Sejarah Reformasi Katolik dalam konsili Trente


Reformasi Katolik

I.              Abstraksi
Pada waktu pergolakan Protestanisme melanda Eropa pada abad XVI, seolah-olah tidak ada satupun yang mampu menghentikan gerakan tersebut agar tidak melanda seluruh benua. Jerman bagian utara, Skandinavia, Inggris, dan beberapa bagian Polandia, Hongaria, dan Austria secara teguh telah menjadi Protestan. Prancis, merupakan benteng Protestan yang meragukan, dan bahkan di Italia terjadi letupan-letupan kesangsian yang cenderung ke Bidah. Tetapi, Gereja Katolik tidak gentar menghadapi berbagai pergolakan tersebut. Orang Katolik bersemangat meneliti gereja secara mendalam, dan dengan rajin mengobarkan perbaikan. Pada tahun 1540, mereka mulai melancarkan suatu gerakan yang dinamakan kontra reformasi atau Reformasi Katolik. Gerakan pembaharuan yang berulang kali terjadi dalam tubuh Gereja Katolik Roma memungkinkannya bertahan di tengah gempuran zaman. Melalui berbagai macam gerakan pembaharuan yang terjadi, Gereja Katolik Roma hendak menjawab tuntutan masyarakat. Pada umumnya gerakan-gerakan pembaharuan ini bertujuan memperbaiki kehidupan Gereja Katolik Roma yang dalam periode waktu tertentu mengalami kemerosotan dalam bidang moral.  Gerakan pembaharuan sebagai sifat dasariah dan hakiki dari Gereja berasal dari dalam maupun dari luar Gereja. Salah satu gerakan pembaharuan yang memiliki dampak yang sangat besar dalam sejarah Gereja adalah reformasi Protestantisme yang dimulai oleh Martin Luther. Reformasi Protestantisme yang muncul di tengah kejenuhan umat terhadap keadaan Gereja yang memprihatinkan memiliki dampak yang sangat luas, baik dalam kehidupan Gereja maupun dalam aspek-aspek lain di luar kehidupan Gereja. Akan tetapi yang perlu diapresiasi adalah keterbukaan Gereja terhadap berbagai macam permbaharuan yang terjadi di dalam tubuhnya sendiri. Meskipun ada saat di mana Gereja berusaha membasmi beberapa gerakan pembaharuan, namun pada umumnya Gereja juga belajar dari pembaharuan-pembaharuan yang telah terjadi. Dalam sajian ini akan memaparkan dan menjelaskan apa yang dimaksud dengan kontra reformasi.  Semoga sajian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita.
II.           Isi
2.1.       Definisi Reformasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Reformasi diartikan sebagai suatu bentuk perubahan yang radikal untuk perbaikan dalam suatu tatanan masyarakat ataupun negara (baik dalam bidang politik, sosial, ataupun agama).[1]
Kata Reformasi berasal dari bahasa inggris “Re” yang berarti kembali dan “from” yang berarti bentuk. Jadi secara harafiah reformasi ialah kembali kepada bentuk semula.[2] Reformasi juga merupakan gerakan pembaharuan dalam kekristenan Barat yang dimulai sejak abad ke-14 hingga abad ke-17. [3] Dalam sejarah gereja, reformasi menunjuk pada pembaharuan terhadap gereja. Gereja seolah-olah  direvitalisasikan supaya kembali pada sumber pemberi hidupnya, yaitu Allah dan firmannya.[4]
2.2.       Latar Belakang Reformasi Gereja Katolik
Gerakan pembaruan dalam Gereja Katolik Roma terutama sekali diransang oleh reformasi dari banyak orde keagamaan yang lebih tua dan pendirian orde-orde yang baru.[5] Reformasi Gereja Katolik muncul karena ajaran Luther diterima oleh cukup banyak orang dan dimana-mana muncul kelompok-kelompok yang hidup sesuai dengan ajaran reformasi,[6] dan makin banyak daerah yang melepaskan diri dari Roma,[7] maka terpaksalah gereja Katolik Roma mencari jawaban terhadap tantangan ini. Jawaban ini di sebut Kontra Reformasi atau, khususnya dikalangan ahli-ahli sejarah gereja Katolik Roma, Reformasi Katolik. Kedua nama ini sebenarnya tepat. Pada satu pihak, GKR melawan ajaran protestan, sehingga jawaban ini bersifat anti atau Kontra Reformasi, tetapi di samping itu juga di usahakan memperbaiki atau mereformasi kehidupan dan ajaran GKR, sambil meniadakan banyak hal yang telah menimbulkan kritik baik dari para reformator maupun dari kalangan dalam Gereja Katolik Roma (khususnya yang dipengaruhi oleh renaisance dan humanisme).[8]
Selama akhir abad pertengahan (±1300-1492). Periode ini merupakan masa peralihan dari abad pertengahan ke zaman Reformasi. Kepausan mengalami krisis, sedangkan penguasa-penguasa duniawi makin lama makin lebih menentukan kehidupan di wilayah mereka, termasuk kehidupan rohani. Oleh sebab itu kritik terhadap kehidupan Gereja yang tradisional dapat diungkapkan dengan lebih bebas, sehingga jalan terbuka untuk pembaharuan Gereja.
