kelakuan. Sila dalam hal ini mempunyai fungsi sebagai kata sifat, misalnya adana sila (prilaku kikir),pari sudhasila (watak luhur), dan sebagainya dari susila (prilaku baik).
kedua, Kata moral norma (kaidah), peraturan hidup. Kedua kata ini merupakan keadaan batin terhadap peraturan hidup, hingga dapat berarti juga sikap, keadaan, prilaku, sopan-santun dan sebagainya. Latihan moral, pelaksanaan moral, prilaku baik, etika budha dankodemoralitas.[10]
Dalam kitab-kitab Buddhaghase dalam kitab Visuddhinagga diberikan empat penafsiran mengenai sila. Pertama, merupakan sikap batin atau kehendak (cetana), kedua menunjukkan hanya penghindaran (virati) yang merupakan unsure bathin (cetasila), ketiga menunjukkan pengendalian diri (samsara), keempat menunjukkan tiada pelanggaran peraturan yang telah ditetapkan (avitikkama).[11]Dalam pengertian lain sila adalah perbuatan baik yang dilakukan melalui pikiran, ucapan dan badan jasmani yang tidak merugikan diri sendiri dan orang lain, sehingga dalam hidupnya membaca kebajikan. Manusia susila menurut ajaran Budha adalah manusia yang dapat berkata dan berbuat baik dan kehidupan yang benar [12] Berdasarkan uraian yang telah dideskripsikan menunjukkan pengertianetika memeliki makna yang cukup luas dalam pandangan ajaran Budha. Akan tetapi pengertian tersebut pada prinsipnya, sila adalah menghilangkan pembawaan yang tidak baik seperti keserakahan, niat buruk, iri hati dan lain-lain seterusnya ia harus menimbulkan perbuatan baik seperti, berdana, berniat yang baik, menghormati dan lain-lain. Dengan demikian konsep etika dalam ajaran Budha lebih dikenal dengan sila, yang memeliki jangkauan yang luas yangmeliputi pikiran, ucapan dan perbuatan manusia dengan tujuan akhir tidakmembawa kerugian kepada orang lain maupun diri sendiri.
2.4.Tujuan etika dalam agama buddha
Tujuan pengembangan etika dalam ajaran agama Budha tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Dengan melatih etika pada diri manusia dengan menjadi lebih baik maka, akan mampu mencapai kebebasan (moksa). Menurut doktrin Budhisme seseorang menyadari pentingnya perilaku dalam mengaplikasikan etika dalam kehidupannya. Apabila seseorang tidak menggunakan etika dalam perilaku kehidupan sehari-harinya maka seseorang tersebut diangap belum matang secara mental.[13]
Dalam ajaran Budha, etika sangat berkaitan dengan ajaran karma. Dengan demikian akibat yang ditimbulkan dari kehidupan beretika akan memperoleh sesuai dengan etikanya dalam kehidupan itu sendiri. Jika etikanya baik maka akan baik pula yang didapatkannya. Selain itu etika yang disusun oleh Sidarta Gautama pada para pengikutnya yaitu Delapan Jalan Kebenaran untuk melepaskan duka.[14]Delapan jalan kebenaran tersebut terbagi kedalam tiga bagian, yaitu; sila, samadhi, dan pannam. Dimana ketiganya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Selama hidupnya Budha rela melepas kemewahan yang menjadi hak miliknya di lingkungan kerajaan, namun ia tinggalkan semua itu demi menyelamatkan banyak orang. Salah satu cara yang ia tempuh adalah hidup dalam penderitaan. Hidup dalam penderitaan sebagaimana dilakukan Budha adalah perbuatan yag baik, yang dipusatkan pada pembebasan penderitaan diri sendiri dan orang lain. Ini mencakup membantu orang lain mencapai nirwana, meskipun ia sendiri menunda masuk nirwana untuk kepentingan orang lain. Kebijaksanaan memfokuskan pada melihat sesuatu melalui hayalan yang merupakan pengalaman yang luar biasa dalam hidup manusia, dengan demikian menjadi bebas dari penderitaan diri sendiri.[15]
Dalam ajaran Buddha, sila merupakan dasar utama dalam pelaksanaan ajaran, mencakup semua perilaku dan sifat-sifat baik yang termasuk dalam ajaran moral dan etika ajaran Buddha. Istilah sila, kosa kata Pali, yang digunakan dalam budaya buddhis. Prilaku-prilaku dalam ajaran Budha merupakan pantulan dari norma-norma yang harus ditaati. Prilaku itu memperlihatkan dirinya melalui tiga pintu (kammaduarani), yaitu jasmani, ucapan dan pikiran. Etika dalam ajaran Budha merupakan peraturan hidup umat Budhis. Peraturan hidup ini adalah suatu batu loncatan pertama dari cara hidup,peraturan ini adalah asas bagi perkembanganmental. Orang yang ingin melakukan permenungan atau Samadhi harus lebihdahulu mengembangkan kasih sebagai kebajikan, sebab kebajikanlah yangmemelihara hidup mental dan menjadikan hidup mental itu kokoh dan tenang.[16]
III. Kesimpulan
Etika adalah peraturan yang dilakukan karena pertimbangan manusia. Dimana sebuah etika sangat pentinag dalam kehidupan sehari-harinya. Agar kita mempunyai etika yang baik maka mulai dari sekarang berbuat baik yang sesuai dengan ajaran Sang Buddha seperti halnya sebagai berikut, yaitu: menjalankan Pancasila Buddhis, Dasasila, Jalan Mulia Berunsur delapan, dan lain-lain.
IV.Daftar Pustaka
Achman, Mudhor, Etika Islam, Surabaya: Al-ikhlas, 2004.
Ali, Mukti, Agama-Agama di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988.
Baqir, Haidar, Buku Saku Filsafat Islam, Bandung Mizan, 2005.
Cornelis,Wowor, Pandangan Sosial Agama Budha,Jakarta: CV. Nitra Kencana Buana, 2004.
Dammananda, Sri, Keyakinan Umat Budha, Jakarta: Karaniya, 2005.
Diperthera, Oka, et.al., KuliahAjaranBudha untuk Perguruan Tinggi,Jakarta:Yayasan Sanata Dharma Indonesia, 1997.
Kalupahan, David J., Filsafat Budha,Terj. Hudaya kandahjaya, Jakarta: Erlangga,1986.
Mahatera, Piyadasi, Budhisme A. Living Massage, Terj. Suprianti Poernomo, Jakarta: Dhamadipa, 2010.
Sarwoko, Pengantar Filsafat Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba.
Swabodhi, Pandita DD Harso, Analogi Falsafah-Etika-Puja Buddha DharmadanHindu Dharma,Medan : Yayasan Perguruan Budaya, 1988.
Widjajanti, Rosmaria Sjafariah, Etika, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.