Arti, Makna Skizophrenia menurut Psikologi
Skizophrenia
I.
Pendahuluan
Pada
pembahasan kali ini akan dibahas mengenai penyakit gangguan mental yaitu
Skizophrenia. Gangguan mental yang berpusat pada gangguan otak ini disebabkan
berbagai faktor dan terdapat juga ciri-ciri yang spesifik untuk membedakan
gangguan ini dengan ganggua depresi atau roh jahat. Semoga pengetahuan ini
bermanfaat.
II.
Pembahasan
2.1. Pengertian Skizophrenia
Skizofrenia merupakan penyakit
mental yang serius. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan konsentrasi
neurotransmiter otak, perubahan reseptor sel-sel otak, dan kelainan otak
struktural, dan bukan karena alasan psikologis. Pasien akan memiliki pemikiran,
perasaan, emosi, ucapan, dan perilaku yang tidak normal, yang memengaruhi
kehidupan, pekerjaan, kegiatan sosial, dan kemampuan untuk mengurus diri mereka
sehari-hari. Beberapa pasien bersifat rentan dan mencoba atau melakukan
tindakan bunuh diri. Orang bisa
menderita skizofrenia di berbagai tahapan usia, tetapi gejala penyakit ini
biasanya muncul dalam rentang usia 20 hingga 30 tahun. Tingkat kekambuhannya
sangat tinggi jika tidak dilakukan tindakan pengobatan dan perawatan yang tepat.[1].
2.2. Penyebab Skinzophrenia
Penyebabnya masih belum pasti.
Umumnya dianggap terkait dengan lesi pada otak serta masalah genetika dan
psikologis. Beberapa studi menemukan bahwa struktur otak dan sistem saraf pusat
dari pasien skizofrenia, seperti yang ditunjukkan pada gambar hasil pemindaian,
berbeda dengan orang normal pada umumnya. Selain itu, sekresi dopamin,
neurotransmitter di otak, dari pasien skizofrenia lebih tinggi daripada orang
normal pada umumnya.
2.3. Ciri Khas
Skinzoperenia
Ada beberapa ciri khas terhdap
pengidap skinzophrenia yang dapat dikenali, yaitu:
a. Halusinasi
Audio
Penderita
skinzoprenia mengatakan bahwa dirinya mendengar atau lebih dua suara, baik
dalam maupun luar benaknya, berbicara padanya, memberi perintah, membentak,
menuduhnya, asyik berbicara sendiri, atau memberi komentar tentang
tindakan-indakannya. Suara-suara ini bisa saja nmuncul berupa kata-kata
sederhana seperti mendengar nama sendiri dipanggil dengan keadaan sadar.
b. Halusinasi
Visual
Penderita skinzofrenia melihat
bayangan sosok oang, namun ini jarang terjdi pada orang yang mengidap
skinzoprenia. Kalau hal ini terjadi psikiater harus menyelidiki
gangguan-gangguan fisik misalnya stroke, infeksi, tumor dan juga keabnormalan
hormone.
c. Delusi
Delusi adalah keyakinan palsu karena
sesorang tidak kuasa menghubungkan dirinya dengan latar belakang sosial budayanya.
Contohnya, delusi perasaan terganggu dimana dirinya merasa ada orang yang
berusaha menyakitinya, memata-matainya atau membayangi gerakannya. Hal ini
dikenal dengan sebutan passivity
expeiences.
d. Gangguan
Pikiran
Perkataan tidak sesuai dan tidak rasional
karena klient pengidap ini menjawab pertanyaan dengan sikap samar dan tidak
pernah sampai pada pembicaraan. Perkataannya tidak berkesiambungan dan tidak
masuk akal bahkan bisa mencampur berbagai bahasa. Namun pasien skinoprenia
tidak akan dapat berbicara dalam bahasa yang tidak diketahuinya.