Sesudah Paus Bonifatius VIII (±1300), kepausan dikuasai oleh raja Perancis. Kepausan mengalami krisis besar yang sangat mempengaruhi kehidupan Gereja dan masyarakat. Pada tahun 1309, Paus berpindah ke kota Avignon di Perancis, dan dengan demikian mulailah apa yang disebut “Pembuangan Kepausan ke Babylon”, yang berlangsung sampai tahun 1377. Pada tahun ini Paus kembali ke Roma, tetapi pada tahun berikutnya raja Perancis tidak menyetujui pemilihan seorang Paus dari Italia, sehingga ia menyuruh memilih seorang Paus dari Perancis. Sekarang krisis Kepausan menjadi lebih para lagi. Sebelumnya hanya ada satu Paus, di Avignon, sekarang menjadi dua (2), satu di Roma dan satu di Avignon, masing-masing dengan Negara yang mendukung mereka.[9]
Gereja Katolik Roma mengembangkan cara-cara untuk memerangi Reformasi Protestan dengan maksud membatasi pengaruhnya.[10] Kritik terhadap gereja  dan usaha-usaha untuk mereformasinya yang terlihat pada abad akhir pertengahan, memuncak pada kritik yang diungkapkan oleh Martin Luther, apa yang dikatakannya begitu dasariah sehingga tidak dapat diterima oleh pimpinan Gereja Katolik Roma. Namun banyak orang menyetujui usahanya untuk memperbaiki ajaran dan kehidupan gereja. Peristiwa ini terjadi sangat memperbaharui Gereja Katolik Roma sendiri yang melaksanakan Kontra Reformasi.[11] Negeri pemimpin reformasi adalah Spanyol.[12] Upaya pembenahan dan pembaruan internal GKR sebebenarnya sudah mulai tampak sekitar tahun 1500. Mereka berupaya menerbitkan perilaku para rohaniawan seraya menciptakan klerus yang lebih terdidik dan berdisiplin ketat, dan dalam memberantas  golongan yang dianggapnya sebagai musuh gereja.[13]Secara umum hal ini dapat dicirikan dengan berbagai macam bentuk pembaharuan.Yang pertama, adalah terbentuknya persekutuan kaum awam yang bertujuan ganda, yakni melakukan amal kasih kepada fakir miskin dan kebaktian kepada sakramen ekaristi. Kedua, munculnya pembaharuan tarekat hidup bakti. Hal ini paling nyata dengan bertambahnya komunitas biarawan observantes, yang pada gilirannya mengatur kehidupannya sendiri tanpa banyak tekanan pada sentralisasi. Ketiga, munculnya tarekat-tarekat hidup bakti yang baru. Gerakan itu muncul setelah peristiwa 1517, yang sebagian besar bercorak Kontra Reformasi. Misalnya saja Serikat Jesus dan Fransiskan Kapusin. Keempat, karya-karya pembenahan yang dilakukan oleh para uskup di diosis (keuskupan) mereka, misalnya melalui katekese umat, mendirikan seminari-seminari, dan memanggil sinode di keuskupan mereka masing-masing. Kelima, munculnya kelompok humanisme Kristen yang menyibukkan diri dengan mempelajari Kitab Suci dan karya-karya Bapa Gereja. Keenam, prakarsa-prakarsa reformatif dari Kuria Roma dan para Paus.[14]
2.3.       Reformasi Katolik atau Kontra Reformasi 
Ada dua istilah yang berbeda namun keduanya saling berhubungan, yakni Reformasi Katolik dan Kontra Reformasi. Keduanya selain merupakan gerakan dalam tubuh Gereja juga merupakan reaksi terhadap Reformasi Luther dkk.[15] Istilah “Kontra Reformasi”, lebih banyak digunakan oleh kaum non-Katolik, dimana hal tersebut menitikberatkan pandangan bahwa pembaharuan-pembaharuan tersebut dilakukan terutama akibat bangkitnya kaum Protestan dan perlakuan mereka terhadap lembaga-lembaga Katolik. Dalam pandangan ini, maksud utama dari pembaharuan-pembaharuan tersebut adalah untuk mengurangi jumlah umat yang berpindah ke Protestantisme. Istilah yang lain, yakni "Reformasi Katolik" memaknai pembaharuan-pembaharuan tersebut sebagai suatu tindakan Gereja, bukan sebagai suatu reaksi terhadap para tokoh Reformasi Protestan.[16]
2.3.1.  Kontra-Reformasi di Jerman
Aksi Roma yang kuat semenjak 1560 menimbulkan ketegangan baru dan akhirnya menimbulkan perang yang cukup lama, yang baru berakhir pada tahun 1648. Pada masa itu Kontra-Reformasi mulai bergerak menyatakan diri. Orang Yesuit bersarang di segala pusat pengaruh rohani dan politik. Yang menjadi pemimpin serangan Yesuit itu, ialah Petrus Canisius dari Nijmegen di Belanda. Negeri pertama yang direbut Roma ialah Bavaria. Pemimpin-pemimpin Kontra-Reformasi mendesak raja Katolik Roma utuk menyingkirkan segala orang Protestan dari kalangan pemerintah, pegawai dan guru, pendeta-pendeta Injili diusir dan segala khotbah Injili dilarang. Aksi Yesuit yang sangat aktif itu mengakibatkan tertutupnya satu daerah demi satu daerah bagi Reformasi. Pada tahun 1607 Hertog Bavaria merebut kota Injili Donauworth dan menjadikan kota itu Katolik Roma dengan paksa.[17]
