Makalah: Kritik Terhadap Sistem Etika Humanisme


Kritik Terhadap Sistem
Etika Humanisme

I.             Pendahuluan
Pada kesempatan kali ini kita mempelajari yaitu Humanisme yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk yang sangat istimewa dibandingkan dengan makhluk lainnya, sehingga dalam Etika humanisme ini menekankan bahwa manusia itulah menentukan apa yang baik dan apa yang jahat menurut kehendaknya sendiri dan ia bertindak sesuai dengan kehendaknya sendiri sehingga muncul istilah bahwasanya manusia dapat berbuat apa saja tanpa bantuan dari pada Allah itu sendiri. Pada sajian kali ini kita akan membahas Kritik terhadap ssstem etika humanisme, semoga sajian ini menambah wawasan kita.
II.          Pembahasan
2.1.   Pengertian Etika
Kata Etika asalnya dari beberapa kata Yunani yang hampir sama bunyinya, yaitu ethos  dan ethikos. Kata ethos artinya kebiasaan, adat, Kata ethos dan ethikos lebih berarti kesusilaan, perasaan batin, atau kecenderungan hati dengan mana seseorang melaksanakan sesuatu perbuatan.[1] Dengan kata lain, etika memberi jawaban akan apa yang baik dan apa yang salah dan apa yang menjadi ukuran yang menjadi ukuran yang baik dan yang salah.[2] Etika juga menjadi pegangan seseorang ataupun kelompok dalam mengatur tingkah laku sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma moral, sehingga etika ini berfungsi dalam hidup manusia maupun dalam lingkup taraf sosial.[3]  


