Membangun Jemaat melalui Relasi Antarkelompok: Komposisi yang Menggairahkan


Membangun Jemaat melalui Relasi Antarkelompok: Komposisi yang Menggairahkan

I.                   Uraian Teori
Dalam buku Jan Hendriks Jemaat Vital dan Menarik, dikatakan bahwa dalam struktur organisasi diberi perhatian banyak kepada kelompok-kelompok dan relasi antarkelompok oleh ilmu-ilmu sosial. Kelompok itu itu biasanya menjalankan tugas masing-masing sehingga yang penekanannya adalah kelompok tugas. Tetapi hal itu berbeda dengan oraganisasi yang ada di dalam gereja karena biasanya di gereja lebih sering dikelompokkan berdasatrkan jenis kemlamin maupu usia seperti kelompok/kaum bapa, kaum ibu, remaja dan pemuda, sekolah minggu dan sebagainya.
Berbicara mengenai struktur organisasi, dikatakan bahwa organisasi itu merupakan ikatan sosial yang didirikan untuk mewejudkan beberapa tujuan. Demi tujuan itu, pekerja-pekerja dibagi atas fungsinya atau yang disebut fungsionalisasi, kemudian dilanjutkan dengan koordinasi untuk menyelaraskan satu sama lain dan akhirnya finalisasi, diaragkan kepada tujuan yang sama. Jan Hendriks mengutip perkataan Kilmann yang mendiskripsikan struktur bahwa struktur itu ialah tujuan-tujuan, tugas-tugas, kesatuan-kesatuan kerja yang mengatur tujuan-tujuan dan tugas-tugas, kemudian hierarki yang menyusun poin sebelumnya sehingga menjadi keseluruhan operasional.
Tujuan mempunyai arti yang menentukan bagi struktur yang di mana tujuan menentukan kelompok tugas manakan perlu dibentuk dan bagaimana kelompok tugas itu harus dihubungkan satu sama lain. Dari defenisi di atas dapat dilihat bahwa strukturalisasi relasi antakelompok mengimplikasikan perbedaan dalam kuasa terkhusus penggunaan kata hierarki tadi, di mana ada kekuasaan legal bagi seseorang pemimpin. Jan Hendriks juga mengatakan bahwa hal tersebut adalah sebuah problem ketika adanya perbedaan dalam kuasa karena hal tersbut berpengaruh besar terhafap faktor kepemimpinan dan iklmimdalam sebuah organisasi. Perbedaan kuasa yang besar dalam organisasi berdampak negatif terhadap iklim dan kepemimpinan.
Kemudian berbicara mengenai unsur-unsur yang membuat vital, struktur erat hubungannya baik dengan perealisasian tujuan maupun dengan iklim dan kepemimpinan. Jan Hendrik juga memberi perhatian kepada kepada pendapat Likert mengenai strukturalisasi kelompok. Disebutkan ada organisasi yang paling kurang vital yang disebit sebagai organisasi S1 sampai kepada organisasi paling vital yaitu S4 dimana huruf S adalah sistem. Dalam Struktur oraganisasi S1 dikatakan bahwa patokan adalah pimpinan. Pimpinan berbicara dengan masing-masing anggota individual lalu mengambil keputusan. Struktur ini berbarengan dengan kepemimoinan otoriter. Hanya sedikit keterbukaan terhadap keptudan bersama karena tidak ada runfingan bersama melainkan berada pada tangan pemimpin. Struktur ini cukup negatif. Tetapi sistem ini berbeda dengan S4, di mana terdiri dari susunan kelompok kecil yang masing-masing bertalian satu sama lain secara intern dan dihubungkan oleh oang-orang yang mejadi anggota dalam dua batu lebih kelompok. Dalam S4 ini, penghubung tidak menjadi wakil mereka yang melyani kepetingan kelompok, tetapi membuat komunikasi antarkelompok terbuka dan kelompok masing-masing bekerja satu sama lain.
Dalam hal ini, Jan Hendrik memberikan gagasan baru, di mana ia memberikan pendapat ada empat ciri penting bagi struktur organisasi yaitu:
1.      Sederhana
Maksudnya adalah struktur organisasi itu harus sederhana, jelas untuk siapa dan apa hubungannya dengan yang ambil bagian dalam organisasi itu. Kelompok itu tidak boleh terlalu besar, maksimal hanya 10 orang.
2.      Desentralisasi
Adanya penyerahan wewenang bagi kelompok untuk menghasilkan produk utntuk urusan pelayanan mereka. Contohnya, kaum pemuda berhak membuat keputusan di pemuda. Tidak lagi kepala ataupin pengantar jemaat yang melulu membuat keputusan dalam kelompok bawah contohnya pemuda.
3.      Kadar komunikasi yang tinggi
Komunikasi tidak hanya berlangsung lewat pimpinan atau orang yang berkedudukan lebih tinggi atau dalam artian kelompok-kelompok tertentu tetapi juga untuk angota-anggotanya. Mereka dapat menyumbang pemikiran satu sama lain.
4.      Datar
Maksudnya adalah sesedikit mungkin lapisan dalam kelompok itu. Adanya pengurangan perbedaan status, yang di mana jarak pimpinan dan anggota lebih dekat.
Setelah mengetahui hal di atas mengenai unsur-unsur struktur dalam jemaat vital, maka harus dipahami juga bahwa unsur itu tidak begitu gampang untuk dipenuhi. Dalam buku Jan Hendriks ini, dikemukakan bahwa setidaknya ada dua model struktur yang lazim digunakan yaitu:
1.      Model Klasik
Model ini banyak digunakan sampai hari ini. Model ini mempunyai dewan gereja yang memimpin jemaat, kemudian ada 3 jabatan yaitu pendeta sebagai pewarta sabda, penatua sebagai jabatan pemerintaan dan penggembalaan dan diakon juga memiliki tugas yang demikian. Pada umumnya fungsi yang paling dikenal adalah melakukan perkunjungan rumah tangga. Ketiga jabatan itu bersama-sama membentuk dewan gereja dan dibawahnya ada beberapa komisi. Dewan gereja bertanggung jawab atas berjalannya jemaat dan dapat mendelegasikan tugas tersebut kepada seseorang ata kelompok kerja. Memang perlu dicernai juga, bahwasanya dalam prakteknya model ini sering juga rumit karena lebih juga berpusat pada yang di atas.
2.      Model Kelompok Kerja
Model ini sebenarnya model pengembangan dari model klasik. Dalam hal ini, dewan gereja adalah integrasi kelompok rundingan seksi dan rundingan lain. Dalam hal ini dewan berusaha supaya semua pekerjaan yang dilakanakan dalam jemaat disesuaikan satu sama lain. Keuntungan dari model ini adalah anggota jemaat lebih diakui keberadaannya dibandingkan model 1 tadi. Tetapi memang dalam model ini juga dibatasikontak kepoada 10 alamat yang dituju. Melihat situasi sekarang, komunikasi antarkelompok dalam jemaat itu penting.
Oleh sebab itu, karena masih ada keterbatasan akan kedua model ini, Jan Hendriks dalam bukunya juga memunculkan model ketiga yaitu model karismatis, yaitu upaya memajukan vitalitas jemaat. Model yang menekankan kriteria teologis dan ilimiah sosial. Baru kemudian menekankan bahwasanya ada konsep jabatan semua orang beriman yang kepemimpinan adalah sebagai pelayan. Model ketiga ini dicirikan empat unsur struktur yaitu:
1.      Ada ruang bergerak bagi grup-grup dan aliran-aliram
Kelompok-kelompok tidak hanya punya tugas tertentu, melakinkan juga memperoleh segala wewenang utnuk membuat keputusan dan mengimplementasikannya.
2.      Kesatuan ditekankan
Dalam hal ini perlunya komunikasi intensif antarkelompok. Komuikasi tidak harus bersifat struktural yang sangat formal, tetapi antarkelompok bisa berkomunikasi tanpa perantaraan dewan gereja. Dalam hal ini penting juga anggota jemaat saling mengenal satu sama lain dengan cara mobilitas horizontal, peneguhan resmi, informasi tertulis dan menciptakan tempat dan titik pertemuan.
3.      Rapat (rundingan) jemaat berfungsi sebagai organ kebijakan pusat
Semua anggota jemaat berhak mengevaluasi kegiatan dan kebijakan serta berhak juga memberikan pendapat dalam membuat keputusan.
4.      Dewan gereja mengarahkan diri secara khusus kepada finalisasi.
Dalam hal ini dewan gereja menjaga identitas jemaat, menolong orang serta grup dan menjaga kesatuan dan juga menciptakan kondisi yang hangat (situasional).
NB: Ringkasan model tesebut dapat dilihat dalam tabel skema 6 hal. 145 dalam buku Jan Hendriks, Jemaat Vital & Menarik.