e. Keabnormalan
Perilaku
Penderita skinzoprenia tidak ambil
pusing dengan adat-istiadat sosial, sampai-sampai mereka bisa jalan-jalan dalam
keadaan telanjang di tempat umum atau di rumah. Kebersihan tubuh serta cara
berpakaian juga tidak menjadi pikiran sehingga banyak penderita ii hidup
menjadi gelandangan karena kehidupan sosial menolak mereka. beberepa juga
terlihat berbicara, tertawa, tersenyum sendiri padahal tidak ada orang yang
berbicara dengan mereka. Orang-orang yang menderita skinzoprenia merasa tidak
nyaman untuk berinteraksi dengan orang-orang yang tinggal serumah dengan
mereka.
f. Ekspresi
Emosional
Biasanya
penderita skinzoprenia akan tampak bingung, juga jika terlibat dalam suatu
percakapan emosinya dapat berubah-ubah. Dalam diri beberapa orang penderita
skinzoprenia terjadi ketidaksesuaian ekspresi yang juga dikenal dengan sebutan
incongruity of effect, misalnya tertawa terbahak-bahak sendiri seakan-akan
dunianya sendiri.
g. Bukan
Kepribadian ganda
Skinzoprenia
bukanlah kepribadian ganda. Tidak ada kepribadian lain yang terlihat melalui
orang yang menderita skinzoprenia.
h.
Gejala negatif”, juga
disebut sebagai “gejala kronis”, lebih sulit untuk dikenali dari pada “gejala
positif” dan biasanya menjadi lebih jelas setelah berkembang menjadi gejala
positif. Jika kondisinya memburuk, kemampuan kerja dan perawatan diri pasien
akan terpengaruh. Gejala-gejala ini antara lain: Penarikan sosial: menjadi tertutup, dingin,
egois, terasing dari orang lain, dll. Juga
dapat kurangnya motivasi, hilangnya minat terhadap hal-hal di
sekitarnya, bahkan kebersihan pribadi dan perawatan diri. Berpikir dan bergerak secara lambat, serta
Ekspresi wajah yang datar. [2]
2.4. Faktor
Penyebab Skizophrenia
Terdapat
beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab
skizofrenia,
antara lain :
a. .
Faktor Genetik
Menurut Maramis (1995), faktor
keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan
dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama
anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 -
1,8%; bagi saudara kandung 7 – 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita
skizofrenia 7 – 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 – 68%; bagi
kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 –
86%.
Skizofrenia melibatkan lebih dari
satu gen, sebuah fenomena yang disebut quantitative trait loci. Skizofrenia
yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang
berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga
mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang
mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk
mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota
keluarga yang memiliki penyakit ini Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari
ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut eurotransmitter, yaitu kimiawi otak
yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli
mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu
otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine juga seperti serotonin
dan norepinephrine tampaknya juga
memainkan peranan
b. Faktor
Psikologis dan Sosial
Faktor psikososial meliputi adanya
kerawanan herediter yang semakin lama
semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang
tuaanak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga. Banyak
penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga mempengaruhi
penderita skizofrenia.Menurut Coleman dan Maramis), keluarga pada masa
kanak-kanak memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orangtua
terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak
untuk berkembang, ada kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak
merangsang anak, atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkanny[3]
2.5. Tipe-tipe
Skizofrenia
Diagnosa Skizofrenia berawal dari Diagnostik and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American
Psychiatric Assosiation, 1980) dan berlanjut dalam DSM-IV (American Psychiatric Assosiation,1994)
dan DSM-IV-TR (American Psychiatric
Assosiation,2000). Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR 2000.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan yaitu :
a. Tipe Paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini
adalah waham yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya
fungsi kognitif dan afektif yang relatif masih terjaga. Waham biasanya adalah
waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain
(misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin juga muncul.
Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan, menjaga jarak dan suka
berargumentasi, dan agresif.
b. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)
Ciri utama skizofrenia tipe
disorganized adalah pembicaraan kacau, tingkah laku kacau dan afektif yang
datar atau inappropriate. Pembicaraan
yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat kaitannya
dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan
yang serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari.
c. Tipe Katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini
adalah gangguan pada psikomotor yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility). Gerakan berlebihan, memiliki
dampak negative yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak
terkendali, mengulang ucapan orang lain (echolalia)
atau mengikuti tingkah laku orang lain (echopraxia).
d. Tipe Undifferentiated
Tipe Undifferentiated merupakan tipe
skizofrenia yang menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat
menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet,
kebingungan (confusion), emosi yang
tidak dapat dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang
berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, juga seperti
mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan
ketakutan.
e. Tipe Residual
Tipe ini merupakan kategori yang
dianggap telah terlepas dari skizofrenia tetapi masih memperlihatkan
gejala-gejala residual atau sisa, seperti keyakinankeyakinan negatif, atau
mungkin masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional.
Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri secara sosial,
pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar.[4]
2.6. Membedakan
Gangguan Jiwa dan Kerasukan Setan
Dalam alkitab terdapat kisah orang Gerasa dan bebrapa kasus
kerasukan yang diuraikan dalam alkitab.
Dari ciri-ciri tersebut: Kerasukan setan tidak mengenal identitas
pribadinya dan biasanya memperkenalkan dirinya sebagai setan (Mrk 5:8),
sedangkan pada gangguan jiwa kesadaran penderita akan realitas yang sedang
dialami terganggu atau buruk bahkan biasanya penderita tidak menyadari dirinya
sakit. Kedua, ada bukti pengetahuan dan intelektualitas baru yang sebelumnya
tidak dimilki oleh orang yang kerasukan roh jahat bahkan penderita bisa
berbicara dalam bahasa asing yang tidak dimiliki oleh korban.
Ketiga, dia emiliki keinginan yang
kuat untuk mengutuk atau menghujat Allah bahkan membenci kegiatan doa atau
ibadah.Keempat, Memiliki kekuatan yang besar sehingga sulit dikuasai padahal
makannya kurang dan kesehatannya buruk. Kelima, orang yang kerasukan biasanya
ketika setannya diusir kondisinya akan kembali normal seperti Orang Gerasa,
sedangkanperubahan dan kesembhan pada schizophrenia membutuhkan proses dalam
pengobatan.
Namun ada gejala kerasukan setan
mirip dengan skizophrenia diantaranya:
1. Ada
keinginan kuat untuk bunuh diri karena mempunyai masalah yang besar bahkan suka
menyiksa diri sendiri karena siksaan batin yang berat.
2. Adanya
waham (delusi), halusinasi, bicara terdisorganisasi (sering menyimpang), gejala
negative (pedataran afektif, tidak ada kemauan) dan terjadinya disfungsi sosial
atau pekerjaan.
3. Penderita
mudah curiga, cenderung depresi, cemas, tegang, cepat marah dan sulit tidur
4. Penderita
dapat kehilanagn energy dan motivasi, lebih susah mengingat dan berkonsentrasi
5. Memiliki
kesamaan dengan mengalami halusinasi sehingga penderita menjadi pasif dan
merasa hidup dalam dunianya sendiri.[5]
2.7. Penyembuhan
terhadap Skinzophrenia
Ada beberepa pemulihan
yang bisa dilakukan terhadap pengidap penyakit skinzophrenia, diantaranya
yaitu:
a. Obat Obat bisa mengurangi atau menghilangkan
gejala positif dari pasien secara efektif, misalnya delusi, halusinasi, dan
pikiran yang tidak teratur. Obat juga bisa mengendalikan kecemasan dan membantu
pasien untuk kembali ke kehidupan nyata. Namun ada efek samping dari obat yang
dikonsumsi, misalnya kekakuan otot, gerakan yang lambat, tangan gemetar, mulut
kering, sembelit, kelelahan, detak jantung yang cepat, dan peningkatan berat
badan. Dokter biasanya meresepkan dua
jenis obat antipsikotik (obat untuk penyakit mental), yang merupakan
antipsikotik tipikal (misalnya Haloperidol, Thioridazine, dan Fluphenazine) dan
antipsikotik atipikal (misalnya Clozapine, Risperidone, dan Olanzapine). Dokter
akan meresepkan berbagai jenis obat yang berbeda, tergantung pada kondisi
pasien, status pengobatan, dan reaksi pasien terhadap obat. Kedua jenis obat
bisa memberikan efek samping yang berbeda.