2.3.2.  Perang 30 Tahun (1618)
Perang Tiga Puluh Tahun (1618-1648) dimulai ketika Kaisar Romawi Suci Ferdinand II dari Bohemia berusaha untuk mengurangi kegiatan-kegiatan keagamaan dari rakyatnya, memicu pemberontakan di kalangan Protestan. Perang datang untuk melibatkan kekuatan utama Eropa, dengan Swedia, Perancis, Spanyol dan Austria semua kampanye melancarkan terutama di tanah Jerman. Dikenal di bagian atas kekejaman yang dilakukan oleh tentara bayaran, perang berakhir dengan serangkaian perjanjian yang dibuat Perdamaian Westphalia Kejatuhan mengubah bentuk peta agama dan politik Eropa Tengah.[18] Dimulai dari Bohemia, dimana para bangsawan protestan menolak untuk mengakui Ferdinand sebagai raja, maka perangpun meluas keseluruh negeri Jerman. Perang itu juga untuk menentang absolutisme raja. Kedua belah pihak mendapat dukungan dari luar negeri. Swedia dan Perancis memihak kaum Protestan sedangkan Spanyol mendukung maharaja.[19]
Pemberontakan itu segera ditindas dan juga negeri Palts, yang menjadi sekutu Bohemia ditaklukkan. Sekarang tentara kaisar membanjiri seluruh Jerman Tengah dan mengancam Jerman Utara. Negeri Denmark yang turut menyerang pasukan-pasukan Katolik Roma itu supaya jangan jatuh ketangan Habsburg, terpaksalah mundursetelah menderita kekalahan pada tahun 1629. Hampir segenap umat Jerman Utara sudah dalam kuasa tentara-tentara kaisar Austria yang dikepalai oleh panglima-panglima Tilly dan Wellensten. Gereja Katolik Roma menang dimana-mana dan bersiap-siap untuk membasmi pembaruan.
Negeri Swedia sudah berkembang sekali dibawah rajanya Gustaf Adolf  dan telah menjadi sebuah benteng yang teguh bagi Reformasi di daerah-daerah keliling Laut Timur. Raja yang saleh dan jujur itu telah menguatkan rakyat dan tentaranya dengan disiplin yang bijaksana dan keras mengenai hidup keagamaan dan kebajikan masyarakat. Untuk mencegah pengaruh Kontra-Reformasi yang berpusat di Polandia, maka Gusaf Adolf  sudah meluaskan kerajaannya dengan menduduki Estlandia, Letlandia dan beberapa bagian Polandia dan Rusia, sehingga Swedia menguasai seluruh laut-Timur. Cita-cita agama Gustaf Adolf lebih penting baginya dari pada cita-citanya dilapangan politik. Maksudnya ialah menjamin kebebasan pemberitaan Injil dan penangkis Kontra-Reformasi. Oleh karena itu mustahil ia berlipat tangan saja, sesudah melihat bahwa Wallenstein  mulai membantu Polandia juga pada tahun 1630. Sesudah tahun 1632, perang 30 tahun itu hanya merupakan  suatu pergumulan politik saja. Akhirnya ketika segala partai sudah terlalu lemah, tercapailah perdamaian Munster pada tahun 1648. Hasil dari perdamaian Munster ialah Belanda dan Swiss memproleh kedaulatannya,  Perancis dan Swedia mendapat beberapa daerah Jerman.[20]
2.4.       Gerakan Reformasi Katolik Roma
Kritik terhadap gereja dan usaha-usaha untuk mereformasinya yang terlihat pada akhir abad pertengahan, memuncak pada kritik yang diungkapkan oleh Martin Luther.[21] Pembaharuan Gereja oleh Luther bukan saja bagi kaum Protestan tetapi juga bagi GKR, karena Lutherlah yang telah memaksa gereja untuk menyadari keadaannya. Ketika mereka mengerti, bahwa sebenarnya Gereja berada di persimpangan jalan: Apakah mau bertobat pada Injil sejati atau mau berpegang teguh dengan masalah moralisme yang telah berabad-abad. Tetapi pada Konsili Trente, GKR lebih memilih untuk menutup telinganya terhadap suara panggilan Firman Tuhan, meskipun rupa-rupa aib dan keburukan diperbaikinya.[22]
        Adapun Reformasi Katolik, dimulai sekitar tahun 1540, dimana pada tahun ini bermunculan berbagai gerakan-gerakan yang dilakukan oleh GKR, antara lain :
a. Pada tahun itu juga serikat Yesus didirikan.
b. Pada tahun 1542, Paus mengatur kembali Inkwisisi, pengadilan gerejawi,     yang bertugas mengusut dan menghukum kaum penyesat.
