membangun Citra Diri dan Citra Publik



Citra Diri dan Citra Publik



I.                   Pendahuluan
Citra diri merupakan suatu penilaian yang dilakukan pribadi terhadap perasaan berharga yang diekspresikan di dalam sikap-sikap yang dipegang oleh individu tersebut.  Citra diri juga merupakan tentang sejauh mana seseorang mempunyai perasaan positif terhadap diri sendiri. Kemudian, Citra publik merupakan kesan yang muncul memalui pemahaman mengenai masyarakat. Untuk memahami lebih lanjut, pada sajian ini kita akan membahas citra diri dan citra publik, hubungan citra diri dan citra publik, kunci dalam membangun citra diri. Semoga sajian ini bermanfaat untuk kita semua.
II.                Pembahasan
2.1.Pengertian Citra
Pengertian citra itu sendiri abstrak, tetapi wujudnya dapat dirasakan dari penilaian, baik semacam tanda respek dan rasa hormat dari publik sekelilingnya atau masyarakat luas terhadap organisasi atau perusahaan tersebut dilihat sebagai sebuah badan usaha yang dipercaya, professional, dan dapat diandalkan dalam pembentukan pelayanan yang baik. Tugas perusahaan itu sendiri adalah menciptakan citra organisasi yang diwakilinya sehingga tidak menimbulkan isu-isu yang merugikan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:667), citra adalah pemahaman kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan. Sedangkan menurut Linggar dalam Teori dan Profesi Kehumasan serta Aplikasinya (2000:69), bahwa “citra humas yang ideal adalah kesan yang benar, yakni sepenuhnya berdasarkan pengalaman, pengetahuan serta pemahaman atas kenyataan yang sesungguhnya.”
Dari pernyataan diatas menjelaskan bahwa citra adalah sesuatu yang ditonjolkan secara nyata yang timbul berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada. Citra yang dimaksud disini adalah kesan yang ingin diberikan oleh perusahaan kepada publik atau khalayaknya agar timbul opini publik yang positif tentang perusahaan tersebut. Menurut Ruslan dalm bukunya Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi dan aplikasi, menyebutkan bahwa landasan citra berakar dari “Nilai-nilai kepercayaan yang konkritnya diberikan secara individual dan merupakan pandangan atau persuasi, serta terjadinya proses akumulasi dari individu-individu tersebut akan mengalami suatu proses cepat atau lambat untuk membentuk suatu opini publik yang lebih luas dan abstrak, yaitu sering dinamakan citra atau image”.
2.1.1.      Jenis-jenis Citra
1.      Citra Bayangan (Mirror Image) adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan luar terhadap organisasinya.
2.      Citra Yang Berlaku (Current Image) adalah suatu citra atau pandangan yang melekat pada pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi atau perusahaan.
3.      Citra Yang Diharapkan (Wish Image) adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen. Biasanya citra yang diharapkan lebih baik atau lebih menyenangkan daripada citra yang ada.
4.      Citra Perusahaan (Corporate Image) adalah citra dari suatu organisasi atau perusahaan secara keseluruhan. Jadi bukan citra atas produk dan pelayanannya saja. Citra perusahaan ini terbentuk oleh banyak hal. Hal positif yang dapat meningkatkan citra suatu perusahaan, antara lain sejarah atau riwayat hidup perusahaan yang gemilang dan lain sebagainya.
5.      Citra Majemuk (Multiple Image), Citra ini dapat diterapkan pada semua jenis organisasi atau perusahaan yang memiliki banyak unit dan pegawai (anggota). Masing-masing unit dan individu memiliki perilaku tersendiri secara sengaja atau tidak sengaja, mereka pasti memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan citra organisasi atau perusahaan[1].

2.1.2.      Pengertian Citra Menurut Tokoh
1.      Menurut Bill Canton dalam Sukatendel mengatakan, bahwa citra adalah kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi.
2.      Frank Jefkins, dalam bukunya Public Relations Technique, menyimpulkan bahwa secara umum, citra diartikan sebagai kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalamannya.
3.      Jalaluddin Rahmat menyebutkan, bahwa citra adalah penggambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas, citra adalah dunia menurut persepsi. Sikap pada seseorang atau sesuatu bergantung pada citra kita tentang orang atau objek tersebut.
4.      Sachs dalam karyanya The Extent and Intention Of PR/ Information Activities, Citra adalah pengetahuan mengenai kita dan sikap-sikap terhadap kita yang mempunyai kelompok kepentingan yang berbeda.[2]

