Menjadi seorang Pemimpinan yang Transformatif dalam Gereja
I.
Pendahuluan
Dalam pembahasan kali ini kita akan
membahas dalam buku Kevin G Ford yaitu tentang kepemimpinan tranformatif dalam
gereja. Dalam hal ini kita dapat mengetahui bagaimana seorang pemimpin dapat
memberikan atau memposisikan diri mereka sebagai pemimpin yang bersedia
menampung asprasi jemaat dan juga berfokus pada hubungan antar bentuk antara
pemimpin.Kepemimpinan yang mampu menciptakan perubahan yang mendasar dan
dilandasi oleh nilai-nilai agama. Untuk lebih jelasnya kita akan mengetahui
bagaimana kepemimpinan yang transformative dalam sajian ini.
II.
Pembahasan
2.1.Uraian bab 6
Dalam
Buku Kevin G Ford khususnya dalam bab 6 kita akan melihat otokrasi/kepemimpinan
bersama. dibagian 1yaitu kepemimpinan (kata
benda). Dalam bab ini salah satu tokoh
yang bernama Ken Shigematsu yang dipanggil untuk menjadi gembala di Tenth
Avenue Church di jantung kota Vancouver. British Columbia. Bagi dia panggilan
menjadi pendeta di Tenth Avenua Church pada awalnya lebih mirip rengekan. Dia
pergi mengunjungi gereja itu dan dia merasakan tidak cocok di tempat ini karena usianya masih
muda, terlalu etnik, dan umunya terlau tidak cocok untuk memimpin Tenth Avenua.
Karena pada saat itu sudah ada pendeta senior.Tetapi kemudian ada hal-hal
menjadi aneh. Ken yang telah merasakan Tuhan menuntutnya dari California
kembali ke Kanada, sekarang tinggal di kota White Rock, British Columbia, yang
terletak di dekat perbatasan A.S. Pada Hari kelima “Pendeta Senior”
mengundurkan diri Tenth Avenue dan Ken diminta menjadi Kandidat. Tetapi semakin
dia belajar tentang gereja itu semakin dia tidak menyukai gagasan itu. Gereja
Tenth Avenua sedang menurun dengan Cepat , “ Dimasa kejayaanya” kata Ken, “
Gereja ini memiliki lebih dari seribu orang yang menghadiri dan pelayanan sekolah
minggu yang penuh semangat. Gereja-gereja Kanada tidak besar seperti banyak
gereja Amerika. Pada tahun 1950-an dan 1960-an Tenth Avenue dianggap sebagai
gereja utama untuk denominasi Kristen dan Missionaris Aliansi di Kanada Barat.
Tetapi selama tiga dekade berikutnya, gereja mengalami penurunan yang
signifikan dari lebih dari seribu menjadi dibawah dua ratus pada titik
terendah, itu juga berputar melalui dua
puluh pendeta dan pendeta pendamping dalam dua puluh tahun.
Statistiknya
cukup Buruk, tetapi pembunuh yang sebenarnya tampaknya merupakan ketidakcocokan
dasar antara Ken dan gereja.Tenth Avenue sebagian besar terdiri dari kausiasia
yang tidak pernah tinggal diluar Amerika Utara; Ken adalah seorang Kanada
Jepang yang pernah tinggal di seluruh dunia.Tenth Avenue sebagian besar
melayani kelas ke atas; Ken diinginkan untuk memimpin sebuah gereja yang
bergerak dalam keadilan sosial. Sehingga Tenth Avenue terjebak dalam gairah untuk
kembali ke masa kejayaanya, Ken suka hidup dengan satu kaki di masa depan.
Tenth Avenue, di berbagai titik selama kemunduran, telah bermain-main dengan
menjual fasilitas gereja dalam kota dan
pindah ke pinggiran kota. Ken sangat bersemangat tentang pelayanan dalam
konteks perkotaan, Tenth Avenue, fokus ke dalam, Ken selalu menuju cakrawala
berikutnya.