c. Pada tahun 1545-1563, diadakan Konsili Trente, yang menetapkan mana ajaran yang diakui oleh Roma dan mana yang sesat.[23]
2.4.1.  Serikat Yesuit (1540)
        Ordo Yesuit adalah serikat kebiaraan yang didirikan oleh Ignatius dari Loyola pada tahun 1534.[24] Anggota-anggotanya merupakan kader atau pelopor Kontra-Reformasi.[25] Tujuan serikat Yesuit adalah mengumpulkan seluruh dunia didalam Gereja Kristus, yaitu gereja Katolik. [26] Dengan bangkitnya Protestan, Gereja Katolik yang dihadapkan pada kesalahannya sendiri dan hilangnnya kekuasaan, mulai mengadakan perombakan. Kontra-Reformasi bukan berarti bahwa Gereja Katolik telah berpaling pada pemikiran Protestan. Tetapi ia berupaya merubah beberapa penyimpangan yang merupakan pelanggaran yang tidak dapat diterima sekalipun oleh mereka yang ada di Gereja Katolik dan merespon efektifitas Protestan dalam memenangkan jiwa-jiwa baru.[27] Secara  resmi Ordo  Societas Jesu (SJ)  itu diresmikan pada tanggal 27 September 1540.            [28] Pada tahun 1540, anggota-anggotanya merupakan kader atau pelopor kontra reformasi. Mereka menjadi pemimpin-pemimpin Gereja Katolik Roma. Mereka sangat memperhatikan perkembangan ilmu teologi yang dimulai oleh Renaissance, dan dengan demikian mereka menjadi mampu untuk melawan ajaran Protestan. Selain itu ordo Yesuit menyebarkan imam Katolik ke daerah-daerah di luar Eropah.[29]
        Organisasi Serikat Yesuit  diatur dengan sangat ketat. Mereka dapat diterima sebagai anggota Yesuit sesudah menjalani masa percobaan yang berat dan lama. Kemauan mereka diperkuat oleh latihan-latihan Rohani yang harus dijalani selama empat minggu,[30] setiap  bagian mengacu pada dinamika yang mungkin terjadi pada waktu kurang lebih satu minggu.[31] Calon anggota harus membayangkan siksaan-siksaan neraka sampai merasa ngeri dan kemudian dibimbing kepada Kristus.[32] Ordo Yesuit memainkan peranan mencolok  dalam pendidikan dan misi Kristen, khususnya yang berporoskan Gereja Katolik Roma. Prestasi Ordo Yesuit dalam usaha Gereja Katolik Roma untuk menyelamatkan bagiannya sebagian Eropa dari perluasan Gereja Luther/Reformasi Protestan luar biasa besarnya.
Para Yesuit mempunyai tiga tujuan, yaitu:
1.      Membaharui gereja dari dalam (Khususnya melalui pendidikan)
2.      Memerangi penyesatan (Khususnya Protestanisme)
3.      Membawa Injil pada dunia kafir.
Disamping tiga janji itu atau kaul bagi Biarawan, yaitu hidup miskin, dan taat. Maka Yesuit siap sedia untuk dikirim kemana saja untuk menyelamatkan jiwa.[33]
Sekarang segala tenaga perlu dikerahkan untuk merebut kembali semua daerah yang telah hilang bagi gereja katolik oleh karena reformasi dan untuk meluaskan kuasa untuk GKR dimana-mana. Untuk maksud itulah orang Yesuit berjuang dengan sekuat-kuatnya. Mereka yang disebut sebagai Barisan Pelopor Gereja Katolik Roma atau yang disebut Opsir-opsir Kotra Reformasi. Di beberapa tempat teristimewa di Roma mereka membuka sekolah-sekolah menengah dan tinggi yang amat masyur untuk pendidikan humanis dan teologia. Dalam pendidikan mereka memasukkan semangatnya sendiri sehingga denganjalan itu mereka melatih banyak pemimpin gereja yang cakap dan bersemangat. Juga di lapangan ilmu dan pembaharuan mereka yang menjadi penganjur. Pengaruh mereka dalam gereja GKR demikian cepat berkembang, sehingga sudah terasa sekali dalam persidangan konsili trente. Dengan organisasi dan cara bekerja orang Yesuit membawa gereja GKR yang sudah hampir runtuh itu kepada kekuasaan dan kehormatan duniawi yang baru dengan amat cepat ordo itu berkembang terutama di Eropa Selatan sehingga reformasi tidak dapat masuk di Italia dan Spanyol.[34]
2.4.2.  Inkwisisi (1542)
        Inkwisisi adalah penghapusan ajaran sesat lewat jalan pengadilan gereja. Kadang-kadang para raja menyita harta para penyesat, bahkan menghukum mati.[35] Inkwisisi, pengadilan gerejawi, yang bertugas mengusut dan menghukum kaum penindas.[36] Inkwisisi menjaga supaya jangan ada penyimpangan-penyimpangan dari apa yang telah ditentukan di trente. Badan itu bekerja dengan tidak memandang bulu. Lembaga inkwisisi ini dibentuk pada tahun 1232 oleh paus Gregorius IX untuk menghindari keputusan kaisar Frederik II bahwa tugas menangkap penyesat-penyesat di percayakan kepada pemerintah. Pejabat inkwisisi tidak dipilih dari kalangan uskup melainkan dipilih dari kalangan serikat atau biarawan, terutama serikat dominikan dan Fransiskan.[37] Inkwisisi juga salah satu alat kelengkapan yang dibentuk GKR untuk menumpas gerakan reformasi. Tidak sedikit kaum Protestan terbunuh, terutama dipendudukannya yang mayoritas tetap setia pada Katolik Roma . Tetapi disebagian besar Eropa utara upaya ini tidak efektif.[38]Para  Inkwisitor  berkeliling dimana-mana, untuk mengajak mereka yang jauh kedalam ajaran sesat untuk mengakui kesesatannya dan kembali ke ajaran yang benar. Jikalau mereka mengakui kesesatannya maka dilaksanakan pertobatan seperti melaksanakan puasa ataupun mengadakan jiarah ketempat kudus.[39] Inkwisisi  dilakukan oleh negara atas nama Gereja dengan sangat keras dan bengis terhadap segala gerakan rohani yang dianggap penyesat.[40] Sebab menurut jaman itu, negara harus melayani gereja, Inkwisisi memakai bantuan negara, yang mengusir, memenjarakan dan membunuh orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan gerejawi.[41]Disana buku-buku mengenai protestan dilarang, meskipun beberapa orang yang dieksekusi adalah orang-orang Spanyol, pengalaman tersebut telah membuat banyak orang kembali ke katolik.[42]