2.2.Pengertian Citra Diri
Para psikolog menguraikan perbedaan-perbedaan kecil diantara istilah harga diri, citra diri, dan konsep diri, namun sebagian besar orang menggunakan istilah tersebut secara bergantian. Dalam tulisan ini, kita tidak perlu menbedakan antara ketiganya. Jadi, citra diri adalah tentang sejauh mana anda mempunyai perasaan positif terhadap diri sendiri. Sejauh mana anda punya sesuatu yang anda rasakan bernilai atau berharga dari diri sendiri atau sejauh mana anda meyakini adanya sesuatu yang bernilai atau berharga dalam diri anda. Citra diri yang sehat sangat penting untuk dimiliki oleh semua orang, untuk bidang apapun. Bagaimana anda melihat diri sendiri sangat mempengaruhi seberapa baik dan seberapa jauh anda menjalani kehidupan. Bahkan dapat disimpulkan bahwa kesuksesan dalam bidang apapun tidak akan pernah melebihi tingkat citra diri anda. Misalnya, seperti pendapat Mark Bowser memberikan nasihat kepada wiraniaga “jika anda tidak memiliki citra diri yang kuat, anda tidak akan berhasil dalam dunia usaha”.[3]
Citra diri merupakan suatu penilaian pribadi terhadap perasaan berharga yang diekspresikan di dalam sikap-sikap yang dipegang oleh individu tersebut. Citra diri sangat penting dan banyak orang yang sangat memperhatikan sehingga jika citra diri tidak disertai integritas, citra diri hanya akan menipu orang lain dan diri sendiri.
Dalam citra diri pentingnya gambar diri, yang merupakan “apa penilaian saya terhadap diri saya sendiri”. Hal ini sangatlah penting bagi diri kita. Bagaimana saya menilai diri saya sendiri sangatlah menentukan banyak hal dalam hidup ini. Penilaian orang lain terhadap saya, tidaklah sepenting apa penilaian orang lain terhadap saya. Kehidupan saya sangat tergantung kepada gambar diri saya.[4]
2.2.1.      Strategi Dalam Membangun Citra Diri
a.       Meningkatkan kualitas diri
b.      Meningkatkan daya ingat
c.       Mengasah pikiran agar tajam
d.      Memperbesar kemampuan berkonsentrsai
e.       Merombak cara berpikir
f.       Seni bergaul dengan baik
g.      Jeli dalam melidungi diri
h.      Memaksimalkan potensi diri agar menjadi manusia berguna
i.        Meningkatkan kemampuan berimajinasi
j.        Menjadikan diri bermartabat.[5]
Manakala sosok pibadi atau seorang individu memproyeksikan suatu definisi mengenai situasi yang ia alami dan dengan demikian mengklaim dirinya secara gamblang atau tersirat sebagai sosok orang jenis tertentu. Secara otomatis ia menebar suatu tuntutan moral terhadap orang-orang lain, yakni mewajibkan mereka untuk menghargai dan memperlakukan dirinya dengan cara sebagaimana orang-orang semacam dirinya selayaknya untuk diperlakukan. Ia juga secara tersirat menanggalkan semua klaim akan dirinya sebagai apa-apa yang tidak sesuai dengan apa yang ia tampilkan dan dengan demikian juga menanggalkan perlakuan yang selayaknya diterima oleh individu-individu.[6]