Oleh sebab itu, struktur memang penting dalam memajukan vitalitas jemaat asal dilakukan sesuai dengan unsur-unsur di atas, tetapi memang perlu diketahui juga bahwasanya tidak selamanya akan terwujud jemaat vital dalam relasi antar kelompok setelah terpenuhi unsur tersebut, tetapi pimpinan struktural juga berperan penting untuk menyadari posisinya juga sebagai pelayan dengan tidak bersikap selalu menjadi orang yang paling tinggi yang bersikap sewenang-wenang tetapi adanya kesadaran dalam membangun jemaat melalui relasi antarkelompok.
II.                Kesimpulan & Tanggapan Kritis
Dari hal di atas kami kelompok melihat bahwasanya unsur yang dijelaskan dalam buku Jan Hendrik adalah baik untuk dipenuhi dan juga model ketiga tersebut relevan digunakan untuk membangun jemaat vital melalui relasi antarkelompok. Model tersebut bagus karena memberikan keterbukaan bagi anggota jemaat untuk bersuara dan memberikan pendapat. Terkhusus dalam kelompok, setiap kelompok berhak membuat keputusan tersendiri tanpa dicampuri dewan gereja secara hierarki, yang dengan demikian, suatu kelompok akan lebih hidup karena mereka sendiri yang tau kebutuhan dan tujuan mereka. Tetapi dalam hal ini juga, namanya keseluruhan organisasi dalam gereja, jangan sampai terlepas juga dari pimpinan gereja. Sehingga yang kelompok maksudkan di sini adalah terbangun struktur yang hidup dan sesuai bidang masing-masing dan wewenang untuk kemajuan bersama.