2.4.3.  Konsili Trente (1545-1563)
        Pada tahun 1539-1541 diadakan berbagai percakapan di Jerman antara teolog dari pihak Protestan membuka tentang peluang bagi pihak Katolik berhaluan keras. Pada tahun-tahun awal  reformasi para paus menentang diadakannya konsili, sebab paus bermusuhan dengan kaisar di lapangan politik. Akhirnya paus menyetujui dan pada tahun 1545 berhimpunlah suatu sinode besar di Trente, kota terselatan di kekaisaran Jerman.[43] Konsili Trente bertemu dalam tiga tahap yaitu pada tahun 1545-1547; 1551-1552; 1562-1563.[44]
Konsili Trente dipanggil untuk dua tujuan, yaitu menetapkan kembali ajaran Katolik Roma secara anti-protestan, artinya sambil menolak ajaran reformasi, dan menetapkan apa yang harus dibuat untuk memperbaiki serta mereformasi gereja Katolik-Roma. Tentang ajaran, pertama-tama diputuskan bahawa membuat amal-amal tetap perlu untuk menerima keselamatan sebagai kasih karunia Allah, diterimalah ajaran abad pertengahan : manusia dibenarkan atas dasar perbuatan-perbuatan yang telah dilakukannya dengan bantuan anugerah Allah. Orang-orang Katolik Roma dilarang membaca buku teologi yang tidak disahkan olehnya. Akan tetapi konsili trente tidak hanya melawan reformasi dengan menolaknya. Kritik terhadap kesalahan dari praktek kehidupan gerejawi diakuinya sah. Sekarang penjualan surat-surat penghapusan siksa diatur (tetapi dipertahankan). Pendidikan imam-imam dan katekisasi kaum awam diberi perhatian dan sebagainya.[45]
2.5.       Tokoh-Tokoh Reformasi Katolik
2.5.1.  Johan Eck (1486-1543)
Johan Eck dilahirkan, Swabia pada tahun 1486. Pada usia ke 24 tahun ia memperoleh gelar doctor teologinya dan menjadi maha guru di Universitas Ingolstdt, Bavaria. Johan Eck adalah seorang teolog yang sangat cakap seorang yang memiliki ingatan yang sangat tajam, pandai dalam berdebat dan seorang yang sangat yakin akan kemampuan dirinya Ia adalah seorang pembela GKR yang sangat tangguh. Pada tahun 1518 Eck menulis suatu risalah yang mengkritik 95 dalil Luther, hal ini juga nampak dalam perdebatan Leipzig pada tahun 1519. Eck dipercayakan sebagai juru bicara pihak GKR Carstadt dan Luther. Eck berpendapat bahwa paus adalah pengganti dari Petrus dan wakil Kristus atas dunia, pendapat ini bertentangan dengan kitab suci, dengan konsili Nicea dan dengan gereja purba.
Eck adalah orang cerdik dalam berdebat, ia berpendapat bahwa konsili pun tidak luput dari kekeliruan. Sesudah perdebatan Leipzig, Eck pergi ke Roma untuk meyimpulkan rumusan kutukan atas Luther dan pengikut-pengikutnya. Bulla Ekskomunikasi disahkan pada tanggal 15 Juni 1520. Bulla itu dikenal dengan nama Exsurge Domine (mengenal Primasi Petrus). Ia meninggal tahun 1543. Eck sampai akhir hidupnya berperan sebagai pembela Iman Gereja Katolik Roma yang gigih. Johan Eck meninggal dunia pada tahun 1543.[46]
2.5.2. Ignatius Loyola (1491-1556)
Ignatius kelahiran tahun 1491 di Basque, Provinsi Quipuzcoa Spanyol dari keluarga bangsawan di istana Loyola.[47] Ketika ia masih kecil, pendidikannya amat minim. BegitupuIa minatnya terhadap ritus dan ajaran gereja. Sama seperti banyak anak bangsawan lainnya, dia pun dilatih dalam keterampilan keksatriaan.[48] Ia adalah pejuang Basque yang bertemperamen berapi-api dalam mempunyai kecintaan yang romantis akan kesatriaan.[49]
Ia memasuki dinas ketentaraan dan sudah menjadi perwira pada pasukan kaisar Karel V. Pada tahun 1521 timbul pertempuran di Pamplona. Ignatius turut dalam peperangan ini. Walaupun kakinya sudah patah namun ia masih berharap untuk terus menjadi tentara. Dokter segera mengoperasi kakinya, tetapi dokter melakukan kesalahan.Dokter mematahkan kembali kakinya dan sekali lagi dioperasi. Ignatius rela karena hanya jalan itu ia akan memperoleh kesembuhan dan kembali lagi kemedan perang. Namun terjadi kesalahan lagi dan kakinya dipatahkan kembali lagi.Tetapi akhirnya, bahwa Ignatius sembuh juga, namun tetap pincang.[50]
Ignatius mengingini beberapa hal yaitu, bahwa ia ingin menjadi kesatria dan ingin menjadi pengikut Kristus dalam segala kesulitan dan meneladani kehidupan para kudus. Ia menyimpulkan bahwa cita-citanya untuk mengikut Kristus didorong oleh Roh kebaikan, sedangkan cita-citanya untuk menjadi kesatria didorong oleh roh kejahatan. Hal inilah yang mendorongnya untuk mulai bertobat. Lalu ia meninggalkan istana saudaranya dengan mengendarai keledainya ia pergi kekota Manresa, waktu itu ia masih berumur 26 tahun.  Ia habiskan waktu delapan bulan untuk berdoa dan bermeditasi. Selama proses ini, Ignatius membuat catatan-catatan yang kemudian dikembangkan untuk membimbing orang lain dalam berbagai Latihan Rohani.[51] Latihan rohaninya dibagi dalam empat minggu, yaitu:
1. Minggu Pertama : Membahas bagaimana membiarkan Tuhan membuka mata kita atas kesalahan kita supaya kita tahu  akan dosa dan kelemahan kita dan sadar bahwa Tuhan itu mencintai kita apa adanya.