2.3.Pengertian Citra Publik
Citra publik adalah kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan mengenai orang atau masyarakat, dimiliki masyarakat, serta berhubungan dengan, atau memengaruhi suatu bangsanegara, atau komunitas. Publik biasanya dilawankan dengan swasta atau pribadi, seperti pada perusahaan publik, atau suatu jalan. Publik juga kadang didefinisikan sebagai masyarakat suatu bangsa yang tidak berafiliasi dengan pemerintahan bangsa tersebut. Dalam bahasa Indonesia, penggunaan kata “publik” sering diganti dengan “umum”, misalnya perusahaan umum dan perusahaan publik.[7] Dalam citra publik melahirkan sebuah relations publicyang menjembatani antara organisasi dan publiknya, agar fungsi ini berjalan dengan efektif, maka praktisi relationspublic harus memiliki kemampuan berkomunikasi dan menjalin hubungan yang baik dengan publik. Public relations harus mampu menciptakan kesan positif pihak yang diajak berkomunikasi terhadap organisasinya. Kesan diartikan sebagai bagaimana orang lain memandang dan memersepsi organisasi.[8]
2.3.1.      Strategi Dalam Membangun Citra Publik
1.      Dalam negara, yaitu :
a.       Ikut berpartisipasi untuk mempengaruhi setiap proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan publik oleh para pejabat atau lembaga–lembaga negara.
b.      Menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan.
c.       Berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional.
d.      Memberikan bantuan sosial, memberikan rehabilitasi sosial, mela- kukan pembinaan kepada fakir miskin.
e.       Menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar.
f.       Menciptakan kerukunan umat beragama.
g.      Ikut serta memajukan pendidikan nasional.
h.      Merubah budaya negatif yang dapat menghambat kemajuan bangsa.
i.        Memelihara nilai–nilai positif (hidup rukun, gotong royong, dll).

2.      Dalam perusahaan, yaitu :
a.      Komunikasi Eksternal
Ini adalah kegiatan pemasaran seperti pada umumnya. Yaitu  bisa menampilkan citra dengan melakukan positioning untuk memetakan persepsi pelanggan melalui harga yang murah atau mahal, produk premium atau standar serta distribusi eksklusif atau siapa saja bisa menjual, begitu pula cara mempromosikan produk / jasa.
b.      Komunikasi Internal 
Selain kegiatan pemasaran kepada konsumen, perusahaan  juga sangat berkepentingan untuk melakukan kegiatan komunikasi internal atau pemasaran kepada karyawan, agar semua karyawan mempunyai motivasi untuk berinovasi terus menerus untuk kemajuan perusahaan.
Contoh, perusahaan yang melakukan kegiatan pemasaran internal adalah Google, Facebook. Perusahaan tersebut membangun interior kantor yang dinamis, di kantor mereka tersedia fasilitas seperti kantin   dengan hidangan makanan dan kue-kue, ruang fitnes dengan alat-alat gym yang lengkap berikut   kamar mandinya.
Dengan fasilitas kantor tersebut setiap karyawan Google atau Facebook memiliki inovasi terus menerus,   bahkan Google menjadi perusahaan dengan karyawan yang paling inovatif di dunia, serta perusahaan yang paling diminati oleh para pencari kerja di seluruh dunia.
c.       Komunikasi Interaktif 
Perusahaan menyediakan blog kepada karyawan yang narsis & senang menulis secara positif mengenai pekerjaan mereka. Karyawan disarankan untuk  memberikan informasi tip & trik produk. Hal tersebut merupakan komunikasi internal mau pun eksternal secara langsung mau pun tidak langsung[9].