b.
Pengobatan ajuvan
Rehabilitasi bisa membantu dan melatih pasien untuk menghadapi dan mengelola
kehidupan mereka sehari-hari. Tergantung pada kondisi tiap individu, para ahli
medis profesional akan menetapkan program pengobatan yang sesuai bagi diri
pasien, misalnya pelatihan perawatan diri (termasuk kebersihan diri, memasak,
keselamatan rumah tangga, adaptasi terhadap masyarakat, dan penggunaan uang),
pelatihan kemampuan kerja, manajemen stres, dan keterampilan interpersonal
dengan anggota keluarga lainnya.
Dukungan keluarga juga sangat penting bagi pasien. Jika keluarganya
menghadapi pasien skizofrenia dengan cara dan sikap yang benar, mendukung
pasien dengan mengikuti program pengobatan dengan benar, dan mengawasi
perubahan kondisi dan gejalanya, maka pasien akan mendapatkan perawatan yang
lebih baik.
Namun, anggota keluarganya juga harus
memperhatikan kesehatan fisik dan mental mereka sendiri, belajar bagaimana cara
untuk bersantai, dan mencari bantuan jika diperlukan saat merawat pasien.
Anggota keluarga harus menahan diri untuk tidak mengungkapkan komentar secara
kritis, membuat sikap bermusuhan, dan menumbuhkan perasaan ikut campur secara
berlebihan kepada diri pasien. Menurut penelitian yang dilakukan, sikap-sikap
yang tidak diinginkan ini (emosi yang dikeluarkan secara negatif) telah
terbukti meningkatkan tingkat kekambuhan penyakit skizofrenia. Lingkungan sekitar akan memengaruhi kondisi
perawatan diri pasien. Biasanya tempat-tempat yang dirasakan paling nyaman oleh
pasien akan dipilih, misalnya perawatan di rumah. Jika ada kebutuhan khusus,
pasien mungkin perlu dirawat di rumah sakit.
c. Terapi
Biologis
Terapi
Biologis Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu terapi
dengan menggunakan obat antipsikosis, terapi elektrokonvulsif, dan pembedahan
bagian otak. Terapi dengan penggunaan obat antipsikosis dapat meredakan gejala-gejala
skizofrenia. Obat yang digunakan adalah chlorpromazine (thorazine) dan
fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut termasuk kelompok obat
phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini
disebut obat penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan
kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis
yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini cukup
tepat bagi penderita skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus
yang tidak relevan (Durand, 2007).
Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal
sebagai terapi electroshock pada penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir
1930-an, electroconvulsive therapy (ECT) diperkenalkan sebagai penanganan untuk
skizofrenia.Tetapi terapi ini telah menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan
masyarakat karena beberapa alasan. ECT ini digunakan di berbagai rumah sakit
jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk skizofrenia. Menurut Fink dan
Sackeim (1996) antusiasme awal terhadap ECT semakin memudar karena metode ini
kemudian diketahui tidak menguntungkan bagi sebagian besar penderita
skizofrenia meskipun penggunaan terapi ini masih dilakukan hingga saat ini. Sebelum
prosedur ECT yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang
sangat menakutkan pasien.