2.  Minggu Kedua : Ditujukan untuk mengikut Kristus mengenal Dia lebih dekat dan mencintai-Nya.
3. Minggu Ketiga : Kita diajak untuk merasakan kesengsaraan dan wafat Yesus Kristus.
4. Minggu Keempat : Kita diajak untuk bersukacita karena kebangkitan-Nya.
Latihan Ignatius itu berdasarkan pemikiran teologis bahwa Allah menciptakan dunia ini justru untuk mengajak pribadi-pribadi lain ke dalam kehidupan relasional Tritunggal. Keinginan Allah untuk mengajak manusia masuk ke dalam kehidupan relasional Tritunggal tidaklah terjadi sekali-sekali, secara berkala dalam kehidupan manusia. Allah selalu bertindak untuk mewujudkan keinginan-Nya itu.[52]
Karya Ignatius terbesar Exercitia Spiritualia yang dianggap salah satu karya spiritualitas yang unggul yang diselesaikan sendiri, sejak masa pertobatannya semasa ia sakit sampai meninggal di Prancis. Tujuan dari latihan-latihannya adalah untuk mencari Allah dan tahu maksud Allah dalam hidup dan untuk mengabdikan diri sepenuhnya demi pelayanan kepada Kristus.[53] 

2.5.3. Teresa dari Avila (1515-1582)
        Teresa De Cepeda Y. Ahumada lahir di Avila Spanyol tahun 1515, dia juga dikenal dengan Teresia dari Avila. Ia anak dari seorang arsitocrat yang terkenal di kota dan seorang Katolik yang taat. Pada usia 13 tahun ia sudah kehilangan ibunya yang meninggal pada tahun 1528.[54] Teresia dikirim ayahnya untuk belajar di sekolah kesusteran Augustin di Avila pada tahun 1531. Ia tertarik terhadap kehidupan kebiaraan dan ia memutuskan untuk menjadi biarawati. Tetapi akan keputusan ini ayahnya berkata lain bahwa ayahnya tidak setuju walaupun demikian keputusan Teresa sudah bulat. Hal ini membuatnya lari dari rumah dan memasuki serikat Karmelit di Avila tahun 1535. Di dalam biara ia sangat rajin membaca pengakuan-pengakuan karangan Agustin yang terkenal itu dan ini mempengaruhi Teresa. Pada tahun 1555 Teresa mendapat pengalaman rohani yang indah, yaitu ketika sedang tenggelam dalam doa dan ia mengalami kesatuan dengan Allah. Allah berdiam dalam dirinya, ia kini memperoleh kedamaian dengan Allah.[55]
        Teresa mendapat pengelihatan bahwa seorang malaikat membakar hatinya. Sehingga Teresa menyerahkan kehidupannya kepada Allah. Teresa memiliki tuisan yang berjudul “Kehidupan” dan pada waktu yang bersamaan ia juga menulis tulisan yang berjudul “Jalan Menuju Kesempurnaan” yaitu mengenai pokok kehidupan doa. Tahun 1566 naskah pertama berhasil diselesaikannya dalam buku ini ia memberi komentar mengenai doa “Bapa Kami” dan juga membela “Berdoa Secara Mental”. Kemudian Teresa menulis buku ketiga yang berjudul “Benteng Batin” pada tahun 1557. Buku ini menjadi buku yang paling unggul tentang doa.[56]
Teresa adalah seorang tokoh mistik Katolik sejak ia mencapai perkawinan rohani dengan Allah pada tahun 1572.
Teresa terus menjalankan hidup berkontemplatif sampai ia meninggal 04 Oktober 1582.[57]

2.5.4.  Robert Bellarminus (1542-1621)
        Robert Bellarminus lahir 04 Oktober 1542 di Montepulcaiano.Ia seorang teolog besar dalam GKR di akhir dan pada masa kontra reformasi. Ia menjadi serikat Yesus pada tahun 1560.[58]  Pada tahun 1570 ia ditahbiskan menjadi imam. Robert Bellarminus diangkat menjadi seorang guru dalam bidang teolog kontroversial di Kolose, Roma. Ia memiliki sebuah tulisan yang sangat terkenal yang berjudul Disputationes De Controversies Christianae Fidei Adversus Hujus Temporis Haereticos (Perdebatan-perdebatan mengenai kontroversi-kontroversi sekitar iman Kristen melawan penyesat-penyesat masa kini).