Kepemimpinan sebagai
kata benda
Dalam
pertemuan para pendeta yang membahas dana penelitian, yang berorientasi pada
kekayaan Kristen. 500 tertarik untuk mempelajari berbagai model Transformasi gereja,
kebanyakan pendeta dalam pertemuan itu sebagaian besar tidak dikenal diluar
jemaat mereka sendiri, tetapi ada seorang peserta yang terlambat datang adalah
seorang pendeta dan penulis yang dikenal secara Internasional. Kelompok mulai membahas
sifat kepemimpinan tentang bagaimana melibatkan orang-orang dalam
masalah-masalah sulit dan menangani konflik, nilai, dan tempat visi, dan
bagaimana menangani kekecewaan percakapan yang hidup ini, pendeta yang terkenal
itu berjalan ke ruangan itu dan meluncurkan monolog berdurasi dua puluh menit,
Pendeta terkenal ini menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam pertemuan itu dan mengatakan “ masalahnya adalah
kalian semua yang membicarakan pertanyaan itu”, padahal kamu seharusnya berbicara
tentang jawabanya, “ di mendapat perhatian kita”, masalahnya adalah bahwa para
pemimpin Kristen tidak pandai menghasillkan solusi, seorang pemimpin adalah
seorang yang memiliki jawaban untuk rakyat. Mereka membutuhkan seseorang yang
bisa mereka ikuti.
Pendeta
terkenal ini mewakili perspektif yang menentukan dari banyak strategi
kepemimpinan kontemporer sebagai kata benda.Dalam persepktif ini, fokusnya
adalah pada pribadi pemimpin tidak mau mati.Menyamakan kepemimpinan dengan
kekuatan. Fungsi seorang pemimpin adalah untuk memperoleh dan menggunakan
kekuasaan dengan cara apa pun yang diperlukan- meningkatkan posisi, menggunakan
paksaan, bermain bola keras politik, atau mengungguli semua orang. Ketika
menjalankan kekuasaan adalah nilai sentral dari kepemimpinan. Orang-orang
menyerahkan tanggung jawab kepada pemimpin, yang kemudian menjadi penanggung
jawab segalanya ketika kepemimpinan ditentukan oleh kekuasaan, orang-orang
tidak dimobilisasi untuk bertindak, lebih sering mereka lesu, takut, atau tidak
terlibat dalam budaya berorientasi dan mengeluh
tentang para pemimpin kebutuhan tidak terpenuhi. Pemimpin yang maha kuasa dan
maha tahu adalah untuk menghasilkan jawaban.
Ketika
kepemimpinan diidentifikasi dengan pemimpin, kesuksesan dinilai berdasarkan
statistik. Tetapi ujian sejati kepemimpinan ada dalam warisan, atau dampak
positif yang ditingalkan pada kenyataanya, tindakan mendifenisikan kepemimpinan
sebagai kata benda pemimpin dengan sejumlah pengikut bertentangan dengan
kepemimpinan sejati, yang semuanya tentang memobilisasi orang lain untuk
mengambil inisiatif, untuk memenuhi panggilan mereka dan untuk membuat
perbedaan demi kerajaan. Kepemimpinan, kekuasaan, dan wewenang ketika
kepemimpinan didefinisikan sebagai kata benda, ada dua pilihan tersedia untuk
seorang pemimpin:
a. Menggunakan
kekuatan untuk memaksa
b. Mencari
otoritas yang menyenangkan
Setelah mendengarkan professor
Harvard Marty Linsky di meja bundar TAG Kevin mengembangkan Grafik untuk
mengambarkan apa yang dia diajarkan,seperti yang ditunjukkan Grafik,Kekuasan,
otoritas, dan kepemimpinan bukanlah hal yang sama. Kekuatan diambil.Otoritas
diberikan.Kepemimpinan dilakukan.Seorang pemimpin yang beroperasi di Zona
kekuasaan bergantung pada hukuman dan nurani.Kekuasan kasar menurut
definisi.Ini adalah seruan untuk memposisikan kepentingan pribadi dengan
mengorbankan kebaikan yang lebih besar. Di zona kekuasaan, seorang pemimpin
menegakkan kehendaknya atas rakyat dengan menuntut agar mereka “menerima”
visinya, seorang pemimpin yang beroperasi di zona otoritas meberikan apa yang
diinginkan dan diinginkan oleh orang-orang memberi wewenang kepada pemimpin
untuk melakukan hal-hal yang inginkan agar dilakukan oleh pemimpin. Seorang
pemimpin yang memanfaatkan kekuasan tidak sah, seorang pemimpin yang hanya
mengandalkan otoritas tidak akan pernah memimpin perubahan, paling-paling ia
akan menjadi manajer yang kompeten yang mahir dalam strategi teknis. Tetapi
manajer yang teknis cakap tidak memimpin gereja yang
mentransformasi.Mentransformasi kepemimpian berjalan jauh lebih dalam dan membutuhkan
pengikut. Mereka harus mau terlibat dalam dalam masalah nyata, dan mereka harus
mau bergulat dengan nilai-nilai yang bersaing yang muncul ketika menghadapi
masalah.