2.2.   Pengertian Humanisme
Humanisme berasal dari kata Latin humanus dan mempunyai akar kata homo yang berarti manusia dan humanus berarti bersifat manusiawi. Humanisme memiliki pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai kedudukan istimewa dan berkemampuan lebih dari makhluk-makhluk lain di dunia. Maka humanisme lebih mempromosikan harkat, martabat, dan nilai manusia sehingga manusia mampu berbuat dan harus bertanggung jawab atas hidup dan tindakannya sendiri.[4]
2.3.   Latar Belakang Muncul Paham Humanisme
Pemahaman Humanisme muncul abad ke 14.[5] Humanisme dikenal sebagai paham tersendiri yang dikenal melalui perkembangannya di Eropa sekitar abad XV dan XVI serta sejalan dengan gerakan sejarah yang lebih dikenal dengan Rennaissance. Gerakan ini cenderung menggali potensi manusia dan alam secara mandiri. Timbulnya humanisme sebenarnya disebabkan oleh tekanan-tekanan atas kebebasan-kebebasan manusia yang dilakukan oleh para penguasa dan pemuka agama pada abad-abad pertengahan di eropa, ketika gereja dan golongan aristokrat berkuasa, masyarakat umum sering diperlakukan secara tidak manusiawi dengan adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan pihak penguasa yang menekan dan pada umumnya direstui oleh para pemuka agama.
2.4.  Sifat Etika HUmanisme
Sesuai dengan perkembangan dan kebebasan berpikir manusia maka humanisme dibagi atas beberapa bagian yaitu:
1.         Humanisme Lama
Humanisme Lama lebih terkenal dengan tokohnya Desiderius Erasmus yang sering disebut bapak Humanisme. Sesungguhnya Erasmus orang yang terbuka dengan Injil dan menjadikan Yesus tokoh yang ideal. Namun sebagai orang yang hidup dalam suasana reformasi agama di eropa, Erasmus sedih melihat kehidupan aliran-aliran agama Kristen yang saling memusuhi sehingga dengan hal ini ia memilih humanisme sebagai suatu pandangan yang dianggap lebih manusiawi dibanding aliran-aliran Kristen yang ada pada masa itu. Melihat hal tersebut maka humanisme cukup membawa dampak positif kepada rasa peri kemanusiaan yang memiliki arti usaha mencari nilai-nilai yang ditempuh dengan cara-cara dan potensi manusia itu sendiri, dan hal ini juga membawa dampak negatif dengan terjadinya penolakan akan hal-hal adikodrati yang sendirinya merupakan pemberontakan manusia terhadap otoritas Allah. Dari humanisme inilah mulai tumbuh suatu sikap bahwa manusia harus mencari jalan hidupnya sendiri dan akhirnya menyangkal adanya Allah.
2.         Humanisme Sekuler
Sebutan humanisme sekuler baru tumbuh pada abad-20an yang popular di Amerika Serikat.. Istilah sekularisme berarti suatu sikap dalam hidup yang beranggapan bahwa kehidupan manusia dapat dijelaskan tanpa sangkut-pautnya dengan agama atau hal-hal adikodrati sehingga humanisme sekuler merupakan paham budaya dan pemikiran mengenai hidup yang didasarkan sikap menolak Tuhan dan hal-hal yang bersifat adikodrati dan mengggantikannya dengan diri sendiri, ilmu pengetahuan dan kemajuan. Sehingga perkembangan paham Humanisme sekuler ini mencapai puncak di Abad 20 dan telah menguasai pemikiran manusia modern, media massa, dan pergaulan umat manusia.
3.         Humanisme Kosmis
Humanisme kosmis berlawanan dengan praktek-praktek yang rasional dan materialistis sebab yang ditekankan ialah pengalaman kemanusiaan yang bersifat mistis dan kosmis. Pandangan paham ini masih mewarisi paham humanisme sekuler  yang berpusat pada manusia sendiri. Bahkan ada paham bahwa manusia mempunyai roh semesta yang sama yang disebut sebagai Tuhan dan agama-agama yang ada hanyalah bentuk-bentuk dari manifestasi tersebut. Paham ini menepis adanya kehadiran Tuhan dan dengan kekuatan sendiri manusia mengatasi kehidupannya utnuk menjadikan dirinya manusiawi dan ilahi.[6]
2.4.   Humanisme meurut Ahli.
Ada beberapa tokoh yang menganut paham humanis, diataranya:
1.         Desiderius Erasmus
Desiderius Erasmus lahir akhir tahun 1460, lalu Erasmus merupakan cendekiawan terkemuka pada zamannya. Ia seorang humanis Kristen yang yakin bahwa pembaharuan gereja hanya melalui pemikiran berasalkan pendidikan. Humanis Kristen ini mennetang ketidak jelasan teologi skolastik masa itu dan menegakkan perdamaian berasaskan humanisme untuk memperbaharui gereja.[7] Erasmus berpendapat bahwa sekalipun manusia telah jatuh ke dalam dosa, manusia tetap memiliki kehendak bebas dan kehendak bebas ini tidak berhasil mencapai keselamatan jika tidak ditolong oleh rahmat Allah.[8]
2.         Rousseau
Tokoh ini mengatakan bukanlah budi yang menentukan apa yang baik dan apa yang jahat, tetapi perasaan-perasaan pertalian di dalam persekutuan bangsa yang tertentu, itulah yang merupakan sumber yang murni bagi pengetahuan tentang norma-norma. Yang menarik perhatian kita di dalam segala usaha untuk menyusun suatu hokum kodrat atau hokum susilakodrati ini ialah bahwa di dalam semua system ini segala penerangan dari firman Tuhan menjadi padam dan membawa manusia berusaha memberi jawaban atas pertanyaan “apakah yang baik dan apakah yang jahat” dengan menggunakan pedoman alam, akal budi, perasaan, manfaat sosial dan sebagainya.[9]
2.5.   Kritik Etika Humanisme
Berbeda dengan pandangan kaum humanis yang menolak hakekat adikodrati, umat Kristen percaya bahwa “alam bukan sekedar realita materi, tetapi juga mencakup realita rohani dan manusia bukan cuma makhluk biologis dan intelek saja, tetapi manusia juga makhluk rohani yang mempercayai hakekat Roh yang berpribadi; jadi, bukan sekedar energi atau kekuatan. Penolakan terhadap Allah dan realita rohani tidak lain hanya merupakan sikap penolakan dan ketidaktaatan kita kepada Allah. Tuhan orang Kristen adalah Tuhan yang tetap bekerja dan memelihara umatnya sampai saat ini atau Providentia. Pemahaman para humanis perlu diterima dengan rasa bersyukur namun bukan merusak pemahaman mengenai Kristus, namun harus ditumbuhkan dan menghasilkan buah sebanyak mungkin dari hidup kita yang telah diperbaharui oleh Tuhan sehingga menghasilkan kehidupan yang sekaligus manusiawi, tetapi juga kristiani.
Humanisme mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai kedudukan yang istimewa dari ciptaan yang lainnya. Ini berarti bahwa manusia mempunyai kemampuan  melalui pikirannya sendiri. Untuk menentukan mana yang baik dan juga mana yang buruk bagi dirinya sendiri. Sehingga manusia dapat bertanggungjawab atas dirinya.[10]
Pandangan humanis condong berat sebelah karena terlalu melihat positif manusia sehingga ukuran menilai manusia ialah nilai etis-moral yang baik, dan berasal dari sumber kebaikan, yaitu Tuhan sendiri.[11] Kritik yang paling jelas adalah bahwa pandangan ini mengandung makna dimana setiap tindakan adalah benar bagi seseorang, bahkan jika tindakan tersebut jahat, penuh kebencian, atau kejam. Tetapi secara moral hal ini tidak dapat diterima . Kedua, jika teori ini dipraktekkan maka kehidupan masyarakat tidak dapat berfungsi. Tidak ada komunitas yang terjadi apabila tidak ada kesatuan. Jika setiap orang berbuat seperti yang dia inginkan, akan timbul kekacauan. Ketiga, teori ini tidak mengatakan kepada kita aspek yang manakah yang harus diambil sebagai tolak ukur segala sesuatu itu.[12]  





[1] J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum, (Jakarta:BPK-GM,2012), 1
[2] K. Manurung, Rekaman Catatan Akademik II-A, tanggal 10 Februari 2017
[3] K. Bertens, Etika, (Jakarta:Gramedia,2011), 6
[4] A. Mangunhardjana, Isme-isme dalam etika dari A samapai Z, (Yogyakarta:Kanisius,1996), 94 
[5] Th. Van Den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta:BPK-GM,1990), 146
[6] Herlianto, Humanisme dan Gerakan Zaman Baru, (Bandung:Kalam Hidup,1996), 23-31
[7] Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta:BPK-GM,2007), 128-129
[8] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat tokoh-tokoh dalam sejarag gereja, (Jakarta:BPK-GM,2003), 74-75
[9] J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum, (Jakarta:BPK-GM,2012, 71-73 
[10] Herlianto, Humanisme dan Gerakan Zaman Baru, 175-176
[11] A. Mangunhardjana, Isme-isme dalam etika dari A samapai Z, 95 
[12] Norman L. Geisler, Etika Kristen Pilihan jnjiuhnijmoikdan Isu, (Malang:Seminari Alkitab Asia Tenggara,2001), 19