        Dalam tulisan-tulisannya tersebut ia menguraikan ajaran Katolik secara sistematis dalam rangka melawan ajaran para reformator pada saat itu. Ia menentang mereka yang berpendapat bahwa paus tidak mempunyai kekuasaan secara langsung atas hal-hal duniawi, berlawanan dengan hal-hal rohani.[59] Karena kesehatannya memburuk, Bellarminus beristirahat dalambiara Yesuit di Roma sampai ia meninggal, yaitu pada 17 September 1621.[60]

2.6.       Dampak Reformasi Katolik
Dampak dari reformasi katolik  yaitu, gereja terguncang, dan kehidupan masyarakat pun ikut terguncang karena reformasi di dukung oleh kuasa-kuasa politik seperti raja-raja, kaum bangsawan dan pemerintah kota-kota, sehingga timbul ketegangan politik antara yang menyetujui reformasi dan yang menolaknya. Tujuannya adalah untuk merebut kuasa politik serta kebebasan untuk ajaran yang dianut. Kelompok-kelompok Protestan mulai mengatur kehidupan gereja dan menjadi gereja-gereja dengan suatu organisasi yang tetap. Gereja Katolik Roma pada satu pihak dan gereja-gereja Protestan pada pihak lain mulai berkembang secara terpisah. [61]
Pada saat itu Gereja semakin lemah, karena adanya perang agama dan percecokan didalamnya.[62] Hal ini menjadikan banyak orang merasa jemu akan kehidupan gerejawi dan para cendikiawan meninggalkan gereja.[63] Banyak daerah Eropa Barat terpecah atau konflik, tujuannya adalah untuk merebut kuasa politik serta kebebasan untuk ajaran yan dianut.Terjadilah perang agama di Swiss, Prancis, Belanda dan Jerman.[64] Tahun 1650, Eropa Barat dibagi dalam daerah-daerah Katolik Roma dan Protestan. Batas-batas antara gereja ditentukan dan Reformasi maupun Kontra Reformasi akhirnya selesai.[65]
Hasil perjuangan Kontra-Reformasi itu ialah bahwa kekuasaan Roma dipulihkan dalam wilayah yang luas. Hanya di sana-sini tetap ada minoritas protestan di Eropa Tengah.begitulah misalnya di Perancis dimana sekitar tahun 1560 sudah sepertiga penduduk masuk protestan. Melalui penindasan yang berlangsung selama satu setengah abad dan yang tidak enggan memakai cara-cara yang paling kejam pun, sampai-sampai membunuh ribuan orang sekaligus, persentase itu turun menjadi 2% saja. 
Di Inggris dan Belanda negara dalam tahap yang dini sudah dikuasai  protestan. Di kedua negara itu orang katolik tidak mengalami penindasan, tetapi mereka dijadikan sebagai warga negara kelas dua, yang tidak mendapat tempat dalam kehidupanpolitik, akibatnya dikedua negara itu mayoritas penduduk agama protestan. Hal itu penting berhubung dengan kegiatan pekabaran injil yang nanti akan berasal dari sana keseluruh dunia[66]

III.        Refleksi Teologi
Dari pemaparan diatas dapat kita lihat bahwa Gereja Katolik Roma ingin mengubah diri dari dalam yaitu agar terciptannya kehidupan kerohanian yang baik dan terciptanya klerus yang terdidik, mereka mau berubah karena terjadinya kemerosotan moral yang ada di Roma Katolik, oleh sebab kami mengambil refleksi teologis dari Roma 12:2 “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Dapat kita lihat dari Gereja Katolik Roma yang ingin merubah diri dan tidak mau hidup dalam kemerosotan moral mereka ingin mengikuti kehendak Allah dan mau kembali lagi ke jalan yang benar setelah terjandinya kemerosotan moral di Roma Katolik.
IV.        Daftar Pustaka
Aritonang, Jan Sihar, Garis Besar Sejarah Reformasi, Bandung: Jurnal Info Media, 2007
Boehlke, Robert R., Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, Jakarta : BPK- Gunung Mulia, 2009
Boehlke, Robert R., Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK-GM, 1994
Curtis, A., Kenneth, dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2013
De Jonge, C., Pembimbing ke Dalam Sejarah Gereja, BPK-Gunung Mulia, 2015.
De Jonge, C., Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2017
End, Th. Van den, Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007
End, Th. Van den, Harta Dalam Bejana, Jakarta:BPK-Gunung Mulia, 2001
Enklaar, I.H.,  H. Berkhof, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK- Gunung Mulia, 2011
Enklaar, I.H.,  H. Berkhof, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1988
Hadiwijono, Harun, Teologi Reformasi Abad ke-20 Jakarta: BPK: GM, 2004.
Helwig, W.L., Sejarah Gereja Kristus, Yogyakarta:l Kanisius, 1974
Kristianto, Eddy, Reformasi dari Dalam Sejarah Gereja Zaman Modern, Yogyakarta: Kanisius, 2004
Lane, Tony, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristen, Jakarta: BPK-GM, 1993
McGrath, Alister E., Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2016
S. Jonar, Kamus Alkitab & Theologi, Yogyakarta: ANDI, 2016
Shadlyi, Hassan dan  Jhon M. Echos, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta:Gramedia Pustaka, 2006
SJ, William A. Barry, Menemukan Tuhan dalam Segala Sesuatu, Yogyakarta: Kanisius, 2000
Wallem, F.D., Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2011
Wallem. F.D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta:BPK-GM, 1944
Sumber Lain


                [1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 1999), 827.
