Filsafat: teori kebenaran Deduktip


Deduktip
(Pengejawantahan Kebenaran Umum ke dalam Situasi Khusus)

I.        Pendahuluan
Filsafat adalah suatu cara berpikir yang menyeluruh, dengan cara mengupas pengetahuan sedalam-dalamnya. Filsafat dapat juga dikatakan upaya manusia dalam mengumpulkan pengetahuan sebanyak mungkin dalam proses pengaturan kehidupan ke bentuk yang sistematik. Pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai jawaban dari berbagai pertanyaan yang kerap sekali muncul di dalam kehidupan. Dari sebuah pertanyaan, diharapkan mendapatkan jawaban yang benar. Dalam mempelajari filsafat ilmu, diharapkan setiap manusia dapat menggunakan penalarannya untuk dapat menemukan kebenaran yang bersifat logika deduktifsebagai landasan dalam bertindak. Di mana hasil pemikiran yang dimiliki oleh manusia itu haruslah dinilai menjadi suatu titik kebenaran. Kebenaran itu harus dapat diwujudnyatakan melalui tindakan dan kehidupan sekitar manusia agar lebih mudah dipahami. Semoga sajian ini dapat menambah wawasan kita bersama.
II.       Pembahasan
2.1.     Pengertian Deduktip
Deduktif berasal dari bahasa Inggris yaitu Deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan umum atau menemukan sesuatu yang sifatnya khusus dari keadaan yang umum.[1] Deduktif adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum kemudian ditariklah kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus adalah contoh yang paling tegas dalam berpikir deduktif yakni mengambil kesimpulan khusus dari kesimpulan umum. Di mana silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Metode ini berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat lebih khusus.[2]
Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.
Popper tidak pernah menganggap bahwa kita dapat membuktikan kebenaran-kebenaran teori dari kebenaran pernyataan-pernyataan yang bersifat tunggal. Tidak pernah ia menganggap bahwa berkat kesimpulan-kesimpulan yang telah diverifikasi, teori-teori dapat dikukuhkan sebagai benar atau bahkan hanya mungkin benar, contoh: jika penawaran besar, harga akan turun. Karena penawaran beras besar, maka harga beras akan turun.[3]
 Contoh: “semua manusia mati. Endang adalah manusia. Maka, Endang Mati.”
Proses membuat implikasi-impiikasi logis dari pernyataan-pernyataan atau premis-premis menjadi eksplisit.
Proses penarikan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan (premis-premis) di mana tercapai suatu kesimpulan yang pasti betul dengan aturan-aturan logika. Berbeda dengan induksi.
ada beberapa pandangan beberapa filsuf diantaranya:
a.      Aristoteles dipandang sebagai penemu deduksi. Kant beranggapan bahwa dalam 2000 tahun logika belum mundur selangkah. Tentu ada berbagai penafsiran tentang system-sistem deduksi
b.   Menurut John Stuart Mill, deduksi merupakan transformasi verbal, seperti dalam kasus inferensi langsung, atau juga dalam bentuk tersamar.
C. Bagi Peirce, deduksi berhubungan dengan penjalinan premis-premis untuk mennetukan apa yang boleh mereka hasilkan dalam term-term formal.[4]
2.2.   Deduktif sebagai sebuah logika
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin :logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu yang dimaksudkan di sini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. Logika secara luas dapat didefenisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir secara valid”.[5]
Ilmu logika merupakan ilmu yang mengatur cara berpikir atau menganalisa pada diri setiap manusia. Jadi ilmu logika itu adalah untuk mengatur dan mengarahkan kita kepada suatu cara berpikir yang benar. Logika digunakan untuk melakukan pembuktian serta mengatakan bahwa sesuatu itu berlaku atau tidak. Logika tidak dapat dihindarkan dalam proses hidup mencari suatu kebenaran.[6] Logika sebagai ilmu merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan dalam logika itu memiliki dasar kebenaran, maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara tertentu hingga memunculkan kesimpulan yang benar-benar valid (sah). Maka dari itu, terdapat dua jenis cara yang dapat digunakan untuk penarikan kesimpulan, yakni metode deduktif dan metode induktif.[7]
2.3.   Tahapan-tahapan dalam Metode Deduktip
Metode deduktif dalam tahapan-tahapannya, sama dengan metode lain, yaitu:
1.    Tahapan Sepekulasi (berasal dari bahasa latin “speculum/cermin”).
2.    Tahapan Observasi dan klasifikasi,
3.    Tahapan perumusan hipotesis[8]
           Metode ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep spekulasi dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala. Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat. Penarikan secara langsung ditarik dari satu premis. Penarikan secara tidak langsung ditarik dari 2 premis. Premis pertama yang bersifat umum sedangkan premis kedua bersifat khusus.[9]
2.4. Implementasi atau Pengejewantahan Metode Deduktip
Logika dedukif, merupakan kegiatan berpikir dengan kerangka pikir dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kearah kesimpulan yang lebih bersifat khusus, atau penarikan kesimpulan dari dalil atau hukum menuju contoh-contoh. Penarikan kesimpulan dari logika formal biasanya menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme secara umum disusun dari dua buah hal, yaitu: (a) term atau pernyataan, berupa pernyataan pertama yang menjadi subjek (S) dan pernyataan kedua menjadi predikat (P); dan (b) sebuah kesimpulan (K).
Contoh: (a) – Semua binatang karnifora adalah pemakan daging (premis mayor)
(S); – Harimau adalah binatang karnifora (premis minor) (P); –
Jadi, Harimau binatang pemakan daging (kesimpulan) (K);
(b) – Semua manusia adalah makhluk yang mengenal kematian (premis mayor)
 (S); – Sementara makhluk rasional adalah manusia (premis minor) (P);
Jadi, sementara makhluk rasional adalah makhluk yang mengenal mati (kesimpulan) (K).
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.[10]
Jenis penalaran deduktif yang menarik kesimpulan secara tidak langsung yaitu :
1. Silogisme kategorial
2. Silogisme hipotesis
3. Silogisme alternatif
4. Entimen
Silogisme Kategorial
Silogisme Kategorial yaitu Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi:
• Premis umum : Premis Mayor (My)
• Premis khusus :remis Minor (Mn)
• Premis kesimpulan : premis kesimpulan ( K ), dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term mayor, dan predikat simpulan disebut term minor.
Contoh silogisme kategorial :
My : semua mahluk hidup bisa bernafas
Mn : kucing adalah mahluk hidup
K : kucing bisa bernafas
Silogisme hipotesis
Silogisme hipotesis yaitu silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis. Konditional hipotesis yaitu : bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh silogisme hipotesis :
My : jika tidak ada uang manusia sangat kesulitan tuk memenuhi kebutuhan hidupnya
Mn : Uang tidak ada
K : jadi, manusia akan kesulitan tuk memenuhi kebutuhan hidupnya
Silogisme Alternatif
Silogisme Alternatif yaitu silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi. Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh silogisme alternatif :
My : Kucing berada di dalam rumah atau di luar rumah
Mn : Kucing berada di luar rumah
K : Jadi, kucing tidak berada di dalam rumah

Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh Entimen :
• Dia naik jabatan karena ia rajin bekerja.
• Anda naik gaji karena anda berhak menerima kenaikan jabatan itu.
2.5.   Korelasi Penalaran Deduktif dan Induktif[11]
Kedua penalaran tersebut seolah-olah merupakan cara berpikir yang berbeda dan terpisah. Tetapi dalam prakteknya, antara berangkat dari teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan lingkaran yang tidak terpisahkan. Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan kalau berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan teori.
Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu ujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika. Upaya menemukan kebenaran dengan cara memadukan penalaran deduktif dengan penalaran induktif tersebut melahirkan penalaran yang disebut dengan reflective thinking atau berpikir refleksi.
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
-       Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
-       Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.[12]
Paragraf Deduktif - Induktif[13]
Jadi paragraph deduktip dan induktif adalah paragraf yang dimulai dari pernyataan yang bersifat umum disusul dengan pernyataan yang bersifat khusus dan diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Letak kalimat utama paragraf ini ada di awal dan akhir paragraf. Pola paragraf ini adalah umum - khusus - umum. Kalimat utama yang ada di akhir paragraf bersifat penegasan kembali dengan susunan yang agak berbeda.