3.      Dalam Organisasi, yaitu:
a.       Arah yang jelas atau Citra yang Jelas atau Pandangan Publik yang diharapkan,  merupakan hal pertama yang harus ditetapkan dalam rangka membangun  Citra Organisasi. Hal ini perlu kita rumuskan secara jelas, karena arah akan menjadi dasar dalam penentuan kebijakan-kebijakan yang mengikutinya. Arah yang jelas akan mempermudah manajemen dalam merancang berbagai aktivitas untuk mewujudkan Citra yang diinginkan. Arah juga akan mempermudah kita untuk melakukan evaluasi atas keberhasilan pelaksanaan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu.
b.      Perencanaan Kegiatan Yang Fokus. Salah satu bentuk aktivitas organisasi adalah diselenggarakannya berbagai bentuk kegiatan penunjang. Misalnya: Selain kegiatan rutin Pembelajaran, salah satu bentuk kegiatan penunjang Lembaga Pendidikan adalah kegiatan Seminar, Lokakarya, Diklat, Penelitian, Pengabdian pada Masyarakat, dll. Untuk menunjang proses pencitraan lembaga, maka seluruh kegiatan yang direncanakan harus diintegrasikan dengan arah yang telah digariskan dalam proses Pembentukan Citra Lembaga.
c.       Publikasi Yang Memadai. Publikasi adalah upaya untuk menyampaikan informasi/pesan kepada masyarakat luas, khususnya stakeholder organisasi. Dalam rangka proses komunikasi dan proses pencitraan organisasi, maka manajemen wajib melakukan publikasi terkait dengan profil, program, keberhasilan yang telah dicapai, kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan dll melalui media baik cetak maupun elektronik. Namun demikian, pemilihan media dan isi berita juga harus dipilih secara selektif, untuk memberikan kesan tersendiri terhadap masyarakat. Penggunaan media cetak/elektronik yang berskala nasional/regional memberikan kesan bonafiditas organisasi.
d.      Pembentukan Budaya Organisasi. Budaya yang dimaksud disini adalah kebiasaan-kebiasaan yang lebih mengarah pada pembentukan sikap dan perilaku orang-orang yang menjadi  anggota organisasi.
e.       Mobilisasi Sumber Daya (SDM dan SDA). Pencitraan organisasi bukanlah menjadi tanggung jawab individu pimpinan, atau bagian Humas semata, namun menjadi tanggung jawab seluruh komponen yang ada dalam organisasi tersebut. Semua pihak yang tergabung dalam organisasi memiliki tanggung jawab untuk membentuk citra organisasi sebagaimana yang telah digariskan. Demikian juga dalam hal pemanfaatan sumber daya anggaran. Sudah barang tentu beberapa aktivitas penunjang yang diorientasikan secara khusus untuk pembentukan citra organisasi harus diberikan alokasi anggaran yang memadai. Contoh : Lembaga Pendidikan Tinggi yang ingin dicitrakan sebagai research university, maka dia harus memberikan alokasi anggaran yang memadai untuk digunakan sebagai biaya yang terkait dengan pelaksanaan penelitian, baik bersifat pembiayaan atas barang/jasa yang habis pakai maupun pengadaan peralatan laboratorium penunjang penelitian.
f.       Penetapan Target Yang Terukur dan Bertahap. Pencitraan organisasi adalah pekerjaan yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Tentunya dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara bertahap dan harus dilakukan evaluasi pada setiap tahapanya. Untuk melakukan evaluasi, tentunya akan lebih mudah kalau ada target-target yang terukur sebagai parameter keberhasilan kegiatan pencitraan pada setiap tahapannya. Contoh : Lembaga Pendidikan Tinggi yang ingin dicitrakan sebagai research university, maka sebaiknya  ada target berapa jumlah penelitian yang harus dihasilkan oleh Dosen dan Mahasiswa pada setiap tahunnya. Hal ini perlu dilakukan agar manajemen tidak frustasi hanya gara-gara tidak mampu melakukan evaluasi karena tidak  adanya parameter keberhasilan yang dipakai untuk mengukur tingkat capaiannya[10].


2.4.Hubungan Citra Diri dengan Citra Publik
Dalam citra diri dan citra publik Goffman mengemukakan ada dua buah tema yang saling bergantungan dengan citra diri dan citra publik yaitu, rutinitas dan ritus-ritus interaksi sehari-hari. Hal ini dapat dirangkum ke dalam empat buah tajuk.
1.      Terdapat manifestasi perwujudan dan spasialitas interaksi. Sang individu memiliki sekaligus merupakan suatu bentuk kehadiran jasmaniah di dunia. Sang aktor yang terwujudkan manifestasinya itu, menurut Goffman, senantiasa tersituasikan secara spesial: vis a vis orang-orang lain, dan juga secara regional, dalam konteks pementasan setempat. Kedua kawasan  interkasi secara utama adalah di muka panggung dan di belakang panggung, yakni publik dan pribadi. Unit analisis Goffman ini ialah sang individu yang terwujudkan manifestasinya, jadi akan hanya sang aku ala Goffman ini terwujudkan manifestasinya, sekat-sekat batasnya menjangkau hingga masuk ke dalam ruang interaksional.
2.      Menggunakan dua metafora untuk memahami ritus-ritus atau rutinitas sehari-hari: interaksi sebagai suatu pertunjukan sandiwara atau drama. Dengan demikian di muka panggung dan di belakang panggung. Pada masing-masingnya, interaksi itu bersifat kooperatif, terorganisir, tertata rapi, diatur secara baku. Namun demikian, interaksi ini terjadi di dalam suatu dunia negosiasi dan transaksi yang dimungkinkan dan diciptakan oleh rutinitas-rutinitas interaksional: suatu semesta di man kaidah-kaidah gamblang dan tersirat merupakan sumber daya ketimbang perilaku.
3.      Keragaman dan kerangkapan kehidupan dan pengalaman terangkum di dalam konsep Goffman akan pembingkaian. Dari sudut pandang sang individu, dan juga di dalam hakikat struktural kelembagaan dunia manusia, latar-latar spesifik yang ada merupakan “bingkai” yang mana masing-masingnya memiliki berbagai makna dan kaidah khas tersendiri dimana di dalamnya interaksi itu terorganisasikan secara formal maupun informal. Meski masing-masing individu mungkin memiliki berbagai bentuk pemahaman yang berbeda akan latar-latar situasi ini, dan juga akan apa yang sedang terjadi di dalam latar-latar situasi tersebut, bingkai bersama tersebut menciptakan mutualitas dan konsistensi yang cukup bagi bergulirnya interaksi. Bingkai-bingkai ini terikatkan dalam ruang dan waktu dan dalam artian ini bersifat substansial.
4.      Kesemuanya ini melebur didalam konsep Goffman mengenai tatanan sistem interaksi. Rana interkasi langsung dari perkara-perkara antar-para individu yang terwujudkan manifestasinya.
Tema lain yang penting di dalam karya Goffman ialah identitas. Para individu menegosiasikan identitas-identitas mereka di dalam tatanan sistem interaksi. Para individu menyajikan suatu bentuk citra akan diri mereka sendiri atau sang aku, untuk diterima oleh orang lain. Inilah yang menjadi momen eksternal dialektika identifikasi berkenaan dengan citra publik.