                [2] Jhon M. Echos dan Hassan Shadlyi, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta:Gramedia Pustaka, 2006), 224.
                [3] F.D. Wallem. Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta:BPK-GM, 1944), 391.
                [4] Jonar S. Kamus Alkitab & Theologi, (Yogyakarta: ANDI, 2016), 388.
                [5] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2016), 14.
                [6] C. De Jonge, Pembimbing ke Dalam Sejarah Gereja, (BPK-Gunung Mulia, 2015), 76.
                [7] Th. Van den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta:BPK-Gunung Mulia, 2001), 195.
                [8] C. De Jonge, Pembimbing ke Dalam Sejarah Gereja , 76.
[9]C.DeJonge, PembimbingKedalamSejarahGereja (Jakarta: BPK-GM, 2015), 67-69.
                [10] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, 14.
                [11]  C. De Jonge, Pembimbing ke Dalam Sejarah Gereja , 71-72.
                [12] H. Berkhof, I.H., Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK- Gunung Mulia, 2011), 178.
                [13]  Van den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 195.
                [14] Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam: Sejarah Gereja Modren, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 98-100.
                [15] Ibid, 94.
                [16] Ibid, 97.
                [17]  H. Berkhof, I.H., Enklaar, Sejarah Gereja,  193-194.
                [18]  http://paperphy.blogspot.com/2014/11/perang-30-tahun-di-eropa.html Diakses pada tanggal, 20 September 2018, pukul 2:45 WIB.
                [19]  W.L., Helwig, Sejarah Gereja Kristus, (Yogyakarta:l Kanisius, 1974), 174-175.
                [20] H. Berkhof dan I.H. Enklaar, Sejarah Gereja, 194-195.
                [21] C. DE Jonge, Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2017), 71.
                [22] H. Berkhof, I.H., Enklaar, Sejarah Gereja,  177.
                [23]  Th. Van den End, Harta Dalam Bejana, 195.
                [24] F.D., Wallem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 434.
                [25] C. DE Jonge, Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, 76.
                [26] Th. Van den End, Harta Dalam Bejana, 197.
                [27] A. Kenneth, Curtis, dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2013), 83.
                [28] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 1994), 459.
                [29] . DE Jonge, Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, 76.
                [30] F.D., Wallem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 105.
                [31] William A. Barry, SJ, Menemukan Tuhan dalam Segala Sesuatu,( Yogyakarta: Kanisius, 2000), 16.
                [32]  F.D., Wallem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 105.
                [33] Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 1993), 185.
                [34]  H. Berkhof, I.H., Enklaar, Sejarah Gereja,  183-184.
                [35] F. D., Wallem, Kamus Sejarah Gereja, 188.
                [36]  Th. Van den End, Harta Dalam Bejana, 195.
                [37] . D., Wallem, Kamus Sejarah Gereja, 188.
                [38] Jan Sihar Aritonang, Garis Besar Sejarah Reformasi, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 56.
                [39] F.D., Wallem, Kamus Sejarah Gereja, 188.
                [40] H. Berkhof & I. H., Enklaar, Sejarah Gereja, 178.
                [41] Th. Van Den End, Harta Dalam Bejana, 199.
                [42] A. Kenneth, Curtis, dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, 71.
                [43] H. Berkhof, I.H., Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 1988), 179.
                [44] Eddy Kristianto, Reformasi dari Dalam Sejarah Gereja Zaman Modern, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 106.
                [45] Th. Van Den End, Harta Dalam Bejana, 198.
                [46] F.D., Wallem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 69-70.
                [47] Ibid, 104.
                [48]  Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen,452.
                [49]  William A. Barry, SJ, Menemukan Tuhan dalam Segala Sesuatu, 15.
                [50] F.D., Wallem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 105.
                [51]  Yang dimaksud dengan istilah “Latihan Rohani” adalah metode apa saja untuk pemeriksaan batin, meditasi, kontemplasi, doa lisan maupun doa batin, dan kegiatan spritual lain. Sama seperti berjalan-jalan, jalan kaki, dan lari adalah latihan gerak badan, maka kuta sebut latihan Rohani, cara apa saja yang mempersiapkan dan menata jiwa untuk membuang jauh segala kelekatan yang tak teratur dan setelah itu mencati dan menemukan Kehendak Tuhan atas hidup kita demi keselamatan jiwa kita. Jadi yang dimaksud Ignatius dengan Latihan Rohani adalah segala cara yang kita lakukan untuk dapat berkontak dengan Allah.
                [52] William A. Barry, SJ, Menemukan Tuhan dalam Segala Sesuatu, 15-18.
                [53] Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristen, 185.
                [54] Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristen, 189.
                [55]  F.D., Wallem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 178.
                [56]  Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristen, 190.
                [57]  F.D., Wallem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 179.
                [58]  Ibid, 33.
                [59]  Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristen,191.
                [60] F.D., Wallem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, 34.
                [61]  C. DE Jonge, Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, 77-78.
                [62] Alister E. Mc. Grath, Sejarah Pemikiran Reformasi, 14.
                [63] Harun Hadiwijono, Teologi Reformasi Abad ke-20 (Jakarta: BPK: GM, 2004), 44.
                [64] Alister E. Mc. Grath, Sejarah Pemikiran Reformasi, 14.
                [65] C. DE Jonge, Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, 78.
                [66]  Th. Van Den End, Harta Dalam Bejana, 199.