Faktanya kepemimpinan
sejati tidak ditentukan oleh otoritas atau kekuasaan.Para pemimpin gereja yang
mentransformasi menjadi terampil dalam meningkatkan nilai-nilai bersaing dengan
kata lain, mengakui mereka dan membawa ke perhatian jemaat. Pertentangan nilai
menyangkut ketidaknyamanan, tetapi para pemimpin yang mentranformasi hal ini,
mengetahui bahwa hal ini mengarah pada perubahan. Ron Heifetz “ kepemimpinan
tidak akan terdiri dari jawaban atau visi yang pasti,tetapi dari tindakan ntuk
mengklarifikasi nilai-nilai, ini adalah gagasan budaya yang berlaku tentang
kepemimpinan yang terbalik, kepemimpinan yang berubah bukanlah pelaksanaan
otoritas atau kekuasan, sebaliknya ini menimbulkan pertanyaan yang tepat. Dan
memastikan bahwa nilai-nilai yang bersaing muncul ke permukaan dan
ditanggani.Heifetz mengatakan dalam definisi lama tentang kepemimpinan,
pemimpin memiliki jawaban-visi- dan yang lainya adalah pekerjaan penjualan
untuk membujuk orang untuk mendaftar.Itu.Para pemimpin tentu saja memberikan
arahan tetapi itu sering berarti mengajukan pertanyaan yang terstruktur dengan
baik daripada menawarkan jawaban yang pasti.”
Sementara
otoritas bergantung pada pemenuhan harapan, kepemimpinan menantang
mereka.kepemimpinan sejati berarti melapaskan kekuatan demi memberdayakan orang
lain, kepemimpinan adalah seni, dan itu lebih seperti berjalan diatas kawat
tinggi daripada berjalan di jalan yan tertata dengan baik. Seorang pemimpin
harus selalu menyeimbangkan otoritas, konflik,dan perubahan.
2.2.Uraian bab 7
Dalam
bab ini ditekankan bahwa kepemimpinan itu bukan
kata benda akan tetapi kata kerja.
Dikatakan sebagai kata kerja karena beberapa Alasan, pertama kata kerja mendefinisikan
tindakan, atau tindakan lebih dari apapun, mendefinisikan kepemimpinan.Kata
kerja juga menghubungkan objek dengan objeknya, dan kepemimpinan melibatkan
orang-orang dalam isu-isu kritis yang membutuhkan perubahan
adaptif.Kepemimpinan sebagai kata kerja menghubungkan orang-orang dan
masalah-masalah dalam konteks Aktif melangkah dengan iman dan terus maju tidak
seperti kata benda, kata kerja jarang statis.Pekerjaannya tidak pernah
berakhir. Dengan cara yang sama, memimpin perubahan adaptif adalah pencarian
berkelanjutan tanpa jaminan untuk sampai ke garis finis. Kepemimpinan sebagai
kata kerja bukan tentang siapa yang membuat keputusan. Dalam mentransformasi
gereja, kepemimpinan adalah tentang pemimpin yang memobilisasi orang lain untuk
pelayananan. Akhirnya dan mungkin yang paling penting, kata kerja menuntut
energi dan kepemimpinan adaptif membutuhkan energi tanpa akhir.Seorang pemimpin
harus memiliki rasa tanggung jawab bersama dan juga menghormati mereka yang
telah memainkan peran penting dalam mengamankan kemenangan. Kata kerja yang
paling menentukan kegiatan seorang pemimpin dalam gereja yang berubah adalah
1. Membangun
hubungan baik
2. Membedakan
antara perubahan teknis dan adaptif
3. Melibatkan
masalah
4. Mengelolah
zona merah
5. Memobilisasi
orang lain untuk pelayanan
6. Mengorganisasikan
kecepatan dan tekanan konflik.