Pasien seringkali tidak bangun lagi
setelah aliran listrik dialirkan ke tubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran
sementara, serta seringkali menderita kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan
setelah itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot yang menyertai serangan
otak mengakibatkan berbagai cacat fisik .Pada terapi biologis lainnya seperti
pembedahan bagian otak) memperkenalkan prefrontal lobotomy, yaitu proses
operasi primitif dengan cara membuang “stone
of madness” atau disebut dengan batu gila yang dianggap menjadi penyebab
perilaku yang terganggu. Menurut Moniz, cara ini cukup berhasil dalam proses
penyembuhan yang dilakukannya, khususnya pada penderita yang berperilaku kasar.
Akan tetapi, pada tahun 1950an cara ini ditinggalkan karena menyebabkan
penderita kehilangan kemampuan kognitifnya, otak tumpul, tidak bergairah,
bahkan meninggal.
d. Terapi
Psikososial
Terapi Psikososial Gejala-gejala gangguan
skizofrenia yang kronik mengakibatkan situasi pengobatan di dalam maupun di
luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Secara historis,
sejumlah penanganan psikososial telah diberikan pada pasien skizofrenia, yang
mencerminkan adanya keyakinan bahwa gangguan ini merupakan akibat masalah
adaptasi terhadap dunia karena berbagai pengalaman yang dialami di usia dini.
Pada terapi psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi
keluarga
e. Terapi
Keluarga
Terapi kelompok merupakan salah satu
jenis terapi humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling
berkomunikasi dan terapis berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah
di dalamnya. Para peserta terapi saling memberikan feedback tentang pikiran dan
perasaan yang dialami. Peserta diposisikan pada situasi sosial yang mendorong
peserta untuk berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta dalam
kemampuan berkomunikasi. Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus
dari terapi kelompok.
Terapi ini digunakan untuk penderita
yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya.
Keluarga berusaha untuk menghindari ungkapan-ungkapan emosi yang bisa
mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali. Dalam hal ini, keluarga diberi
informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang
positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan
setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang
keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Dari beberapa penelitian,
ternyata campur tangan keluarga sangat membantu dalam proses penyembuhan, atau
sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan
terapi-terapi secara individual.[6]
III.
Kesimpulan
Skizophrenia
adalah gangguan mental yang disebabkan pada bagian jaringan di otak yang
menyebabkan tindakan dan tingkah laku yang diluar kendali manusia biasa.
Disebabkan oleh berbagai tekanan dan gangguan dalam kehidupan serta dapat juga
terbwa dari genetic biologis sehingga memicu terjadinya gangguan tersebut
ketika mendapatkan intimidasi dari lingkungan sosial. Gangguan ini juga
memiliki ciri-ciri delusi, berbicara, dan bertindak seakan-akan dirinya tidak
memiliki penyakit sehingga agak sulit membedakan ini juga memiliki kesamaan
dengan gangguan roh jahat. Maka dari itu juga gangguan ini harus dengan tanggap
untuk diobati dan memakan waktu yang cukup lama ditambah dukungan juga melalu
keluarga sehinga membantu proses penerimaan akan dirinya yang memiliki
gangguan.
IV.
Daftar
Pustaka
Mappiare,Andi, Kamus Isltilah Konseling & Terapi, Jakarta:RajaGrafindo
Persada,2006
Hartono,MS., Konsep SKinzophrenia, Semarang:Undip,1989
Lim.Leslie & Douglas Koh, Mental Illness or Demonisation?,
Yogyakarta:Andi,2009
Hawari,D., Pendekatan
Holistik Pada Gangguan Jiwa :
Skizofrenia, JakartaBalai Penerbit FKUI, 2003
Simajuntak, Julianto, Konseling Gangguan Jiwa dan Okultisme, Jakarta:Gramedia
Pustaka Utama,2008
Maramis,W.F., Catatan
Ilmu Kedokteran Jiwa, Surabaya:Airlangga University Press, 1994