Berikut ini adalah contoh-contoh paragraf deduktif - induktif :
Contoh 1
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa tingginya kolesterol merupakan faktor resiko yang paling besar seseorang untuk menderita penyakit jantung koroner. Sebenarnya banyak faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya kolesterol, tetapi yang dianggap paling besar perannya dalam masalah tersebut adalah tingginya konsumsi lemak serta kandungan konsumsi asam lemaknya. Dalam hal ini, minyak goreng merupakan sumber utama lemak yang tidak baik. Dengan demikian, kolesterol merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner.
Contoh 2
Siswa kelas VI belajar untuk menghadapi ujian dua bulan yang akan datang. Mereka sangat berkonsentrasi pada pelajaran yang diberikan oleh Ibu guru. Tampak situasi kelas lebih tenang. Keterangan kelas mereka bukan berarti sunyi dan sepi, tetapi suasana kelas mereka hidup, yaitu timbulnya tanya jawab tentang pelajaran yang sedang dibahas. Suasana yang hidup ini benar-benar membangkitkan semangat guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Juga suasana yang hidup itu menimbulkan kesungguhan para siswa dalam belajar. Suasana giat belajar itu dilakukan dan diciptakan siswa kelas VI dalam menghadapi ujian yang sudah di ambang pintu
Contoh 3
Chairil Anwar terkenal sebagai penyair. Ia disebut penyair yang membawa pembaharuan dalam puisi. Ada yang mengatakan dia sebagai seorang individualis. Ada yang menilai bahwa ia seorang yang kurang bermoral dan plagiat karena ada sebagian kecil dalam gubahannya merupakan jiplakan dari puisi asing. Dalam sajak-sajaknya yang dikumpulkan dalam "Deru Campur Debu" memperlihatkan adanya perbedaan bentuk, corak, gaya, dan isi. Tanggapan orang terhadap Chairil berbeda-beda. Namun, bagaimanapun ia tetap seorang penyair besar yang membawa kesegaran baru dalam bidang puisi pada 1945
Contoh 4
Di dalam memutuskan suatu kebijakan, presiden sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan sangat membutuhkan pertimbangan dan nasehat dari seseorang atau sekelompok orang. Tujuannya ialah agar kebijakan yang diputuskannya sesuai dengan prinsip hukum, demokrasi, pemerintahan yang baik untuk mencapai tujuan negara. Para pendiri bangsa ini menyadari akan kebutuhan presiden mengenai hal itu. Oleh karena itu, Undang - Undang Dasar kita mengamanatkan untuk membentuk suatu dewan yang bertugas untuk itu. Yang penting adalah kebutuhan presiden akan pertimbangan dan nasehat dari pihak lain dapat terpenuhi sehingga ia tidak menyalahi peraturan yang ada.
Contoh 5
Peningkatan taraf pendidikan para petani sama pentingnya dengan usaha peningkatan taraf hidup. Petani berpendidikan cukup dapat mengubah sistem pertanian tradisional, misalnya bercocok tanam hanya memenuhi kebutuhan pangan, menjadi petani yang produktif. Petani yang berpendidikan cukup, mampu memberikan umpan balik yang setimpal terhadap gagasan-gagasan yang dilontarkan perencana pembangunan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. itulah sebabnya peningkatan taraf pendidikan para petani dirasakan sangat mendesak.
2.6.     Tokoh Logika Deduktip
Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles dilahirkan di kota Stagira, Macedonia, 384 SM. Ayahnya seorang ahli fisika kenamaan. Pada umur tujuh belas tahun Aristoteles pergi ke Athena untuk belajar di Akademi Plato. Dia menetap di sana selama dua puluh tahun, hingga tak lama kemudian Plato meninggal dunia. Dari ayahnya, Aristoteles mungkin memperoleh dorongan minat di bidang biologi dan “pengetahuan praktis”. Di bawah asuhan Plato dia menumbuhkan minta dalam hal spekulasi filosofis.
      Karya Aristoteles jumlahnya sangat banyak. Empat puluh tujuh karyanya masih tetap bertahan. Daftar kuno mencatat hasil karyanya tidak kurang dari seratus tujuh puluh buku. Bukan sekedar banyaknya jumlah buku saja yang mengagumkan, melainkan daya jangkau peradaban yang menjadi bahan renungannya juga tak kurang hebatnya. Kerja ilmiahnya betul-betul merupakan ensiklopedia ilmu untuk jamannya. Apa yang sudah dicapai oleh Aristoteles malah lebih dari itu. Dia filosof orisinal, penyumbang utama dalam tiap bidang penting falsafah spekulatif, dia menulis tentang etika dan metafisika, psikologi, ekonomi, teologi, retorika, keindahan dll.