Dalam hal ini
Kevin melihat ketika Ken Shigetmatsu tiba di gereja Tenth Avenue, dia membuat
pernyataan visi, menentukan nilai inti, dan membuat logo yang baru,dan pada
saat yang sama, Ken membuat kebutuhan untuk bergerak di luar tugas untuk
mengembangkan hubungan bersama dengan para anggota inti gereja. Kevin melihat banyak pernyataan “visi”itu
tidak benar-benar membawa perubahan. Di gereja demi gereja Kevin melihat para
pemimpin gagal karena hasrat mereka untuk perubahan jauh melebihi kepercayaan
yang mereka dapatkan.Membangun kepercayaan membutuhkan waktu.Gereja sering
merekrut pendeta untuk memimpin perubahan dan kemudian menantang setiap langkah.
Tetapi ketika hal berubah ke mode krisis, orang biasanya akan percaya lebih
cepat. Ken sangat beruntung. Dia disewa untuk menjadi katalisator perubahan dan
dewan direksi sebenarnya siap untuk perubahan. Namun, mereka tidak tahu
perubahan apa yang dibutuhkan. Agar Ken efektif, ia harus memahami harapan
sebenarnya dari jemaat dan pada umunya memahami harapan itu. Dengan melakukan
hal itu, ia mulai memnuhi kontrak otoritas, yang mendapat kepercayaan dari
orang-orang yang dipimpinnya. Ken tiba di Tenth Avenue dengan hasrat untuk
keadilan sosial dan keinginan yang kuat untuk melihat gereja menjangkau
orang-orang yang kurang beruntung secara ekonomi Vancouver. Sementara banyak
anggota gereja tidak setuju dengan gagasan ini. Sehingga
hal ini Ken mulai belajar betapa berbeda otoritas yang digunakan ketika
melakukan perubahan teknis sebagai lawan dari perubahan adaptif, seperti yang
ditujukan bagan berikut:
Fungsi kepemimpinan
|
Perbaikan teknis : memenuhi harapan
|
Perubahan adaptif
Meningkatkan nilai bersaing
|
Arah
|
Orang yang
berwenang memberikan definisi masalah atau solusi
|
Pemimpin
mengidentifikasi tantang adaptif, memberikan diagnosis kondisi, dan
menghasilkan pertanyaan tentang definisi dan solusi masalah.
|
Perlindungan
|
Orang yang
berwenang melindungi orang dari ancaman eksternal
|
Pemimpin
mengungkapkan ancaman eksternal
|
Klarifikasi
peran
|
Orang yang
berwenang membantu orang memahami peran dan posisi yang khas
|
Pemimpin
mengacaukan peran saat ini atau menolak tekanan untuk mengorientasikan orang
dalam peran baru terlalu cepat.
|
Mengendalikan
konflik
|
Orang yang
berwenang menembalikan ketertiban
|
Peimpin
memperlihatkan konflik atau membiarkannya muncul
|
Pemeliharan
Norma
|
Orang yang
berwenang mempertahankan norma dan kebiasan
|
Pemimpin
menantang norma atau membiarkanya ditantang.
|
Kepemimpinan
lebih merupakan seni daripada sain.Seseorang di posisi yang berwenang harus
memenuhi harapan (kolom tengah) pada tingkat dasar agar memiliki kredibilitas
yang cukup untuk menantang harapan yang lebih singnifikan (kolom kanan). Dalam
menghadapi perubahan adaptif seorang pemimpin yang efektif akan:
a.
Menciptakan tempat yang
nyaman dimana masalah dapat dihadapi
b.
Menjaga agar setiap
orang putus dalam nilai persaingan
c.