III.             Tanggapan
IV.             Kesimpulan
Dalam pemaparan di atas kami dapat menyimpulkan bahwa citra diri sangat penting dan banyak orang yang sangat memperhatikan sehingga jika citra diri tidak disertai integritas, citra diri hanya akan menipu orang lain dan diri sendiri. Seorang individu menyajikan suatu bentuk citra akan diri mereka sendiri atau sang aku, untuk diterima oleh orang lain.Kemudian citra publik yaitu dimana publik didefenisikan sebagai bangsa atau negara ataupun komunitas sehingga masyarakat harus memiliki kemampuan berkomunikasi dan menjalin hubungan yang baik dengan publik.
V.                DaftarPustaka
Sumber Buku
Chen, Febe, Competence For Succes,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011.
Jenkins, Richard, Identitas Sosial,Medan: Bina Media Perintis, 2008.
Kriyantono, Rachmat, Teori-Teori Publik Perspektif Barat dan Lokal: Aplikasi Penelitian dan Praktik, Jakarta: Kencana, 2014.
Xie, Fu,Citra Diri, Jakarta: Keluarga Indonesia Bahagia, 2017.
Zalukhu, Eloy, Life Succes Triangle, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Sumber Lain
https://zumakarima.wordpress.com/2016/12/30/pembuatan-citra-dalam-public-relation, diakses pada tanggal 6 Maret 2018, Pukul 22.53 WIB.
http://www.definisi-pengertian.com/2015/07/definisi-pengertian-citra-image.html,  diakses pada tanggal 6 Maret 2018, Pukul 23.00 WIB.
https://id.wikipedia.org/wiki/Publik, diakses pada tanggal 7 Maret 2018 Pukul 22.30 WIB.
https://interiorkantor.com/strategi-membangun-citra-perusahaan/. Diakses pada 12 Maret 2018 Pukul 9.15 WIB.
https://vbt249.wordpress.com/2012/02/23/membangun-citra-organisasi/. Diakses pada tanggal 12 Maret 2018 Pukul 9.30 WIB.




[1]http://www.definisi-pengertian.com/2015/07/definisi-pengertian-citra-image.html,  diakses pada tanggal 6 Maret 2018, Pukul 22.53 WIB.
[3] Eloy Zalukhu, Life Succes Triangle, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), 175-176.
[4]  Fu Xie, Citra Diri, (Jakarta: Keluarga Indonesia Bahagia, 2017), 6.
[5] Febe Chen, Competence For Succes,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), 108.
[6] Richard Jenkins, Identitas Sosial, (Medan: Bina Media Perintis, 2008), 103.
[7]https://id.wikipedia.org/wiki/Publik, diakses pada tanggal 7 Maret 2018 Pukul 22.30 WIB.
[8] Rachmat Kriyantono, Teori-Teori Publik Perspektif Barat dan Lokal: Aplikasi Penelitian dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2014), 219.
[10]https://vbt249.wordpress.com/2012/02/23/membangun-citra-organisasi/. Diakses pada tanggal 12 Maret 2018 Pukul 9.16 WIB