      Mungkin, yang paling penting dari sekian banyak hasil karyanya adalah penyeledikannya tentang teori logika, dan Aristoteles dipandang sebagai pendiri cabang filsafat yang penting ini. Hal ini sebetulnya berkat sifat logis dari cara berpikir Aritoteles yang memungkinkannya mampu mempersembahkan begitu banyak kaidah dan jenis-jenisnya yang kemudian menjadi dasar berpikir dalam banyak bidang ilmu pengetahuan. Aristoteles tak pernah kejeblos ke rawa-rawa mistik maupun ekstrim, Aritoteles senantiasa bersiteguh mengutarakan pendapat praktis.
      Berbagai temuannya seperti logika yang disebut juga ilmu mantiq yaitu pengetahuan tentang cara berpikir dengan baik, benar dan sehat, membuat namanya begitu dikenal oleh setiap orang di seluruh dunia yang pernah mengecap pendidikan. Dialah yang membuktikan bahwa bumi bulat. Pembuktian dilakukan dengan cara melihat gerhana. Sepuluh jenis kata yang dikenal orang saat ini seperti kata kerja, kata benda, kata sifat dan sebagainya merupakan pembagian kata hasil pemikirannya. Dia jugalah yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial.[14]
III.    Kesimpulan
Dari kajian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa deduktip ialah suatu ilmu yang secara khusus mempelajari dan mempersoalkan secara mendalam mengenai apa itu pengetahuan, dari mana pengetahuan itu diperoleh serta bagaimana cara memperolehnya.
Deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus adalah contoh yang paling tegas dalam berpikir deduktif yakni mengambil kesimpulan khusus dari kesimpulan .Logika sebagai ilmu merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan dari penarikan kesimpulan yang valid. Untuk penarikan kesimpulan tersebut terdapat metode deduktif . Deduktif adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum kemudian ditariklah kesimpulan yang bersifat khusus.
IV.       Daftar Pustaka
Asnami Ahmad, Sejarah Para Filsuf Dunia, Yogyakarta: INDOLITERASI, 2014
Bagus Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 1996
Bakhtiar Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2004
Beerling, Kwee,Mooil, Van Peursen, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya,1997
Kukla Andre, Konstruktivisme Sosial dan Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Jendela, 2003.
Muslih Muhammad, Filsafat Umum : Dalam Pandangan Praktis.
Salam Burhanuddin, Logika Materil, Jakarta:Rineka CIpta,1997
Sudarminta J, Epistemologi Dasar, Yogyakarta:Kanisius,2002
Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005
Torang Syamsir, Filsafat Ilmu, Bandung: ALFABETA, 2014
Sumber Internet :




[1] Syamsir Torang, Filsafat Ilmu, (Bandung: ALFABETA, 2014), 90.
[2] Suriasumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), 46.
[3]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 153-154.
               [4] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta:Gramedia.1996), 149-150
               [5] Andre Kukla, Konstruktivisme Sosial dan Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Jendela, 2003), 20-21.
               [6] Muhammad Muslih, Filsafat Umum : Dalam Pandangan Praktis, 48.
               [7] Andre Kukla, Konstruktivisme Sosial dan Filsafat Ilmu, 23.
               [8] Burhanuddin Salam, Logika Materil, (Jakarta:Rineka CIpta,1997), 98
               [9] Beerling,Kwee,Mooil, Van Peursen, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya,1997),25
               [10] J. Sudarminta, Epistemologi Dasar,(Yogyakarta:Kanisius,2002), 40-42
               [11] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu,( Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2004), 152-154
               [13]http://henytik.blogspot.co.id/2011/08/pola-berpikir-deduktif-dan-induktif.html, diakses tanggal 08-11-2017. Jam 15.33
[14] Ahmad Asnami, Sejarah Para Filsuf Dunia, (Yogyakarta: INDOLITERASI, 2014), 26