Menginventigasi masalah
sebagi perkumpulan lebih dari level indvidu
d.
Membingkai kembali
masalah yang belum terselasaikan menjadi masalah yang dapat terselasaikan
e.
Menciptakan konflik
disekitar nilai persaingan ketika konflik tidak ada
f.
Meginjinkan konflik
yang panas menjadi dingin
g.
Peduli kepada orang
sebagai mana mereka setuju dengan kerugian yang tak terhindarkan yang datang
dengan perubahan
Pemimpin
efektif harus menggunakan sesuatu yang simple sebagai alat untuk menyelasaikan
perubahan ketika penekanan regulasi. Dengan menggunakan metode 3-D yang
dikenalkan dalam 3 fase yaitu dialog, diskusi, dan keputusan,
a.
Fase dialog
Di
fase dialog, orang-orang muda mengatakan opini masing-masing tanpa kilas balik
atau pemotogan dari orang lain, masing-masing pertemuan membagikan sebuah
opini. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan banyak informasi yang mungkin,
menangkap data. Tugas pimpinan adalah menggunakan posisi pengarang untuk
melaksanakan peraturan-peraturann: tidak ada pemotongan, tidak ada Respon/kilas
balik tidak ada reaksi, kemudian berhenti.
b.
Fase diskusi
Fase
diskusi terjadi di sepertengahan pertemuan, beberapa hari atau bulan setelah
fase dialog, tergantung bagaimana topik itu, tidak ada keputusan di buat fase
ini, tapi tidak seperti fase dialog partisipan bebas untuk setuju dengan yang
lain, tujuannya adalah untuk mengidentifikasi nilai persangiang, klarifikasi
isu, dan mempersiapkan scenario atau pilihan-pilihan nilai persaingan sehat. Ketika
pimpinan butuh untuk memilih satu dari nilai persaingan di beberapa situasi
unik.Dua nilai mengingatkan tensi dinamis di dalam kehidupan gereja.
c.
Fase keputusan
Fase
keputusan terjadi setelah fase diskusi. Di point diskusi konflik akan darurat,
tapi itu tidak kekurangan signifikan karena di situ mulai memperoses isu
melalui dialog dan diskusi. Jika fase ini terlalu pribadi setiap partisipan
membagikan tanggung jawab atau membantu membuat percakapan lebih efekif di
beberapa point.Penting untuk dicatat bahwa kita tidak berbicara tentang
struktur keputusan. Ini kembali ke gagasan ketergantungan pada “posisi” tentu
saja pemimpin yang paling efektif akan menemukan bahwa keputusan mereka
biasanya di dukung oleh pemerintah jika mereka telah memihak dan menghargai
orang-orang yang terlibat.[1]
III.
Kesimpulan
Dari pembahas di atas kami dapat
menyimpulkan bahwa menurut buku Kevin G Ford kami menemukan ada dua
kepemimpinan dalam gereja yang pertama kepemimpinan yang bersifat kata benda
dan yang kedua kepemimpinan yang bersifat kata kerja.Kepemimpinan ini keduanya
sangat berbeda, dimana kepemimpinan yang bersifat kata benda itu sering kali
menjalankan otoritas secara kekuasaan dan memaksa untuk menjalankan visi tanpa
mempedulikan kepentingan komunitas gereja.Seorang pemimpin yang memanfaatkan
kekuasaan yang hanya mengandalkan otoritasnya sehingga ini tidak dapat
menghadapi masalah yang nyata.Sedangkan inilah yang mejadi perhatian Kevin G
Ford ketika kepemimpinan bersifat kata benda. Untuk itu, Kevin G Ford
menawarkan kepemimpinan yang bersifat kata kerja, dimana kepemimpinan yang
menyatakan aksi, tindakandan tanggung jawab sehinggga dengan hal ini pemimpin
akan dikatakan seorang pemimpin yang efektif dalam gereja yang mampu
mentransformasi dalam meningkatkan nilai-nilai yang membawa perubahan.
IV.
Daftar
Pustaka
FordKevin G ,Transforming
Church,U.S.A : David C. Cook Distribution Canada,2008,